Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrat Mencari "Playmaker" Jempolan

19 Agustus 2018   10:34 Diperbarui: 19 Agustus 2018   11:46 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrat usai kena kasus demi kasus korupsi di era lalu, pergantian pimpinan yang ternyata tidak membawa perubahan signifikan, puncaknya jelas pada kegagalan mengusung AHY dalam kontestasi 201. 

Pilkada DKI masih bisa mendapatkan pembenar hanya mengenalkan rising star, dan ternyata jauh dari ekspektasi sejak dini, ketika gagal menjadi bagian  utama koalisi. 

Tertatihnya Demokrat ini sebenarnya sangat parah ketika mendepat Rohut Sitompul, yang bisa berperan sebagai play maker. Menyerang dan bertahan dengan sama baiknya, kapan memancing "keributan", kapan mengendalikan keadaan dengan ciamik.

Apa yang dialami Demokrat ini sejatinya mirip dengan MU. Paul Scholes yang pensiun karena usai, belum memberikan jaminan lapangan tengah yang mendekati. Pelatih tahunan pun pensiun dari sana. Keadaan yang tidak mudah. Play maker yang bisa menghentikan bola atau orang yang menyerang, atau mengalirkan bola untuk menyerang. 

Demokrat ini perlu levelnya Xavi,  Iniesta, minimal Gatuso saja, bukan bagusnya, namun bola lewat orang  tebas, atau orang lewat bola tidak boleh ikut. Kali ini tidak perlu Pirlo, namun apa daya malah sekelas Hariono, yang kalau bola lewat orang terkapar karena tebasan yang telat atau malah bola dan orang lewat dianya yang jatuh.

Percobaan pertama nampaknya mau diambil alih Roy Suryo, namun apa daya, permainan yang tidak cukup lihai, cadangan yang tiba-tiba menjadi pemain utama, wajar kalau salah posisi dan salah menekel yang akhirnya malah kena kartu merah oleh pelatih, sekaligus kapten bermain, dan manajer sekaligus, SBY. Susah mengandalkan Roy yang dalam kapasitas keilmuannya saja sering salang surup itu. Akhirnya menepii dengan sendirinya, ketika usai "hukuman" itu.

Menjelang pendaftaran untuk pilpres, Andi Arief yang getol menjadi pemandu sorak, sekaligus nampaknya manajer bayangan, dan playmaker yang ditugasi menjadi gawang agar tidak kerepotan. Susahnya peran SBY sebagai penjaga gawang, manajer, pelatih, dan kapten ini sangat tidak efisien. 

Playmakernya bingung karena rekan setimnya, biasanya hanya pemain cadangan yang hanya mengikuti instruksi saja. Mereka pupuk bawang, asal ada 11 pemain. Pemain belakang saja tidak tahu bagaimana membuang bola, akhinya kiper yang harus jatuh bangun. Pun penyerang tidak bisa apa-apa ketika playmaker memberikan umpan.

Tidak heran ketika jenderal kardus dan tuduhan mahar 500 M Roy Suryo dan pejabat lain mengatakan itu pendapat pribadi bukan partai. Salah umpan yang terjadi. sebenarnya umpan tidak salah, hanya para pemain sedang bermuram durja jadi susah konsentrasi dan malah buang badan. Pemain eh pengurus lain tidak mendukung, namun toh tidak ada tanda-tanda si pelatih menganggap itu sebagai bahaya atas permainan. Ia terus bermain.

Keluarlah tendangan salto mengenai Sandi pernah datang kepadanya untuk mengusung Ahy bersama Sandi dengan menekel Prabowo. Lha apa lagi ini dianggap ilusi semata, pembelaan diri atas salah umpan, dan sejenisnya. Assist bagus yang tidak akan pernah diterima oleh penyerang rekannya, ataupun pemain bertahan, dibiarkan saja laju dan lewat depan gawang. Hilang dari peredaran dan tidak menjadi pembahasan berkepanjangan.

Upayanya kembali dengan mengatakan jika soal mahar itu perintah partai, dalam hal ini  kiper, pelatih, dan kapten tim sekaligus itu tahu dan memberikan restu. Ini juga tidak ada sambutan yang berarti dari mana-mana. Pemain rekannya hanya bengong sedang sisi lawan mana duli dengan pembelaan yang tidak ada arti seperti itu.  Ketika pelaporan pada wasit dan terancam kartu kuning dan bisa pula kartu merah, apa daya.

Permainan yang mengandung banyak risiko dan malah berujung pada bola liar di depan gawang sendiri, serta tidak ada harapan mampu membuat serangan balik yang menjanjikan, lebih baik fokus dialihkan. Asal tidak kebobolan lagi dan menyimpan energi untuk "pertandingan" berikutnya.

Demokrat ini salah parah strategi. Bagaimana tidak, ketika plpres sudah tidak bisa apa-apa, mengapa tidak konsentrasi pileg dan merebut pucuk pimpinan DPR dan kemudian konsentrasi pada 2024. Kondisi yang sangat longgar dan bisa diharapkan jauh lebih banyak.

Dengan pernyataan dukungan untuk Prabowo bukan Sandi, ini jelas kekanak-kanakan. Mana bisa memilih separo dari paket yang ada. Ini bisa dibaca bahwa mereka kerja setengah hati, kalau menang bisa menjadi bulan-bulan partai lain yang merasa lebih bekerja keras. Parahnya kalau kalah mereka bisa dijadikan kambing hitam karena mereka enggan bekerja sepenuh daya.

Demokrat harus serius jika mau tetap menyandang nama besar Demokrat, masih mau ikut pemilu dan pilpres dengan AHY sebagai kandidat di 2024. Rombak susunan pemain, tidak perlu menyesali pemain yang sudah ditransfer, dibajak, dan pergi dengan suka rela karena keadan yang tidak kondusif. Anggap itu sebagai dinamika dan konsekuensi logis.

Sentrum pada SBY jelas tidak mampu dalam era politik modern ini. bagaimana manajer, pelatih, kapten bermain, kiper lagi, terlalu banyak pemain yang hanya pokoknya SBY senang perlu dipensiunkan saja. Pemikiran kolot dan tua ini pun ternyata menghinggapi kader muda. Penyakit yang perlu disadari bagi Demokrat jika mau membesar bukan hanya numpang lewat.

Perlu kader-kader pekerja keras dan cerdas yang masih belum terkontaminasi  korupsi dan juga tidka asal ASS, Asal SBY Senang semata. Ingat Zon, plonga plongo, ada di sisinya sekarang. Tim tidak solid, saling melemahkan jelas terbaca dari Demokrat.

Saling sikut untuk dekat paling dekat dengan SBY sangat terasa. Hal yang juga penyakit akut yang perlu diamputasi. Mengubah model berpartai yang lebih baik lagi.

Terimakasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun