Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Suksesnya Kaderisasi Korupsi dan Gagalnya Kaderisasi Politisi Bersih

1 Maret 2018   09:46 Diperbarui: 1 Maret 2018   11:55 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Suksesnya kaderisasi korupsi dan gagalnya kaderisasi politisi bersih, malah menghasilkan politikus tamak, rakus, dan gila kuasa. Sangat ekstrem, bukan lagi kejahatan luar biasa saja. 

Bagaimana tidak? Ketika dua generasi dalam satu rangkaian yang sama untuk berkolaborsi dalam mencuri. Tidak menggunaan praduga tak bersalah atau berpikir positif soal maling ini, bagaimana ketika bapak dan anak terkangkap basah dalam satu peristiwa korup.

Dulu ada anak membela ibunya, masih lah belum ada kebersamaan, dulu lagi, kakak adik bagi-bagi proyek, atau lebih kuno lagi, kan bapak saja maling, anak istri menikmati, atau suami istri saling batu dan sokong untuk itu. 

Ini sudah tidak lah wajar lha ini, malah anak dan bapak dalam satu frame yang sama dicokok KPK, jangan malah nantinya nuduh KPK membuat perencanaan ini. Jika ada, sangat mengerikan bahwa persepsi massa mau diubah dan balik menjadikan KPK penjahat yang menguber orang baik bagi mereka.

Jika, sekali lagi, jika memang beragama dan bermoral Pancasila yang baik, tentu orang, seorang bapak atau ibu akan merasa tidak kolu,tidak bisa menelan memberikan anak-anaknya uang tidak sah, uang malingan untuk kehidupan mereka, namun ini malah anaknya sendiri dikader dan dididik jadi maling yang sama. Mereka berpendidikan semua, gelar tidak kurang, miris menyaksikan perilaku tamak dan rakus yang sudah demikian akut. Mengenai pendidikan yang tidak mengubah hidup lebih lengkap bisa diikuti di sini.

Kaderisasi memang sangat sukses dengan luar biasa. Generasi '98 lebih muda, salah satu yang kena OTT ini bahkan belum 30 tahun, artinya pelaku korupsi sudah beranak pinak. Generasi Nazar, Angie, dan Anas, ternyata sudah jauh diikuti yang lebih muda dan belia. 

Ini regenerasi yang sangat cepat, bandingkan bulu tangkis, era Susi Susanti belum ada pengganti, apalagi sepak bola era emas Sea Games, lebih parah semifinalis Asian Games 86 kalau tidak salah, regenerasi bola rusak terus berlanjut. Mengapa gagal dalam hal yang baik? Karena bangsa ini lebih suka kemasan daripada esensi yang mau dicapai. Lebih jauh ada kala artikel ini.

Orang menjadi  politikus bukan untuk mengabdi, melayani, dan membangun bangsa, namun demi kebanggaan diri dan keluarga. Ekonomi beaya tinggi, karena membeli popularitas, membeli pemilih dengan berbagai cara. Tidak heran lahirnya pemimpin korup bukan pemimpin berkarakter dan berkualitas. Kemanusiaan kalah oleh materi. Manusia menjadi batu loncatan, manusia menjadi batu pijak dan akan dilupakan. 

Orientasi adalah uang, bisa menerima suap, atau menjual proyek, dan izin usaha. Jual beli jabatan makin marak, dan makin marak pula penjualan hutan, tambang, kalau ada. Manusia menjadi budak materi. Lebih jauh bisa disimak dalam artikel ini.

Luar biasanya apa yang terjadi hari ini, telah dituliskan oleh salah satu novelis besar bangsa ini, bagaimana kekuasaan atau pemimpin tamak, rakus, hanya memikirkan diri, keras kepala di balik kebodohannya itu telah menjadi gaya kepemimpinan bangsa ini, salah satunya penggunaaan agama dan kesalehan untuk mendapatkan pengikut dan kekuasaan. Lebih luas bisa dilihat dalam artikel ini.

Apa yang terjadi di dalam OTT walikota Kendari dan kandidat gubernur mendatang, bapak-anak sekaligus, dalam satu peristiwa korupsi, membuktikan luar biasanya kesuksesan kaderisasi dan regenerasi korupsi. 

Muda usia lho, belum genap tiga puluh tahun. Tidak berlebihan jika ada kekuasaan "dilimpahkan" kepada kerabatnya, atas nama UU dan demookrasi memang tidak salah, kemudian kekayaannya meningkat dengan pesat, relasi dengan dewan harmonis, tidak pernah terdengar riak yang berarti, radar KPK perlu lebih awas dan membuka mat lebar-lebar dan telinga dengan baik. 

Ada potensi tindak korup di sana. Kecurigaan yang berdasar banyak fakta yang ada demikian. Bahwa ini menjadi pembunuhan potensi "pengalihan" kekuasaan suami ke istri karena memang sukses, toh indikator lain bisa dijadikan fakta. 

Suara-suara sumbang soal korup dan pemimpin korup sebenarnya tidak tiba-tiba kog, hanya orang enggan, kurang bisa memberikan fakta, dan adanya lingkaran kekuasaan yang sama-sama enak jadi diam atau memaksa diam suara yang akan timbul.

Ini soal mental, sikap batin, dan tabiat maling, bukan karena kurang makan, atau kepedulian untuk berbagi, karena toh semua ditumpuk. Berbagi pun bukan karena kerelaan hati, namun demi aman diri.

Ekonomi beaya tinggi politik dan pilkada perlu menjadi pertimbangan mendesak, daripada sekadar UU MD3 yang hanya mikir kursi dan amannya diri saja. Penyederhanaan parpol dengan pertimbangan rasional bukan karena ketakutan pihak-pihak yang ingin berkuasa dengan absolut. Jauh lebih tidak bermanfaat dengan banyaknya partai politik. 

Maling, dihukum pas di dalam partai A besok bisa menjadi calon ini itu oleh partai B. Ini luar biasa rusaknya, hanya karena tenar, dna tentu lebih cerdik maling, kan sudah belajar banyak.

Hukuman sosial dengan menghukum partai pendukung kader korup, susahnya semua partai sudah terkontaminasi. Mau teriak keras pasti akan dihantam oleh godam korup dan kroni pendukung aksi korup. Susahnya mencari kader potensial dan berkualitas, eh malah kader maling menjadi-jadi.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun