Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Jenderal Kardus, Operasi Plastik, dan Kualitas Kepemimpinan

5 Oktober 2018   11:29 Diperbarui: 5 Oktober 2018   11:32 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalagi malah menyatakan sebagai "penyusup", konspirasi, dan sejenisnya. Sikap yang jauh dari ksatria yang selalu didengung-dengungkan orang yang beragama. Ke mana agama yang telah ia geluti itu kini?

Pemimpin yang bertanggung jawab juga akan ikut bertanggung jawab atas perilaku anak buah. Katanya dalam dunia militer ada yang namanya tidak ada prajurit yang salah, yang ada adalah komandan yang salah. Bandingkan Ki Benggala, di mana ia ketika prajuritnya hangus terbakar, kalau mati masih lah mendingan, yang terbakar sebagian dan harus menanggung perih, panas, dan pedih sendirian.

Usai Prabowo menyatakan Sandiaga Uno sebagai bakal calon pasangannya, Andi Arief menyatakan dasar jenderal kardus. Ia diam saja, dan Sandiaga Uno sendirian menepis ini itu dan menjadi tidak karu-karuan. Jelas karena ia memang belum matang dalam politik.

Kembali ketika Ratna S menjadi bahan pelaporan banyak pihak ia diam saja, ia hanya menyatakan lewat orang-orangnya saja yang tetap membela Prabowo sebagai pemimpin yang  menjadi korban kebohongan Ratna, atau lebih keji korban konspirasi rival politiknya. Bola liar ini pun didiamkan saja oleh Prabowo.

Ki Benggala lari ke tempat persembunyian dengan segala persediaan, termasuk sumber makanan, dan banyak lagi. Ia melarikan diri dari pasukannya yang kocar-kacir. Pemimpin yang baik, akan jatuh bangun bersama dengan anak buah, rekan, dan siapapun yang telah berjuang bersamanya.

Kata Eyang Harto, orang harus tetap di tempat, bukan tinggal glanggang colong playu untuk disebut pemimpin. Selama ini kecenderungan sikap Prabowo meninggalkan anak buahnya yang sedang berkasus, mana pembelaan atau paling tidak simpatinya untuk mereka yang telah berjuang bersamanya. Tidak ada, kecuali orang yang terdekat dan paling getol menyanjungnya model Zon, Taufik, dan sejenisnya.

Kemauan mendengarkan masukan dengan kepala dingin. Kesalahan fatal Ki Benggala adalah ia tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh dua prajurit Portugis. Ia lebih suka masukan dari orang kepercayaannya dan keyakinannya sendiri yang dibalut oleh agama.  Masukan yang obyektif tersisihkan.

Prabowo mengabaikan kata ahli kedokteran dan ahli bedah kecantikan, karena ia lebih yakin pengakuan koleganya terlebih dahulu. Hal yang tidak salah, namun gegabah dan tidak patut sebagai pemimpin bersikap demikian.

Rekam jejak kepemimpinan itu penting, bagaimana orang bisa dipercaya itu oleh perilakunya dalam rangkaian tanggung jawab yang ia emban. Tidak bisa hanya sesaat, satu kasus atau peristiwa dan sukses kemudian menjadi keyakinan untuk dapat menjadi acuan di dalam menjatuhkan pilihan.

Kisah jenderal kardus dan operasi plastik memberikan pelajaran berharga, bagaimana pemimpin itu seharusnya bersikap. Berlatih ksatria bukan malah melarikan diri, apalagi jika membuat lompatan logika bak bambu gila karena meradang memberikan poin buat lawan.

Susah dan memang belum menjadi sebentuk budaya bangsa ini bersikap ksatria. Didikan mennyalahkan pihak lain sejak dini di ajarkan, bagaimana kalau anak-anak jatuh, dikatakan kodok melompat, lantainya nakal, dan sejenisnya. Ini hal kecil sejak dini yang direkam sebagai kambing hitam paling mudah dan enak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun