Melihat kepemimpinan Edy Rahmayadi, membandingkan gajinya dengan Evan Dimas, tentu menarik, sebagai salah satu kandidat gubernur Sumatera Utara, Pangkostrad, dalam konteks gaji masih aktif lho, dan juga ketua umum PSSI. Sangat  mendasar apa yang dikatakan tersebut, panglima yang mengaku bergaji 30 juta dan dibandingan Evan Dimas yang 100 juta.
Nada iri bisa dibaca, bahwa karyanya 30 tahun dengan 30 juta, tidak sebanding dengan apa yang akan diperoleh Evan Dimas. Lha kalau dibandingkan Messi, Neymar, dan Ronaldo, apalagi, per pekan mereka masuk angka M.  Mencoba mengerti apa sih maksudnya, apalai campur aduk, sebagai petinggi PSSI, malah mengatakan gaji  tentaranya. Jika sebagai ketua PSSI seharusnya bangga dengan capaian "binaannya" bukan malah seolah iri dan seolah mematahkan semangat.
Menyaksikan hal itu, jadi ingat, ada punggawa timnas yunior yang harus "melepas" kaus tim kebanggannya untuk dilelang dan digunakan untuk operasi karena cidera. Ke mana perhatian ketua PSSI ini? kog tidak bilang kaos 500.000 dibandingkan dengan gajinya. Perhatian itu justru pada yang demikian, bukan malah yang berprestasi.
Memang bahwa yang cidera dan posisi Evan tidak serta merta bisa menjadi pembanding. Namun melihat apa yang dicapai di PSSI, untuk menjabat gubernur, nampakny susah. Â Prestasi apa yang ditorehkan sebagai ketua umum PSSI?
Prestasi, permainan timnas yang bagus, bukan karena pembinaan tangan dingin Pak Edy. Bakat alam yang memang luar biasa, ditempa pelatih-pelatih profesional, dan lahirlah talenta-talenta baik.Â
Prestasi atas tangan dingin Pak Edy belum nampak dengan konkret. Memang prestasi tidak hanya satu tangan dan sesaat seperti membalik telapak tangan. Namun melihat keberadaan liga dan berita yang menyertai, tidak ada perubahan yang signifikan. Penyakit lama masih saja begitu dan begitu.
Memilah dan memilih nampaknya belum bisa, gaya masa lalu banget. Acara PSSI mengenakan seragam militer, lengkap lagi, bicara sebagai ketum PSSI pun membandingkan gajinya, padahal gak jelas tidak bisa.Â
Coba menggunakan pikiran jernih, berapa lama gaji itu, bahkan ada pensiun. Pemain bola paling banter dua puluh tahun masa kerja, pun puncak gaji, jarang yang mampu lima belas tahun. Sangat terbatas. Jika bijak melihat, tentu tidak akan mengucapkan soal itu, susah melihat itu sebagai sebentuk motivasi. Artinya, Â sebagai bapak, pemimpin, dan pembina sangat buruk.
Memberikan dorongan, motivasi, dan membesarkan hati itu penting. Apakah mudah dilakukan? Jika pribadi tersebut kerdil jiwanya, ya susah. Bagaimana mau membagikan apa yang ia sendiri kurang, apalagi tidak ada kemauan untuk itu.Â
Salah satu tugas penting pemimpin itu adalah menyemangati, apalagi  hasil  tinggal panen, bukan jeris lelah sendiri. Apa sih susahnya? Tidak ada yang salah dengan pilihan main di luar negeri. Peraturan jelas kog FIFA soal pemain saat klub dan timnas main.
Melihat keadaan itu, nampak wawasan soal pemain yang bermain di luar negeri masih terbatas. Regulasinya jelas, klub harus  melepaskan pemainnya, apalagi masuk dalam kalender FIFA. Malahan kub bisa diberi teguran bahkan hukuman jika melanggar aturan ini.