Langkah taktis dan strategis yang dipilih pun belum begitu menjanjikan hal yang positif sejauh ini. kebersamaan dengan komponen yang beririsan dengan kandidat kuat lain, seperti Prabowo, kelompok agama, dan kalangan khusus lainnya, bisa menjadi bumerang di antara keduanya.
Partai politik yang cenderung hanya fokus ke dalam, sebagaimana dinyatakan Gatot sebagai pernyataan frustasi ternyata tidak semudah dan seideal yang dibayangkan dulu, ketika baru melihatnya saja. Peran parpol menjadi penting bagi perpolitikan di Indonesia. Dan ini abai ia lihat, pengalaman Prabowo, Wiranto, dan SBY yang baik tidak ia ikuti.
Elektabilitas saja tidak cukup. Di sinilah yang membedakan. Dan momentum serta waktu juga diabaikan sebagaimana Yusril nyatakan bodoh tapi presiden, pinter sebagaimana dirinya dan Amien tidak bisa menjadi presiden. Ini pun frustasi tingkat tinggi. Mengapa? Karena abai akan dunia politik yang ia geluti. Aneh sebenarnya jika orang mang melintang dan erat dengan politik masih bisa berkomentar demikian.
Populer, keterpilihan, dan dipercaya pemilih menjadi penting. Satu saja lemah, sudah lewat. Pinter saja tidak cukup. Keterpilihan saja pun masih kurang, Â percaya saja, tidak terkenal ya sama saja. Dan pribadi yang komplit sepertii itulah yang pulung. Mau pooling samping guling-guling jika tidak pulung, ya sudah. Pulung bukan berarti mistis, namun memiliki kriteria-kriteria tersebut, populer, dipilih, dipercaya, dan waktu yang pas.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H