Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kala Anggur Mengalahkan Buruknya Korupsi

7 Januari 2018   06:56 Diperbarui: 7 Januari 2018   08:44 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kala anggur mengalahkan buruknya korupsi, jangan dulu sensi, apalagi omong agama lho ya, pakai pikiran jernih, apalagi belum-belum bilang anak hewan, daripada malu, mendingan mundur dan baca sampai tuntas. Selama ini kan yang dinilai kejahatan luar biasa itu pada narkoba, terorisme, dan korupsi alias maling berdasi itu. Tapi kenapa pelanggar tiga kasus itu sering lebih "terhormat" daripada pelaku tindak yang berkaitan dengan susila, ranah etis yang masih bisa diperdebatkan, dan pelanggar hukum dan pelaku kriminal lebih mendapat tempat. Sikap permsif lebih longgar bagi mereka. Tentu kalau sudah maju beneran, pelanggar norma etis dan kriminal tidak ada bedanya.

Korupsi melaju saja kog....

Menarik apa yang hangat saat KPK OTT bupati HST, di mana pelaku yang saat ini adalah bupati menerima uang yang diduga adalah uang suap. Merunut ke belakang, sebenarnya si bupati ini pun dulu, ada pada posisi sebagai pengusaha yang merugikan proyek negara, karena proyek mangkrak yang ia tangani dan sudah dipidana.  Jelas apa yang ia lakukan itu perbuatan kriminal, potensi terulang sangat besar ketika memiliki kekuasaan. Dan nyatanya diabaikan oleh partai politik dan sebagainya. Melaju menjadi pimpinan dan kembali aktivitas ngemplangnya terulang. Ini bukan kasus satu-satunya sebenarnya, banyak banget, dan kalau mau jujur memang itu mekanisme demokrasi abal-abal, yang menghasilkan bandit demokrasi dan demokrasi akal-akalan.

Anggur malah mundur....

Tentu bukan soal anggur semata yang membuat seorang kandidat calon wakil pimpinan daerah mundur, namun masalah yang digemborkan adalah ranah etis. Ranah yang sangat subyektif, tidak berkaitan dengan pelanggaran hukum. Hayo kalau mau jujur, pejabat Indonesia, benar tidak kalau ke luar kota atau luar negeri ganti pasangan? Tentu hal ini  bukan untuk mendukung perilaku buruk itu, namun janganlah munafiklah. Jauh lebih buruk perlaku nonetis ataupun pelanggar hukum yang tebal muka, tidak tahu malu, dan tetap saja melaju. Bahaya mana coba perayu atau pembunuh? Toh biasa saja melihat pembunuh (arti sangat luas), bahkan dielu-elukan.

Anggur....

Sedikit bahas anggur, lebih jelas tanya simbah saja, paling tidak, kadar anggur tidak akan lebih dari 20%. Ingat bukan soal agama, soal akademis, alkohol setingkat itu susah membuat mabuk, kecuali minum segentong, itu malah buat beser iya. Maksudnya tidak akan berpengaruh banyak pada perilaku, apalagi tindakan aneh-aneh. Coba bahaya mana kalau pimpinan daerah itu mabuk pas rapat itu baru bolehlah atau bahaya mana tidak minum tapi mabuk, baik pernyataan atau idenya?

Kualifikasi kebejadan e....

Sangat menarik adalah hal ini, bagaimana kebejadan itu bisa menjadi nihil kalau bersama-sama dalam kelompoknya, menjadi sangat rendah ketika berseberangan dengan kelompoknya. Kalau model begini ya repot. UU banyak banget dibuat, perda tidak kurang, namun jika masih bisa ditafsirkan sesuka hati ya ribet dan repot sebagai bagian hidup bersama sebagai bangsa dan negara. Padahal kan jelas hukumnya, Pancasila dan UUD'45. Bagaimana pendukung penggantian Pancasila lebih dipuja daripada pemangku paha coba.  Memang kalau mau idealnya, sempurnanya, tidak akan ada yang mampu menjadi pemimpin, paling tidak, ya wajar-wajar sajalah, tidak perlu berlebihan. Siapa yang dirugikan dan korban juga perlu dilihat dan dipertimbangkan.

Partai Politik perlu tegas....

Memiliki standart moral sendiri yang tegas dan jelas. Misalnya, soal pasangan yang bagaimana itu ada di dalam peraturan mereka, bukan asal-asalan dan ada kasus baru bingung. Misalnya bercerai karena apa? Selingkuh, atau meninggal, atau apa, tentu berbeda bukan? Ketahuan memiliki skandal dengan lawan jenis sebatas apa. Kadar moral yang jelas dan lugas. Apalagi soal hukum. Jangan seenaknya mengatakan praduga tak bersalah terus. Kalau jelas-jelas profilnya tidak membuktikan itu artinya praduga bersalah menjadi penting. Praduga tak bersalah itu  untuk melindungi fitnah bukan malah berlindung menghindari fitnah, bedakan. Selama ini partai politik tutup mata dengan masalah ini. Prestasi minim, bekas tahanan karena populer dan tenar tetap saja diangkat dan didukung dengan menggebu.

Masyarakat belajar....

Belajar kritis dan peduli. Kemajuan dunia teknologi informasi makin laju, kemampuan kritis juga harus imbang. Jangan bicara yang memalukan atau melakukan tindakan memalukan dengan teknologi itu. Termasuk berkomentar dan melakukan tindakan. Bisa saja rekayasa demi sesuatu atau memang kebenarannya yang ada di sana. Hal ini perlu sikap dewasa, bijak, dan kritis. Tentu bukan membela pelaku hoaxnamun bersikap dewasa dan tajam dalam melihat persoalan. Memilih yang terbaik dari yang terbaik itu yang diinginkan, namun paling buruk adalah memilih yang terbaikd ari yang terburuk.

Penyelenggara pemilu....

Perangkat hukum tidak kurang. Kehendak baik dan keberanian yang perlu dikedepankan. Susah menindak  pelaku kampanye buruk atau menggugurkan kandidat yang melanggar aturan karena takut pendukung dan partai politik. Peran lembaga ini di sini sangat besar. Jangan jadi  bawahan atau takut pada partai politik dan massa yang biasanya memaksakan kehendak. Sosialisasi dengan baik bukan semata proyek saja.

Agama jelas memegang peran. Coba mana sih di negeri ini  yang tidak mabuk agama, tapi toh zina, maling berdasi, pemaksaan kehendak tetap melaju dengan tenang. Peran mereka sangat penting dan mendesak, jangan malah ikut masuk di dalam kekacauan yang ada di dalamnya.

Apa iya mau begini terus setiap pemilu? Fitnah, ranah etis mengalahkan kriminalitas dan pidana? Apa mau pemimpin busuk terus merajalela karena tekanan massa dan uang mereka?

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun