Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setarakah Amien Rais dan Mahathir Muhamad?

10 Juni 2018   12:00 Diperbarui: 10 Juni 2018   12:21 1407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Amien Rais ternyata menjadikan Mahathir Muhamad sebagai inspirasi. Pilpres 2009 dan  2014 diam dalam "pertapaannya" 2019 turun gunung untuk kembali menjajal kesaktian di dalam kontestasi pilpres 2019. Cukup menarik, usai bergerak bak perjaka mengejar cinta, kini menyatakan diri untuk hadir sebagai kontestan.

Kondisi Malaysia dan Indonesia saat ini tentu berbeda. Konteks mengapa Tuan Mahatir turun gunung pun bertolak belakang dengan apa yang menjadi motivasi Eyang Amien kali ini. perlu dilihat juga, fenomena Malaysia 2018 dan Indonesia 2019 sangat tidak sesuai sebagai perbandingan. Akan bisa diperbandingkan jika Indonesia 1998, sedikit banyak bisa dimengerti. Jadi Mahatir yang mendapatkan inspirasi jauh lebih tepat daripada sebaliknya.

Berangkat dari prestasi Mahatir. Beliau turun bukan karena skandal atau kegagalan dalam pemerintahan. Relatif wajar bukan karena kekalahan atau kesalahan fatal untuk dijadikan rujukan bahwa tidak layak lagi maju. Akhirnya rakyat Malaysia dan raja pun sepakat untuk memberikan kepercayaan kepada Mahatir. Ini jelas tidak ada persoalan di masa lalu.

Mendekati pemilihan, tidak banyak ujaran yang diproduksi oleh Mahatir untuk menarik suara baginya dan menjelekkan pemerintah. Apa yang dilakukan kritikan sangat wajar dan tidak memaksa polisi atau pejabat antikorupsi di sana untuk berbuat di luar hukum. Tidak ada pengerahan massa dengan dalih skandal ini dan itu.

Mahatir turun demi menyelamatkan Malaysia yang sedang dalam krisis kepemimpinan dan terkuak berbagai hal kini. Apa yang terjadi di sini tidak ada upaya perbaikan, apa yang hendak disasar semata kursi kekuasaan semata. Jika memang melanggar hukum, mengapa tidak lapor polisi, KPK, dan seterusnya toh DPR --nya sangat kuat.

Posisi pemerintahan Abdul Razak  relatif buruk memang, sehingga rakyat pun tahu dengan keadaan yang ada perlu perubahan. Tidak ada kampanye dengan kaos, kotbah beraroma politik yang terdengar lho ya, wong tidak baca dan dengar berita  ini. Yang jelas tidak segaduh di sini.

Apa yang menjadi inspirasi ini nampaknya terlalu dipaksakan, dengan kondisi bangsa ini. Apakah Eyang Amien  memiliki rekam jejak sebagai Perdana Menteri yang sukses minimal presiden, atau gubernur lah. Wong nyatanya jadi ketua MPR saja malah sekarang banyak  yang menggugat karena adanya UUD '45 yang kacau balau. Pun bapak reformasi yang diklaim banyak digugat juga, seolah banyak yang tidak rela. Nah momen '98 ini rupanya maau dibangunkan lagi.

Apa yang bisa dilihat dengan pernyataan mungkin akan nyapres oleh si Eyang?

Pertama, kebingungan karena kubu Pak Prabowo soal cawapres, milih A, si B ngambeg, milih B, si A meradang. Titik tengah mencari tokoh alternatif dan nemulah Eyang Amien dengan semangat (untuk menyemangati diri) bahwa Mahatir yang jauh lebih sepuh saja mampu dan bisa ternyata. Artinya kondisi yang ada berbeda lagi, ini mau tidak mau dari pada ribet. Artinya tambel butuh semata.

Kondisi bangsa ini normal-normal saja, ulah mereka saja yang tidak siap kalah membuat intrik dan ulah berlebih-lebihan. Satu saja  apa sih masukan dari mereka sebagai sarana membangun bangsa bukan saja ribut soal kursi? Sepanjang hampir empat tahun ini, mereka hanya ngulik kerja presiden kemudian dicela, bukan diperbaiki jika salah dan diapresiasi jika baik. Artinya mereka hanya mengejar kursi bukan demi kebaikan berbangsa dan bernegara.

Mahatir pilihan terakhir, tidak ada yang sekuat Mahatir untuk bisa bersaing untuk memenangkan pemilihan. Lah di sini begitu melimpah orang yang bisa paling tidak lebih memiliki daya tawar daripada Eyang Amien.  Sangat jauh dari posisi ketertinggalan untuk bisa bersaing, dibandingkan nama-nama yang selama ini sudah mengemuka, Prabowo, Gatot N, AHY, dan sebagainya.

Pengalaman Amien pun tidak sekaya Mahatir di dalam mengelola negara. Pengalaman birokrasi Amien sangat kurang. Memang sebagai "pemilik partai" dan akademisi pun tokoh ormas bisa dikatakan tidak kalah jauh dari Tuan Mahatir dibandingkan dengan Eyang Amien.

Sangat menakutkan jika politik identitas yang selama ini menjadi gaya berpolitik Amien yang akan dipaksakan untuk bisa mengejar ketertinggalan sekian banyak langkah. Sangat mungkin karena memang demikian pola dan kebiasaannya.

Jauh lebih bijak Amien jika seorang sepuh pinesepuh itu menjadi bapa bangsa, menasihati yang muda jika melenceng, dan memberikan pujian dan dorongan jika sukses untuk memberikan kesejahteraan pada rakyat dan membangun bangsa ini.

Susah untuk bisa memlihat Amien berbicara lebih jauh dalam pilpres dengan melihat pemilihan yang lalu, dengan nama yang relatif jauh lebih baik, kondisi berbangsa yang tidak penuh kebencian dan polarisasi demikian ketat.

Pertanyaan selanjutnya, jika benar maju, siapa pendampingnya? Prabowo? Apa iya bisa demikian, suara jauh lebih besar hanya mendampingi suara sangat kecil. Bagaimana PKS, mau dikadalin lagi dengan lebih telak kali ini? usai 2014 sudah menyingkir memberikan tikel pada Hatta?

Bisa saja dan mungkin terjadi Eyang maju, namun hitung-hitungan politis apa masih bisa memberikan kepercayaan itu juga tidak kalah penting. Jangan semata sukses Mahatir tanpa melihat segi lain, hanya melihat usia kemudian merusak bangunan kebersamaan yang sudah ada.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun