Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rizieq Shihab, Pogba, dan Penghargaan atas "Liyan"

30 September 2018   05:05 Diperbarui: 30 September 2018   06:10 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pogba dikhabarkan tidak baik relasinya dengan Mou. Beberapa hari lalu MU kalah dan Pogba secara terbuka menyatakan itu kesalahan strategi sang pelatih.

Di  dunia ini, dua klub yang menjunjung tinggi reputasi klub di atas semua pemain sebesar apapun kebintangan mereka. Juventus dan MU.

Mereka tidak peduli sebesar dan semenjual apapun pemain itu, jika mengalahkan klub dan tidak respek pada klub akan ditendang.

MU era Fergi mengagetkan publik ketika menjual CR7 dan Becham, bukan soal mereka masih mahal dan menjual.

Klub secara tidak langsung sebenarnya juga rugi jika melego mereka di masa puncak yang sangat menjanjikan. Penjualan tiket dan pernak-pernik klub sangat menggiurkan, toh tetap dijual.

Klub dengan jajaran pelatih itu penting, respek pada klu jelas sangat utama bagi pemain, karena tanpa klub dan pelatih ia bukan apa-apa. Itu nampaknya yang hendak dinyatakan oleh klub-klub tersebut.

Rizieq yang melakukan ibadah di kala mnghadapi banyak persoalan hukum, bisa dinilai tidak menghormati dan respek pada negara yang diakuinya negaranya.

Di luar negeri, di mana ia menetap selama ini, ternyata juga mendapatkan "perhatian" sehingga meskipun izin tinggalnya sudah habis tetap tidak bisa keluar.

Simpang siur mengenai hal ini, ada yang mengaitkan dengan BIN, istana, dan pemerintah yang   terlibat, dan asumsi yang sejenis, toh susah diyakini, pun paling tidak memang apa kaitan istana harus mengurus orang yang memilih tidak bertanggung jawab atas kasusnya sendiri. Padahal jika tidak merasa bersalah mengapa harus pergi, kalau ibadah memangnya sekian lamanya?

Ada pula informasi karena aktifitas yang tidak lazim di sana, adanya kunjungan politikus-politikus dari Republik Indonesia, mengadakan ceramah, atau sejenisnya. Ingat itu adalah negara di mana hukum di sana belum tentu sama dengan hukum di sini, belum tentu juga sama dengan negara lainnya. Jadi sangat mungkin ini lebih bisa dipegang potensi kebenarannya. Mengapa?

Kerajaan Saudi Arabia, pantas curiga dan berhak melakukan antisipasi, mengapa ada orang "bersembunyi" di negaranya, dikunjungi orang-orang yang selama ini memosisikan berseberangan dengan pemerintah dengan sering asal-asalan.

KSA sebagai negara berdaulat tentu lebih menghargai pemeritah Indonesia yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ingat pemerintah tidak melakukan perilaku yang layak menjadikan Rizieq menjadi "perlindungan" negara lain. Laiknya suaka misalnya.

Jika memang merasa baik-baik saja, tidak melakukan perlakuan melawan hukum, dan merasa benar, mengapa tidak dihadapi saja secara ksatria, seperti waktu demo dan menuntut ini-itu yang merasa paling itu? Mengapa berperilaku ganda dan "menggunakan" dalih ibadah dan tidak balik hingga visa kedaluarsa. Mosok sekian lamanya bukan? Toh minta SP3 juga sudah dilakukan, apa lagi yang mau diminta, dijemput presiden?

Aneh dan lucu, jelas karena politis lagi, baru kali ini ada orang yang mangkir dari pertanggungjawaban hukum, belum juga ditersangkakan sudah pergi, artinya tidak bertanggung jawab atas perilakunya, meremehkan penegak hukum, pemerintah, eh meminta bantuan DPR ketika mendapatkan masalah di mana ia menetap yang ia nilai berbeda nampaknya. Mulai tidak nyaman, tapi pulang juga tidak ada jaminan lepas dari jerat hukum.

Sedikit banyak Rizieq tahu apa yang akan terjadi, dia merasa bahwa perbuatannya salah, ia pikir masih bisa menekan pemerintah dengan cara-cara lama, dan faktanya tidak demikian. Jika memang  masih "jaya" tentunya berani pulang dan begaya, ingat akhir 2016 seperti maha dewa yang tidak tersentuh hukum bukan? Di mana Rizieq seolah tak tersentuh  itu?

Pogba dan Rizieq gambaran pribadi yang merasa paling. Lupa bahwa ia hidup di tengah-tengah sesamanya, yang perlu mendapatkan respek, penghormatan, dan sikap menghargai satu sama lain. Tidak ada orang yang di atas pihak lain, kecuali dalam perannya, semua sama, dan itu yang dilupakan mereka.

Kebintangan, ketenaran, kemasyuran toh ada batasannya. Kebesaran itu juga tidak bisa sendirian kog. Coba Rizieq diminta demo sendirian, atau menolak ini dan itu tanpa adanya rekan-rekannya yang membantu. Pun Pogba main sepak bola sendirian, tidak akan bisa.

Negara, sama juga klub pun harus dihormati, termasuk rekan dan pelatih, karena merekalah yang membuat mereka bisa berbuat lebih, dan ini yang diabaikan Pogba dan Rizieq yang merasa di atas yang lain. Respek, penghormatan, dan  jiwa  besar itu bukan dibangun dengan kesombongan, justru dengan kerendahhatian, dengan jiwa yang terbuka untuk memberikan penghormatan bagi pihak lain.

Ketika orang masih maunya menang sendiri, menafsirkan kebenaran dan kebesaran itu fokusnya adalah dirinya, ya siap-siap untuk makin tenggelam. Apalagi jika dibangun dengan menginjak-injak pihak lain untuk mencapai tangga tertinggi.

Kepiting itu yang bisa meloloskan diri adalah yang terbesar karena mereka mampu menarik yang kecil-kecil yang hendak berusaha, dan menjadikan yang kalah itu sebagai pijakan. Jika manusia berperilaku demikian, apakah benar masih insan manusiawi?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun