Pohon Beringin Tua di Pojok Desa
Pohon beringin tua di pojok desa itu, sebuah tanda akan sejarah panjang kampung yang kaya raya. Di sisi barat ada rawa yang memberikan begitu limpah ikan gabus, nila, mujair, udang rebon, dan tidak kalah asyiknya telor ikan wader yang gurih dan menggoda itu. Tidak heran kampung dengan pohon beringin itu kaya raya.Â
Di sisi timur yang berkontur bukit penuh dengan pohon durian dan kelengkeng. Lambang manis dan mewahnya desa di lereng bukit yang menghijau itu. Di sisi selatan, berdiri dengan gagah gunung berapi yang masih aktif. Untuk sampai ke sana, kampung itu berbatasan dengan hutan yang masih begitu banyak munyuk, kera, dan aneka satwa hutan, ular besar pun masih sering datang dan menyambangi kampung. Kijang, rusa, dan beruk pun masih sering tersesat dan lari terbiri-birit jika ketahuan manusia.
Beringin yang kini menua itu, jika dilihat dari sisi barat yang berawa itu seolah  gumpalan awan namun berwarna hijau. Sulur-sulut akar gantungnya menjadi mainan anak-anak kampung dengan koreng dan kudis di sana-sini namun riang gembira. Kadang berebut pula dengan anak munyuk ataupun bajing dan tupai. Sejak demang pertama kampung itu, beringin itu masih ada. Memang ernah tumbang dan membaw banyak korban, namun akarnya menumbuhkan kembali pohon yang tidak kalah besarnya.
Namanya pohon besar dan rimbun, akarnya sampai ke mana-mana. Tidak heran belik di sisi-sisi pohon begitu banyak. Dari sisi timur yang berbukit, gerumbul pohon itu bak payung raksasa dengan genangan air di sisi kanan dan kiri serta agak jauh di sana untuk beli mandi bapak, ibu dan gadis, serta anak-anak. Anak-anak perlu tempat sendiri karena kesukaan mereka berenang dan main kadang membuat keruh kedung yang jernih itu.Â
Ki demang memang membuat itu untuk pemandian anak dan disalurkan untuk pengairan sawah. Sidat di kedung itu besar-besar, belut di sawah tidak kalah besarnya. Caping para petani penuh dengan belut saat membajak.
Berdiri gagah dan menjulang, biasa klenik dan mistik selalu mengitari keberadaan pohon beringin itu. Dulu, seorang tentara katanya bisa sukses dan menjadi raja di tempat jauh sana karena pernah nenepi di sana. Si raja itu sering datang membawa sesajen, yang jelas jadi jarahan munyuk kalau belum keduluan anak-anak bengal yang memang mengintai dari jauh. Angkernya beringin mana menjadi pertimbangan mereka.
Juragan perahu di rawa juga konon karena mendapat wangsit daripohon beringin itu. Jangan heran perahu yang ada di rawa itu hampir seluruhnya milik Juragan  Karyo. Setiap sore dan pagi ia mendapatkan bagi hasil dari para nelayan.Â
Memang ada yang berangkat pagi, tapi tidak sedikit yang berangkat sore. Juragan berbadan kecil namun murah senyum itu paling bersih di kampung. Iyalah ia tidak pernah pergi ke rawa, makanan jelas terjamin hasil dari ladang yang digarap kerabat dan tetangganya. Lauk ikan segar dari rawa dari para penyewa perahu.
Kini pohon itu menua. Kuning di sana sini, keropos dalam, semut dan ulat ternyata tidak takut pada getah beringin apalagi ulah usil munyuk yang suka melempari gadis mandi dengan buah kecil lengket itu. Â
Ternyata para munyuk juga tahu kalau kedung gadis dan ibu-ibu itu lebih menarik, dan menjadi ajang godaan mereka. Sesepuh desa tidak berani mengusir kera jahil itu, karena konon mereka lebih dulu ada daripada para warga.Â