Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Juventus dan MU, Segelintir Klub yang Tidak Mau Dikendalikan Pemain

24 Januari 2018   11:55 Diperbarui: 24 Januari 2018   15:07 1812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Juventus dan MU segelintir klub yang tidak mau dikendalikan pemain, demikian salah satu pelatih di Eropa menilai. Pemain tidak lebih besar dari klub, bagi Juve dan MU. 

Pernyataannya ini sangat wajar, di mana, industri bola sudah sangat demikian lekat dengan kuasa uang, dan yang paling menjual adalah pemain. Lihat Ronaldo, Pogba, Neymar, Messi, dan pemain bukan siapa-siapa seperti Daniel Alves pun berani betingkah. 

Manajer pemain bisa merusak kamar ganti karena gosokan soal gaji. Perpindahan satu pemain, biasanya diiming-imingi gaji jauh lebih besar, tentu membuat resah pemain lama yang digaji dengan hitungan "dulu."

Pelatih bisa dipecat karena pemain bintangnya "ngambeg" tidak mau bikin goal karena permintaannya tidak dikabulkan. Permintaan bisa saja berupa pemain yang akan memanjakannya, atau gaji dan bonus yang besar. Pusing bukan pusing soal strategi karena "mogok"nya pemain andalan. Padahal, kalau ia hengkang, fans akan ngamuk dan berkaitan dengan uang lagi bagi klub.

Bajak membajak pemain juga bisa karena ulah pemain sendiri.  Harga yang menggiurkan bisa membuat susah mengaitkan pemain dengan kesetiaan pada klub. Tidak ada loyal menang berhadapan dengan uang. Ada cuma tidak akan seperti dua tiga dekade lalu. Rivalitas klub pun bukan halangan.

Slaven Bilic menyatakan Juve dan MU yang lebih besar dari klub, bukan pemain melebihi klub. Jika klub mampu berbuat demikian, pemain tidak akan berani berulah. 

Meskipun bintang, namun tidak membawa kontribusi signifikan, semua habis malah sangat merugikan, membayar mahal, tanpa torehan prestasi. Jauh lebih menjual dan menguntungkan untuk melepasnya saja dengan memperoleh dana segar, mereka juga lepas dari rongrongan pemain bintang mereka.

Pemain merata, permainan kolektifitas, jauh lebih menjanjikan daripada bertabur bintang namun malah perang bintang sendiri. Madrid hari-hari ini mengalami. Bagaimana mereka seret bahkan masih tercecer pada posisi empat, bagi Madrid ini sangat buruk. Mengapa? Karena Ronaldo lagi mejen,padahal diistirahatkan, ia akan meradang. 

Padahal penting pemain mau menepi untuk beristirahat itu. Selain jenuh, pihak lawan juga tidak hapal dengan pola permainannya. Namun ego bintang yang besar tidak mudah mau menerima dan mengerti demikian.

MU berani menjual pemain bintang ini karena merasa akan mengalami apa yang dialami Madrid kini. Dana segar yang sangat mahal lumayan untuk bisa belanja dan membangun tim baru yang lebih merata. Keputusan yang baik dan tepat, tidak mengalami kerugian dengan hal itu.

Juve juga sering melepas pemain bintangnya yang mulai main "belagu" demi keadaan tim yang lebih baik. Tentu fans akan marah dan kecewa, namun kebutuhan tim yang lebih besar sering tidak diketahui dan pahami oleh para penggemar.

Membangun sikap klub lebih dari sekedar pemain bintang, tidak mudah. Presiden klub yang suka pemain bintang, bisa saja nylenehdan memberikan fasilitas dan previlegi yang lebih demi pemain pujaannya mau menjadi pemainnya. Hal ini juga yang merusak sepak bola.

Apakah bisa diubah? Susah karena kesadaran akan brandsebuah klub bisa berbeda-beda, ada yang suka karena mengumpulkan bintang, prestasi, ada pula yang jual beli pemain, soal mau juara atau tidak, tidak penting. Yang utama keuangan klub sangat sehat. Apalagi melibatkan uang, yang sangat menarik peran manajer pemain yang menjadi masalah.

Mungkin bisa mengatasi hal itu, jika meniru model NBA di mana penjualan pemain dan pembelian pemain harus selevel. Susahnya NBA hanya satu negara, dan yang sangat besar toh hanya satu di USA. 

Kalau bola paling tidak ada lima liga tertinggi, dan itu memiliki cara dan sudut pandang yang berbeda. Perombagan tim ala Cheasea dulu, kini menghinggapi PSG, City, dan tidak heran tidak ada lagi  bangga akan akademinya. Akademi yang baik pilih menjual bakal pemain yang menguntungkan.

Pemilik modal dan manajer pemain yang tergiur mewahnya kehidupan, tentu sangat mudah untuk memainkan bidak-bidaknya dalam percaturan bola modern ini. Tahun ini di negara ini, besok atau dua tahun lagi, pindah lagi dengan uang yang jelas lebih besar.

Apakah klub-klub akan "terjaga" dengan pernyataan Slaven Bilicini? Jika iya, akan tercipta klub-klub legendaris, dihormati fans dan pemain bukan karena uangnya, namun karena karakter mereka. Kebesaran mereka bukan karena segelitir pemain, bahkan pemain yang besar karena mereka.

Jika demikian, tidak akan terdengar pemain ngambeg untuk dijual atau nambeg bikin gol karena pemian yang akan memudahkannya bermain tidak dibeli. Respek atas klub tercipta.

Penghormatan pada rekan dan pelatih terjadi. Pun akan  tercipta permaian bola yang membumi, bukan sekadar kumpulan artis level Hollywood yang didukung para "pelayan" yang berjerih lelah tanpa penghormatan. Tidak akan ada pemain marah kalau bolanya gol bukan karena dirinya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun