Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Cek Senilai 2,7 Miliar yang Hanya Menjadi Pembatas Buku

26 November 2017   06:47 Diperbarui: 26 November 2017   15:32 2681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembatas Buku dengan Cek Senilai 2.7 Milyar

Sebenarnya ini olok-olok semata karena menemukan cek yang dibuang senilai 2.7 M dari BTN Samarinda, dalam amplop coklat, selain cek ada pula surat izin perdagangan besar yang dikeluarkan dinas dari Kalimantan Timur. Saya yang menemukan itu tahu bahwa itu modus penipuan semata. Saya anggap wajar dan tidak perlu menulis, apalagi sehari sebelumnya juga mendapatkan mobil mobilio di teras depan rumah, persis dua minggu sebelumnya juga mendapatkan mobil yang sama.

Menuliskan kisah ini karena di Kompas.com pun menyajikan berita itu(http://regional.kompas.com/read/2017/11/24/21470691/di-batam-surat-deposito-senilai-rp-30-miliar-tercecer-di-jalan)

Pembaca hingga 14.000 lebih, dalam hemat saya, toh pasti sudah tahu kalau itu hanya tipu-tipu, eh ternyata ada yang percaya dan hampir menjadi korban sebagaimana disajikan di atas.

Cek atau deposito tercecer sebenarnya lagu lama, dulu beberapa saat lalu sertifikat tanah atau surat penting atau berharga lainnya. Kalau mau sedikit saja berpikir panjang, tidak akan kena tipu, minimal bukan prasangka buruk atau baik, tidak usah berprasangka, dicek dan ricek dengan cermat, akan jelas ada tanda kebohongan adalah:

Satu,ada cap merah asli, coba buat apa kalau itu resmi dari lembaga, dinas, atau kelompok tertentu memberikan cap seperti itu. Justru itu menegaskan kalau penipuan mau berlagak sok asli. Mana ada surat izin harus dengan tambahan cap atau keterangan merah asli?

Dua, cap organisasi, lembaga, dinas, atau bank bukan cap basah, atau cap/stempel asli, bisa diraba di bagian belakang tidak akan ada timbul karena tekanan dari alat cap karena itu satu bagian utuh dari print atau pencetakan dengan keseluruhan isi surat.

Tiga, cek dan baca baik-baik terutama tanggal baik kepala surat atau tempat dikeluarkannya surat di atas dan di bawah kalau ada di tengah, salah satunya ada yang tidak sinkron, karena hasil copas yang lupa diganti, jadi ada yang berbeda.

Empat, tidak usah prasangka baik sehingga tertipu, alamat biasanya jauh, luar kota atau pulau, nalar tidak sekiranya ada surat penting jatuh di depan rumah seperti saya jalan desa dengan surat penting dari Kalimatan Timur. Sangat tidak logis, akhirnya tidak timbul belas kasihan yang berujung penipuan sebagaimana calon korban di Batam di atas.

Lima,tidak perlu prasangka buruk dengan ngomel-ngomel tidak karuan, ambil saja kertas cek atau deposito dan jadikan pembatas buku toh baik dan tebal juga kertasnya. Doakan saja mereka menemukan jalan benar dan tidak mendapatkan korban.

Dokpri
Dokpri
Bentuk lain yang pernah diperoleh, kartu pemenang dengan hadiah mobil, ada berbagai tanda tangan baik kepolisian, dinas sosial, ataupun dirjen pajak, lagi-lagi ada cap merah ASLI.  Berpikir saja jernih tidak akan ada rezeki nomplok.

Satu,wong tidak ikut undian kog menang, logis tidak? Kan jelas tidak nalar, apalagi jika produk itu misalnya roti, biskuit, atau sabun, bisa juga mie instan, atau minuman tidak mengadakan undian berhadiah.

Dua,kalau memang ikut undian, akan ada di media resmi, dan biasanya akan dihubungi via alamat yang dicantumkan, atau telpon yang akan jauh lebih valid jika memang ikut undian lho ya, apalagi jika bukan nasabah sebuah bank kog mendapatkan hadiah, eh masih juga ada yang percaya.

Tiga,mana ada sih hadiah puluhan bahkan ratusan juga dilempar begitu saja? Sama sekali tidak mungkin bukan?  Hal ini hanya soal permainan psikologis massa yang memang mudah tergiur, sehingga menjadi panik dan heboh, biasanya hal-hal beginian diberikan dini hari, menjelang tidur, atau usai makan siang, di mana waktu orang lemah fokus dan konsentrasinya.

Korban jangan dipandang orang tidak berpendidikan, sederhana atau kurang pengetahuan dan pengalaman lho, yang pernah saya tahu kepala sekolah pendidikan sarjana, dokter dalam kasus lain (anak sekolah jatuh perlu operasi),  yang jelas psikologisnya dikagetkan dengan sangat dan akhirnya kaget dan irrasional.

Tetap fokus dan kendalikan perasaan, pakai nalar dan lihat atau dengar dengan baik, jika melalui telpon. Panik akan memberikan peluang besar kena tipu juga senang berlebihan karena mendapatkan tabungan M dan mobil misalnya. Jelas peluang yang sangat menggiurkan bagi penipunya.

Kritis, berpikir bahwa sangat tidak mungkin mendapatkan hadiah tanpa ikut undian, menemukan barang yang luar biasa nilainya, dan melihat dukomen dengan teliti menggunakan kepala dingin. Akan memperoleh kejanggalan yang jelas sehingga tidak akan tertipu.

Mau kaya dan memiliki banyak harta jelas kerja keras dan bukan mendapatkan dari undian yang tidak diikuti atau menemukan benda berharga. Memang bisa saja menemukana benda penting itu, tapi tidak akan banyak kog, satu dua sih bisa.

Para penipu dan koplotannya, coba bayangkan jika itu adalah keluarga sendiri yang kebetulan menemukan dan tergopoh-gopoh mengirim uang, apa tidak  menjadi bahan pertimbangan? Bisa saja ternyata anaknya sendiri mengalami kecelakaan dan tidak mendapatkan pertolongan karena pernah menggunakan tipuan yang sama dan berpikir demikian, padahal kejadian beneran.

Penegak hukum perlu menangani kelompok-kelompok ini dengan serius. Susah memang karena jaraang yang lapor karena merasa malas dan enggan juga karena toh sepele dan polisi juga kesulitan besar menanganinya.

Lebih baik model promosi berhadiah dihentikan, intensif bisa diberikan dengan cara lain, apalagi bank yang jor-joran memberikan hadiah eh bunga malah kecil untuk tabungan atau deposito namun bunga kredit mencekik.

Pencegahan tentu dari diri sendiri agar tetap fokus dan konsentrasi. Tidak mudah tergiur iming-iming. 

Salam

gambar milik pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun