Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rizieq Shihab, Pogba, dan Penghargaan atas "Liyan"

30 September 2018   05:05 Diperbarui: 30 September 2018   06:10 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KSA sebagai negara berdaulat tentu lebih menghargai pemeritah Indonesia yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ingat pemerintah tidak melakukan perilaku yang layak menjadikan Rizieq menjadi "perlindungan" negara lain. Laiknya suaka misalnya.

Jika memang merasa baik-baik saja, tidak melakukan perlakuan melawan hukum, dan merasa benar, mengapa tidak dihadapi saja secara ksatria, seperti waktu demo dan menuntut ini-itu yang merasa paling itu? Mengapa berperilaku ganda dan "menggunakan" dalih ibadah dan tidak balik hingga visa kedaluarsa. Mosok sekian lamanya bukan? Toh minta SP3 juga sudah dilakukan, apa lagi yang mau diminta, dijemput presiden?

Aneh dan lucu, jelas karena politis lagi, baru kali ini ada orang yang mangkir dari pertanggungjawaban hukum, belum juga ditersangkakan sudah pergi, artinya tidak bertanggung jawab atas perilakunya, meremehkan penegak hukum, pemerintah, eh meminta bantuan DPR ketika mendapatkan masalah di mana ia menetap yang ia nilai berbeda nampaknya. Mulai tidak nyaman, tapi pulang juga tidak ada jaminan lepas dari jerat hukum.

Sedikit banyak Rizieq tahu apa yang akan terjadi, dia merasa bahwa perbuatannya salah, ia pikir masih bisa menekan pemerintah dengan cara-cara lama, dan faktanya tidak demikian. Jika memang  masih "jaya" tentunya berani pulang dan begaya, ingat akhir 2016 seperti maha dewa yang tidak tersentuh hukum bukan? Di mana Rizieq seolah tak tersentuh  itu?

Pogba dan Rizieq gambaran pribadi yang merasa paling. Lupa bahwa ia hidup di tengah-tengah sesamanya, yang perlu mendapatkan respek, penghormatan, dan sikap menghargai satu sama lain. Tidak ada orang yang di atas pihak lain, kecuali dalam perannya, semua sama, dan itu yang dilupakan mereka.

Kebintangan, ketenaran, kemasyuran toh ada batasannya. Kebesaran itu juga tidak bisa sendirian kog. Coba Rizieq diminta demo sendirian, atau menolak ini dan itu tanpa adanya rekan-rekannya yang membantu. Pun Pogba main sepak bola sendirian, tidak akan bisa.

Negara, sama juga klub pun harus dihormati, termasuk rekan dan pelatih, karena merekalah yang membuat mereka bisa berbuat lebih, dan ini yang diabaikan Pogba dan Rizieq yang merasa di atas yang lain. Respek, penghormatan, dan  jiwa  besar itu bukan dibangun dengan kesombongan, justru dengan kerendahhatian, dengan jiwa yang terbuka untuk memberikan penghormatan bagi pihak lain.

Ketika orang masih maunya menang sendiri, menafsirkan kebenaran dan kebesaran itu fokusnya adalah dirinya, ya siap-siap untuk makin tenggelam. Apalagi jika dibangun dengan menginjak-injak pihak lain untuk mencapai tangga tertinggi.

Kepiting itu yang bisa meloloskan diri adalah yang terbesar karena mereka mampu menarik yang kecil-kecil yang hendak berusaha, dan menjadikan yang kalah itu sebagai pijakan. Jika manusia berperilaku demikian, apakah benar masih insan manusiawi?

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun