Fadli Zon Memang Pimpinan DPR-RI Jempolan
Seorang wakil rakyat itu memang harus aspiratif, peduli, dan cepat merespon apa yang dialami serta terjadi dalam masyarakat. Entah itu masyarakat kecil atau rakyat elit. Fadli Zon menunjukkan itu secara ajek. Sejak awal menjadi pimpinan perilakunya jelas dan lugas. Tentu masih ingat pembelaannya soal penjual sate yang mengubah gambar orang tenar dengan  gambar cabul dulu, kini pun perilaku yang sama dipertunjukkan. Ia mengirim surat ke KPK untuk memberikan waktu atau menunda Setya Novanto diperiksa KPK. Kemudian ada koleganya politikus yang tertangkap tangan mengonsumsi sabu dan langsung minta direhabilitasi. Menyusul kampung Anies-Sandi minta tidak digusur kepada gubernur Jakarta. Hebat bukan?
Setya Novanto
Apa yang dilakukan membuat jengkel koleganya di partai. Namun selalu saja jurus ngelesny luar biasa mengalahkan kekuatan emak-emakbermetik. Alasannya melanjutkan aspirasi Setya Novanto selaku rakyat, keren kan alasannya, Setya Novanto pun rakyat yang memang harus diakui kedudukannya di muka politik dan hukum yang sama. Soal prosedur memang penting lagi bagi pimpinan trio kwek-kwek periode ini yang memang ya gitu deh levelnya. Bersama-sama di dalam kesesatan. Tidak satu dua kali mereka perperilaku demikian.
Indra J.P
Reaksi cepat juga dinyatakan kalau JIP direhabilitasi saja, entah apa alasan yang dikemukakan. Padahal jelas apa yang menjadi keprihatinan bangsa dan negara ini, darurat narkoba. Proses hukum belum ada, baru ditangkap, langsung pernyataan itu muncul. Tidak kaget polisi pun melakukan "perintah" itu, tidak ada barang bukti berarti direhab. Selesai. Padahal bisa saja tokoh ini adalah pemasok ke kalangannya yang susah untuk dipercaya tidak main barang ini. Mana mungkin politikus busuk itu uang banyak, stres tinggi, tidak main madat begituan. Ini bukan soal berpikir buruk  namun apa pernah dewan itu berani mengadakan test urin? Jawabannya akan dikatakan mempermalukan yang mulai anggota dewan, anak baru gede pasti akan menjawab preeeeeet.....
Penertiban Kampung Anies-Sandi
Ini ada sebuah "komunitas" yang terkenal relokasi karena akan dijadikan stadion. Mereka siap dipindah kalau ada jaminan dari pemerintah. Gampangnya mereka siap pindah dengan mendapatkan hunian layaklah. Oleh pimpinan dewan yang baik hati ini mereka malah direkomendasikan agar tidak digusur oleh Djarot. Pihak pemerintah DKI menyatakan sepanjang memang tidak melanggar hukum bukan masalah, jika memang hunian liar dan melanggar peraturan ya tetap saja dilakukan penertiban.
Pembuat Hukum Kan Mengatasi Hukum
Hebatnya politikus di Indonesia itu sebagai pembuat hukum biasanya berperilaku mengatasi hukum. Hukum harus tunduk pada mereka. Coba perilaku pimpinan itu, kan selalu membela pihak yang cenderung melanggar hukum. Jurus ngeles yang paling mujarab kalau malu ketahuan belangnya akan ini aspirasi rakyat, atau dilindungi hukum atas nama kekebalan atas pernyataannya. Padahal jika mau jernih itu sebagai anggota dewan akan menimbang mana yang benar secara hukum, bukan sebagai sesama kepemilikan pilihan poliik yang sama. Miris karena biasanya yang dinyatakan dan didukung Fadli yang asal berseberangan dengan pemerintah. Lihat mana suaranya soal lagi-lagi klasik, dewan bolos,atau korupsi yang merajalela di mana-mana. Diam seribuu bahasa.
Penegak atau Perusak Supremasi Hukum?
Menarik sepak terjang salah satu pimpinan dewan muda ini. eksponen '98 yang tentu tahu dengan baik, siapa musuh bersama saat itu. Hukum bisa menjadi liat dan tegas jika berhadapan dengan rakyat, dan begitu lembek dan meliuk-liuk bak penari balet jika menjerat perilaku elit, eh malah ada di pihak sama. Penegakan supremasi hukum susah terealisasi jika masih saja perilaku politikus tidak bertindak sesuai koridor hukum. Bagaimana bisa selalu saja mendahului proses hukum, padahal pelaku adalah orang politik yang tahunya kepentingan bukan kebenaran dan fakta hukum.
Ranah Hukum, Politik, dan Tertib Bersama
Luar biasanya salah satu pimpinan dewan dan partai politik ini adalah, di dalam membela koleganya mati-matian. Apapun akan dijawab dengan politik. Hebat bukan? Padahal banyak aspek di dalam tertib hidup bersama yang sering dilanggar di negeri ini. Hukum biarlah penegak hukum yang berbicara, tanpa tahu masalahnya sudah menyatakan pembelaan, yang bisa berujung kisruh dan intervensi pihak lain. Jangan karena dukungan dan pilihannya sama kemudian bisa melakukan apa saja, termasuk melanggar hukum. Jangan sampai mengutuk fasisme namun malah mengikuti jalannya dengan sadar dan bahagia.
Ideologi partai harus dipahami dengan baik bagi siapapun kadernya. Kultus individu dan ketaatan akan azas masih menjadi penyakit lama semua partai di Indonesia. Akhirnya semua bisa mengartikan sesuai dengan kehendak sendiri. Apa tidak celaka tiga belas jika elit saja perilakunya demikian?
Ideologi partai yang tidak ada, minimal adalah ideologi bangsa yang lebih jelas, gamblang, dan telah dipelajari sejak sekolah dasar, bahkan taman kanak-kanak sudah dilatihkan sedikit-sedikit. Lagi-lagi soal taat azas dan komitmen masih rendah. Sepanjang sama pilihan politik, ya teman dan dibela. Apa beda dengan setia kawan ala jalanan jika demikian? Benar salah adalah temanku.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H