Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Trik dan Intrik serta "Nylampar" Politik ala SBY

28 September 2018   10:46 Diperbarui: 28 September 2018   11:03 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak perlu kaget dan heran, ketika Pak Beye mengatakan yang berkontes Pak Jokowi dan Pak Prabowo mengapa saya yang dihantam. Ini kan hanya mau membawa peran dia yang sama, bahkan lebih, lho aku juga ikut di antara kalian. Pola pengulangan ketika "mainannya" hilang, akan merengek dan menilai pihak lain yang merusakan atau menghilangkan, khas dunia anak.

Ketika AHY tersisih dengan sadis pada menit terakhir dalam pemilihan bakal calon wapres dua kubu, melalui orang kepercayaannya, langsung ramai dengan jenderal kardus. Mengapa demikian? Jelas tidak siap "kehilangan mainan", diperlakukan tidak adil karena uang, dan merasa bahwa itu merusak apapun yang ada.

Dalam pidato politik  ulang tahun Demokrat, yang lagi-lagi ia rayakan sendirian itu, adalah bentuk ungkapan ngambek, tantrum, yang syukur tidak ditanggapi dengan baik oleh para "orang dewasa" di sekelilingnya. Patut kalau meradang. Panggung yang terenggut itu makin porak poranda.

Puncaknya jelas dalam deklarasi damai, yang mau tidak mau harus datang dan menjadi momentum menunjukkan bahwa Demokrat dan SBY masih yang terdepan. Ia tahu persis itu hanya ilusi, bayangan kebesaran sendiri, yang abai realitas.

Ketika melihat bendera dan atribut parpolnya masih senyum-senyum, bukan pelanggaran, ketika ada atrubut rival mulai panas, ketika ada seruan, tidak tahan lagi dan meradang, pergi dari gelanggang. Apakah ini membuatnya makin besar?

Jelas tidak. Tidak akan bisa membangun dengan reruntuhan yang tidak dibersihkan. Perlu kesakitan dan proses untuk bisa menjadi lebih kuat dan kokoh lagi, dan itu sakit. Ternyata "anak-anak" tidak suka sakit. Anak lebih senang ditiup dan dikipasi, seolah-olah nyaman, namun tidak ada kesembuhan di sana.

Demokrat itu partai besar, pernah besar, salah kelola dan dipimpin pemimpin kerdil, jangan salah jika akan makin mengecil. Pasti ke depan yang akan lebih menguar tuduhan pihak lain yang membuat Demokrat hanya menjadi masa lalu.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun