Menarik sepak terjang salah satu pimpinan dewan muda ini. eksponen '98 yang tentu tahu dengan baik, siapa musuh bersama saat itu. Hukum bisa menjadi liat dan tegas jika berhadapan dengan rakyat, dan begitu lembek dan meliuk-liuk bak penari balet jika menjerat perilaku elit, eh malah ada di pihak sama. Penegakan supremasi hukum susah terealisasi jika masih saja perilaku politikus tidak bertindak sesuai koridor hukum. Bagaimana bisa selalu saja mendahului proses hukum, padahal pelaku adalah orang politik yang tahunya kepentingan bukan kebenaran dan fakta hukum.
Ranah Hukum, Politik, dan Tertib Bersama
Luar biasanya salah satu pimpinan dewan dan partai politik ini adalah, di dalam membela koleganya mati-matian. Apapun akan dijawab dengan politik. Hebat bukan? Padahal banyak aspek di dalam tertib hidup bersama yang sering dilanggar di negeri ini. Hukum biarlah penegak hukum yang berbicara, tanpa tahu masalahnya sudah menyatakan pembelaan, yang bisa berujung kisruh dan intervensi pihak lain. Jangan karena dukungan dan pilihannya sama kemudian bisa melakukan apa saja, termasuk melanggar hukum. Jangan sampai mengutuk fasisme namun malah mengikuti jalannya dengan sadar dan bahagia.
Ideologi partai harus dipahami dengan baik bagi siapapun kadernya. Kultus individu dan ketaatan akan azas masih menjadi penyakit lama semua partai di Indonesia. Akhirnya semua bisa mengartikan sesuai dengan kehendak sendiri. Apa tidak celaka tiga belas jika elit saja perilakunya demikian?
Ideologi partai yang tidak ada, minimal adalah ideologi bangsa yang lebih jelas, gamblang, dan telah dipelajari sejak sekolah dasar, bahkan taman kanak-kanak sudah dilatihkan sedikit-sedikit. Lagi-lagi soal taat azas dan komitmen masih rendah. Sepanjang sama pilihan politik, ya teman dan dibela. Apa beda dengan setia kawan ala jalanan jika demikian? Benar salah adalah temanku.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H