Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi di antara Reza Chalid, Budi Gunawan, Setnov, dan Rizieq

7 Juni 2018   15:00 Diperbarui: 7 Juni 2018   15:08 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi di antara Reza Chalid, Budi Gunawan, Setnov, dan Rizieq posisi dilematis yang dihadapi Jokowi sebenarnya. Tidak heran seharian kemarin ramai menjadi perbincangan ketika ada pernyataan yang belum sepenuhnya terkonfirmasi soal SP3 kasus yang menjerat Rizieq. Ada yang sampai demikian kecewanya kalau benar terjadi. lebih baik melanggar hukum asal di tahun politik pasti akan aman. Ekstrem dan tentu emosional di medsos saja.

Sebenarnya model pendekatan Jokowi sering tidak terduga dan luar biasa. Gejolak besar yang sangat potensial menjebak negara dan posisinya pun bisa terselesaikan dengan relatif baik. Benar bahwa pro dan kontra bisa terjadi karenannya. Posisinya sebagai presiden, berbeda dengan relawan, partai politik, ataupun pendukung. serba susah apalagi menghadapi pendukung ataupun "oposisi" yang asal-asalan.

Riza Chalid orang kuat yang mmebuat pemerintahan dulu seolah tidak ada pemerintahan, orang sangat lama yang mempermainkan harga BBM,  pengolahan minyak, dan sejenisnya. Toh bisa ditendang tanpa ada gejolak yang langsung menohok pada jantung pemerintahan. Bahwa ada riak perlawanan pasti ada. Dan nyatanya tidak sampai membahayakan negara. Ini prestasi, bukan sembarangan. Elit negeri pun banyak yang ikut merasa geram karena kran kekayaannya disumbat dengan pembubaran Petral itu.

Budi Gunawan, ini bukan lagi sosok biasa. Simalakama karena penyalonannya sebagai Kapolri sangat berbahaya. Gol dihantam sebagai pro koruptor, soal ini pun masih belum usai, dugaan ini dan itu yang mengemuka tiarap saja. Ini karena politik yang masih menjadi panglima. Satu paket dengan pencalonan Tito di man yunior lima tingkat, yang bisa membuat polisi bergolak, eh bisa dengan mulus selesai.

Setya Novanto, belut satu ini sampai berani melabeli Jokowi koppig, luar biasa coba, eh masih bisa menjadi ketua dewan, dan akhirnya menjadi pendukung pertama. Melihat dan mendengar rekaman semua orang sudah geram dan bisa habis Setnov. Eh tidak, dan malah jadi ketua umum Golkar yang menjembatani perselisihan berkepanjangan dua lisme Golkar yang kemudian mengusung Jokowi menjadi capres 2019, mendahului PDI-P.

Padahal bisa ke mana-mana arah bola liar kasus Setnov ini. Nyatanya dengan tangan dingin dan politisi elegan semua bisa diatasi. Jangan lupakan "jasa" Setnov dalam demo berjilid-jilid. Hal krusial yang sangat penting.

Ketika gegap gempita dan suasana panas itu mereda. Setnov yang sempat terjungkal dan naik kelas lagi itu, masuk pengadilan. Terpidana korupsi, padahal begitu kuatnya orang ini, dan tidak berdaya juga ditangan KPK.

Rizieq, hal yang sederhana menjadi tidak mudah karena begitu kompleknya persoalan berbangsa ini. politik bisa ditarik ke agama, agama bisa ke hukum, hukum bisa tersesat oleh agama pun politik. Tidak mudahnya di sini. Apa yang sekiranya terjadi jika Riziek ini ditahan atau disidang dalam tahun panas ini?

Soal kasus hukum itu kan jelas pengadilan yang akan membuktikan benar atau salah, terbukti atau tidak, dan bisa dilanjutkan atau dihentikan. Jika memang ada alat bukti dua, dan saksi yang cukup sialakan disidang dan bagaiaman keputusan hakim. Ini dulu jika negara ini adalah negara hukum benar-benar.

Risikonya adalah, apapun yang terjadi, begitu banyaknya pendukung, memiliki corong lagi, akan timbul kegaduhan baru yang tercipta.  Ingat stabilitas politik itu juga penting, bahwa kepastian hukum juga penting. Di sinilah peran bijak itu dibutuhkan. Mengejar kepastian hukum namun membuat blunder secara politis buat apa coba?

Apakah politis dan politik itu yang utama? Kondisi faktual juga yang berbicara, ini Indonesia di mana politik maslih jauh lebih kuat.  Apalagi berhadapan dengan opini jalanan, demokrasi jalanan waton sulaya, membedakan dengan demokrasi jalanan ketika demokrasi sesungguhnya mampat seperti '98.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun