Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Juventus dan MU, Segelintir Klub yang Tidak Mau Dikendalikan Pemain

24 Januari 2018   11:55 Diperbarui: 24 Januari 2018   15:07 1812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membangun sikap klub lebih dari sekedar pemain bintang, tidak mudah. Presiden klub yang suka pemain bintang, bisa saja nylenehdan memberikan fasilitas dan previlegi yang lebih demi pemain pujaannya mau menjadi pemainnya. Hal ini juga yang merusak sepak bola.

Apakah bisa diubah? Susah karena kesadaran akan brandsebuah klub bisa berbeda-beda, ada yang suka karena mengumpulkan bintang, prestasi, ada pula yang jual beli pemain, soal mau juara atau tidak, tidak penting. Yang utama keuangan klub sangat sehat. Apalagi melibatkan uang, yang sangat menarik peran manajer pemain yang menjadi masalah.

Mungkin bisa mengatasi hal itu, jika meniru model NBA di mana penjualan pemain dan pembelian pemain harus selevel. Susahnya NBA hanya satu negara, dan yang sangat besar toh hanya satu di USA. 

Kalau bola paling tidak ada lima liga tertinggi, dan itu memiliki cara dan sudut pandang yang berbeda. Perombagan tim ala Cheasea dulu, kini menghinggapi PSG, City, dan tidak heran tidak ada lagi  bangga akan akademinya. Akademi yang baik pilih menjual bakal pemain yang menguntungkan.

Pemilik modal dan manajer pemain yang tergiur mewahnya kehidupan, tentu sangat mudah untuk memainkan bidak-bidaknya dalam percaturan bola modern ini. Tahun ini di negara ini, besok atau dua tahun lagi, pindah lagi dengan uang yang jelas lebih besar.

Apakah klub-klub akan "terjaga" dengan pernyataan Slaven Bilicini? Jika iya, akan tercipta klub-klub legendaris, dihormati fans dan pemain bukan karena uangnya, namun karena karakter mereka. Kebesaran mereka bukan karena segelitir pemain, bahkan pemain yang besar karena mereka.

Jika demikian, tidak akan terdengar pemain ngambeg untuk dijual atau nambeg bikin gol karena pemian yang akan memudahkannya bermain tidak dibeli. Respek atas klub tercipta.

Penghormatan pada rekan dan pelatih terjadi. Pun akan  tercipta permaian bola yang membumi, bukan sekadar kumpulan artis level Hollywood yang didukung para "pelayan" yang berjerih lelah tanpa penghormatan. Tidak akan ada pemain marah kalau bolanya gol bukan karena dirinya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun