Dua nama awal sejak beberapa waktu lalu menghiasi jalan-jalan dengan banner photo diri, Cak Imin dengan cawapres, Gus Romi masih soal kebangsaan, dan bari-baru Airlangga melenggang di tv dengan iklan layanan masyarat, awalnya dengan industi yang memang bidangnya, ditutup photo berdua  dengan presiden.
Tentu hal wajar, biasa menyaksikan perilaku ketiganya di dalam hangatnya suhu pilpres mendatang ini. Dengan gerbong partai politik masing-masing, jaringan yang ada, dan kinerja selama ini, pantas-pantas saja mereka merasa diri yakin bahwa Pak Jokowi akan meminangnya untuk menjadi pasangan di pilpres mendatang. Sangat wajar, wong yang tidak punya partai saja banyak yang kepedean, apalagi memang memunyai kendaraan.
Mari melihat ketiganya dengan rekam jejak panjangnya, minimal prapilpres 2014. Urutan pembicaraan berdasar  mulai tampilnya, bukan mengenai prediksi dan peluangnya.
Cak Imin. Ini paling getol untuk mengampanekan diri sebagai salah satu kandidat wapres. Malah "menekan" ke dua arah kalau dia paling menjanjikan, kedua calon dengan keberadaan dirinyalah yang akan membawa kemenangan. Bukan hanya ke Pak Jokowi, namun juga ke Pak Prabowo. Cukup pede juga.
Jika berbicara ke arah Jokowi, Cak Imin, memang paling patut merasa terlayak. Termasuk partai yang pertama-tama mengusung Gubernur Jokowi ke pentas nasional. Sejak awal, apalagi jika dibandingkan Golkar dan P3. Tidak heran cukup pede Cak Imin mengiklankan diri.
Memang jika berbicara elektabilitas dan dukungan kursi tidak cukup signifikan. Cukupan saja. Hal ini ditutupi dengan sikapnya yang tidak mendua memang. Ada dalam barisan pemerintah, mau kursi kabinet, ya mau juga kerja keras di dalam isu-isu terkait kebijakan pemerintah. Beda dengan partai yang hanya mau kursi, malah menusuk dari dalam. salut.
Gus Romi. Politikus muda, yang memang susah dinilai prestasinya karena kinerja kolektif dewan, sangat susah mendapatkan sorotan, beda dengan Cak Imin yang pernah jadi menteri. Keberadaan Gus Romi belum benar-benar teruji. Soal dukungan ke pemerintahan sih memang sepanjang dalam kepemimpinannya P3 solid di belakang pemerintah. Tidak pernah ribet, namun 2014 ada pada kubu sebelah.
Faksi yang tidak mendukung pemerintah cukup kuat. Hal ini cukup membuat repot juga. Kepemimpinannya belum teruji benar di dalam partaii politiknya sendiri. Suara juga tidak cukup signifikan. Masih begitu banyak celah dan titik kritis jika menjadi cawapres.
Positifnya adalah politikus muda, masih relatif bersih, dan memiliki rekam jejak yang lebih baik soal dugaan atau isu korupsi dan kemauan untuk berpolitik lebih bermartabat. Jarang model politikus muda yang mau demikian, kecenderungan gila kursi ternyata masih cukup terkendali.
Bung Airlangga. Ketua umum Golkar kecelakaan ini melanjutkan kepempimpinan Setnov yang masuk bui. Kebijakan mendukung pemerintah adalah pilihan Setnov. Gerbong besar Golkar pada pilpres 2014 ada pada sisi Prabowo, memang Airlangga bukan tokoh utama di Golkar waktu itu.
Politikus muda, diterima banyak kalangan, dan friksi di dalam Golkar ternyata juga tidak membuat banyak gejolak dan ulah sebagaimana yang lalu-lalu. Ini sebuah prestasi yang bisa menjembatani banyak kepentingan dan latar belakang dari keberadaan Golkar.