Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memungut Ceceran "Darah Biru", Feodalisme Gaya Baru

5 Maret 2018   05:20 Diperbarui: 5 Maret 2018   17:34 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia memang menghendaki yang eksistensial, tidak heran orang akan berlomba-lomba untuk esksis. Takut akan tergerus oleh zaman dan keeksistensian diri, maka segala daya upaya akan dilakukan, salah satunya mengaitkan diri dengan yang lebih, baik lebih besar, lebih tenar, atau lebih menjanjikan. Apakah itu penting? Sebenarnya tidak juga. Memang ada yang menilai bahwa itu penting dan utama.

Sebenarnya apa yang perlu dibangun adalah;

Sikap percaya diri, bahwa semua orang itu unik, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika melongok terus ke kebun tetangga. Tidak akan ada habis-habisnya. Kepercayaan diri membantu menjadi sikap nromo ing pandum.Tidak akan tamak dan rakus, klaim sana sini.

Membangun sikap cukup dan tidak berlebihan. Cukup tidak perlu memaksakan diri, kemudian menjadi berlebihan, dan bisa menjadi bahan cibiran ketika mengaitkan diri dengan tidak semestinya.

Rekam jejak jauh lebih abadi. Coba apa yang sudah dilakukan, sesuai kapasitasnya tentu, akan menenteramkan batin, daripada melihat prestasi pihak lain. Hidup tidak akan tenteram jika demikian terus. Mati pun tidak siap jadinya.

Prasasti itu adalah prestasi. Jangan khawatir akan dilupakan jika memang memiliki jasa, namun jangan paksakan bahwa itu prestasi kalau memang tahu bahwa hal itu hanya sensasi. Viral, tenar, dan populer yang instan juga akan instan pula hilangnya. Tidak perlu khawatir berlebihan sebenarnya.

Prestasi tidak terkait dengan darah atau jabatan. Tengok saja yang masih memiliki "simbol" raja, toh perilakunya juga tidak lebih mulia, malah terkena skandal menghamili gadis, berebut harta dan tahta, dan sejenisnya. Artinya prestasi itu bukan berkaitan dengan darahnya, namun kualitas pribadinya.

Memangnya kalau sudah mengenakan, mendapatkan gelar ini dan itu otomatis menjamin kualitas hidup juga menjadi lebih baik? Darahnya tidak salah, gelarnya tidak salah, namun kalau berlebihan di dalam memuja gelar atau darah, apa sih yang diperoleh?

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun