Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gagal Fokusnya Pansus dan Kejujuran PKS

20 September 2017   06:17 Diperbarui: 20 September 2017   06:22 1541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pansus Gagal Fokus dan Pengakuan Bawah Sadar Anggotanya, Satu demi Satu Mengaku, Basa-basi hingga PKS Paling Jujur

Pagi ini saat menyiram tanaman yang mulai kekeringan, nampak ada tiga cengkir,yang dimangsa tikus. Cengkir belum ada isi di dalamnya selain air, tikus ini mulai kehabisan jarahan, akhirnya air cengkir-pun diembat. Mirip elit negeri yang mulai dilingkupi kecemasan karena minim jarahan, recehan pun diembat.  

Lihat perilaku tikus itu, jadi ingat anggota dewan dan perilakunya. Luar biasa memang anggota dewan di negeri ini. Bagaimana tidak hebat di tengah maraknya maling mereka malah memburu pemburu maling itu, sedang kinerja mereka jauh lebih rajin daripada lemur  atau koala yang hampir seluruh waktu dalam hidupnya hanya untuk tidur. Rendah aktivitas apalagi prestasi, marah gak ya yang mulia dewan itu disamakan dengan koala? Kan imut tuh hewan? Pasti seneng deh.

Satu per Satu Ngaku (Bawah Sadar)

Awal pembentukannya serentak menyatakan untuk memperkuat KPK, padahal jalur yang ditempuh tidak membuktikan arah itu. Coba mana tidak melemahkan kalau mencari, menemukan, dan menemui yang berpotensi arahnya itu diperlakukan tidak baik, tidak adil, dan tidak patut oleh KPK. Bagaimana akan mengatakan KPK baik kalau yang ditemui itu menyangkal mereka melakukan korupsi. Jelas KPK salah lah. 

Paling lucu dan menghebohkan itu anggota dari pendukung pemerintah yang meminta pembekuan KPK, jal mana nalar, atau lupa kalau itu ujungnya bisa menjungkalkan presiden yang sekaligus koleganya di partai? Atau memang partainya masih menilai petugas partai semata, dan belum rela (tiga tahun masih perilakunya sama?). Artinya mereka masih lebih jujur dan terus terang meskipun akhirnya kata abg preeeetttttt......

Ternyata itu masih antara, tujuan akhirnya jelas Jokowi, lagi dan lagi....

Malu-malu kucing soal goal akhir adalah pemerintah, dan KPK hanya sarana atau antara nampak saat politikus Demokrat menyatakan presiden mbok turun tangan mendamaikan kedua belah pihak. Aha....mulai nampak, namun paling jujur justru PKS, iyalah kan partai dakwah, kejujuran nomor satu. Bagaimana ketika politikus ini mengatakan kalau presiden tidak intervensi hak angket, habiskan energi bangsa ini. Menarik banget pernyataannya. Bagaimana tidak, saat presiden bisa masuk pada jebakan permainan mereka. (angket dan parpol)

Pertama, jika presiden masuk jebakan untuk mau turun tangan akan dituduh dan wacana impeacment,pasti muncul karena intervensi kepada dewan dan KPK sekaligus. Tidak heran salah satu rekan Kompasianer mengatakan dewan mau menularkan virus kebodohannya. Jebakan kanak-kanak yang memangnya tidak menjadi pemikiran pemerintah, atau merasa semua sama bodoh dengan mereka ini?

Kedua, apa sih mau mereka ini, kalau memang punya rekomendasi misalnya bubarkan KPK dengan dasar dan fakta yang memadai tentu tidak sulit, mengapa harus menyeret presiden segala. Kan aneh mereka sendiri yang bertikai  dan membuat masalah kog minta lembaga lain yang menyelesaikan. Coba kalau masih punya otak, siapa awalnya buat kisruh? KTP-el dan rentetan, sumbernya dewan, sudah selesaikan sendiri, napa minta presiden segala, kan aneh.

Ketiga, sekarang apa seh rekomendasi mereka ini soal KPK? Malah melebar ke mana-mana, pembekuan anggaran, mau memeriksa koleganya yang ditersangkakan, kemudian merembet ke pemerintah segala, hoooiiiii fokus-fokus.

Keempat, kalau memang mau mengganti presiden, sudahlah lakukan, ajukan kesalahan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Mana UU, UUD, dan susila atau moral yang sudah dilanggar, gampang kan, simple, sederhana, atau memang karena malingan gak didapat, merembet via KPK segala?

Kelima, ditingkahi harapan pansus diterima presiden karena mau konsultasi, haloooo, mana ada dewan konsultasi ke presiden, bukannya ada menteri sebagai rekan kerja mereka? Apalagi level pansus, dugaan minir juga bisa disematkan kengototan mereka untuk hadir, agar bisa mendapatkan "penilaian" di hadapan rakyat presiden pun mau menerima. Kog polanya mirip dengan tim rekonsiliasi ala Rizieq Shihab dulu ya? Tapi implikasi hukum dan politiknya beda jauh, kalau yang dulu level ecek-ecek bisa dikelabui dengan mudah, ini beda dan bisa bahaya.

Sejak awal sebenarnya sudah ketahuan kog arahnya, apalagi dengan mengaku seperti ini jadi jelas apa artinya. KPK sasaran antara karena mereka menjadi anjing penjaga paling mumpuni menghadapi maling berdasi yang berlagak paling mulia itu. 

Siapa yang paling terganggu dengan sepak terjang pemerintah sekarang dengan dukungan penuh TNI-Polri dan terutama KPK? Jelas yang biasa bancaan anggaran, siapa terdepan? Jelas dewan dan parpol. Maunya sekali tepuk dua jidat terpental, eh malah kepala sendiri benjol karena membentur-bentur beton karena lari panik. Mirip maling ayam yang lari terbirit-birit dan mentok tiang di pinggir jalan perilaku dewan ini. Mereka sudah tekor banyak untuk masuk parlemen, saatnya panen eh KPK ogah diajak kerja sama.

Dewan mati kutu kali ini, menghadapi pemerintah gaya baru yang ternyata tidak selemah yang mereka duga, masih diperparah KPK diisi orang pilihan mereka pun masih sama susahnya dikendalikan. Akhirnya cengkirpun diembat, eh kena pula OTT. Tidak heran OTT pun dipersalah-salahkan.

Pusingnya anggota dewan ini selevel dengan Rawa Pening. Maju kena mundur kena, naik pun kejedot. Buah simalakama bagi dewan pun serasa kurang tragis. Ini bukan hanya bapak dan emak pilihannya, dia sendiri dan keturunannya pun jadi taruhan. Rasakan kerakusan sendiri sekian lama.

Salam

PKS: Tolak Intervensi Hak Angket, Presiden Biarkan Energi Bangsa Habis

Politisi PDI-P Henry Yosodiningrat Minta KPK Dibekukan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun