Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Delapan Tahun Patrialis Akbar dan Ketidakadilan dengan Sejumlah Alasan

4 September 2017   19:46 Diperbarui: 5 September 2017   07:04 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hakim pengadilan tipikor menjatuhkan hukuman delapan tahun dengan banyak ikutan lainnya, ada denda, dan lain-lain. tuntutan jaksa adalah 12.5 tahun dengan ikutan lainnya. serasa tidak adil melihat siapa dia dan apa yang dilakukannya. Tidak sampai 2/3 dari tuntutan jaksa keputusan hakim. Apakah ini sudah adil?

Pertimbangan hakim hanya mengenai hakim konstitusi ini tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Kebetulan sedang senang membaca kisah Sherlock Homes, jadi ingat kalau menangani tersangka pasti akan dikatakan apapun yang diucapkan bisa memberatkan hukuman. Padahal sesingkat daya ingat, Patrialis susah banget untuk mengaku, apalagi memperlancar pemeriksaan hingga persidangan.

Hakim Konstitusi Sekaligus Mantan Menteri Hukum dan HAM

Jika orang biasa saja bisa dihukum delapan tahun, lha ini hakim konstitusi, hakim yang mencari kebenaran jika ada tuntutan soal undang-undang yang dipandangan bias, atau bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi. Sebagai mantan Menteri Hukum yang biasa membuat UU dan peraturan, rujukan untuk mengaji pembuatan UU atau revisi UU namun melanggar hukum sangat memalukan karena menerima suap, memang belum sepenuhnya sih, namun sudah ada niatan untuk menerima. Kedudukan dobel sebagai hakim konstitusi aktif, ingat aktif, dan menteri yang mengurusi produk hukum, eh melanggar hukum saja tidak mengaku.

Bersama Perempuan Lain Bukan Istrinya

Ini memang tidak melanggar hukum positif secara langsung, namun ranah etis, bagaimana hakim  konstitusi jalan dengan anak-anak (seusia anaknya), yang jelas tidak ada kaitan darah atau pertalian semenda sekalipun. Hal ini ternyata tidak menjadi kajian hakim entah karena TST atau karena lepas dari ranah korupsi, namun tentu sangat miris jika mengaku negara beragama, negara Pancasila, hal seperti ini dinilai lumrah dan wajar. Padahal kemarin membaca berita ada polwan sudah diajukan permohonan pemecatan karena hamil di luar nikah, atau karena pejabat tinggi bebas norma ini?

Berbelit-Belit

Menolak segala sangkaan, dakwaan, dan di persidangan juga bersikukuh tidak merasa menerima suap. Berdalih tidak berkaitan dengan kasus dan sebagainya. Kan jelas, kalau tidak salah dia ini juga menteri di mana presidennya menyanangkan katakan tidak pada (hal) korupsi, bisa saja di era itu sudah punya potensi untuk menyimpang dan sudah menggunakan kekuasaan untuk hal-hal yang tidak benar, yang ia nilai sebagai benar dan tidak masalah. Jangan-jangan ini memang gaya hidup para pejabat, bahwa mereka tidak merasa itu sebagai korupsi, padahal UU menyatakan itu tindakan korupsi.

Khas Koruptor

Berbelit, berkelit, dan akhirnya mengaku dan merasa menyesal atau kilaf. Hanya beberapa koruptor yang merasa menyesal sejak awal, tanpa menuduh pihak lain, kalau tidak salah ingat hanya kepala SSK Migas dan dirjen perhubungan laut, lainnya sama, merasa tidak bersalah, hanya dijebak, hanya jadi korban, dan sejenisnya. Melihat reputasinya sangat disayangkan jika tidak bisa membedakan mana uang yang benar dan uang yang tidak benar. Padahal menteri hukum lho, kemudian jadi hakim konstitusi lagi, jika pemahamannya demikian, jangan-jangan produk hukum yang pernah dipegangnya penuh juga dengan borok karena pemahaman sesatnya.

Merasa Berjasa bagi Bangsa dan Negara

Baik memang berjasa karena jadi politikus, menteri, hakim konstitusi, dan sebagainya bagi bangsa dan negara. Namun apakah jika berjasa itu boleh juga melakukan tindakan tidak terpuji dengan menerima suap seperti itu? Jika iya, kasihan dong prajurit yang meninggal karena dibom Belanda dulu, sama sekali tidak menikmati gaji, malah sudah mati. Dia sudah menerima gaji eh masih maling kog. Jasanya sudah dibalas dengan gaji dan tunjangan yang tidak sedikit lho, jangan berdalih lagi dengan mengatakan berjasa. Jangan salah juga bedakan jasa dan tindakan tidak terpuji itu tidak bisa dijadikan satu.  Jasanya tidak bisa meniadakan kejahatan atau perilaku menyimpangnya. Model pendidikan yang memberikan sikap permisif bagi anak berprestasi sedikit bandel ternyata dihayati Patrialis.Biasa di sekolah, anak pintar itu bandel sedikit akan dimaklumi.

Orang Politik yang Berkasus.

Memang tidak mesti bahwa orang politik atau politikus itu mesti jahat. Namun menambah daftar panjang politikus yang bertindak buruk ketika memegang kekuasaan. Hal ini seharusnya menjadi catatan sehingga hukumannya tidak sekadar.

Soal Daging dan Isu Stabilitas Politik

Pemerintah sedang pada posisi dikritik mengenai harga daging sapi, eh malah ada kong kalikong soal daging sapi lagi. Coba jika negara diktator bisa jadi dituduh mau makar dengan daging sapi. Stabilitas politik sangat tidak baik pas itu, eh malah ikut memperkeruh suasana dengan tema yang pas. Akibatnya pun tidak kecil kalau mau jujur dengan kasus ini.

Perlu tambahan hukuman dicabut hak pilih dan memilihnya, karena dia hakim konstiusi dan mantan menteri hukum. Jika hanya delapan tahun kemudian dia bisa kembali ke dunia politik bukan tidak mungkin dia melakukan aksi balas dendam dan merusak banyak aturan perudangan karena toh dia doktor ilmu hukum juga. Delapan tahun ini mungkin pas sebagai hukuman karena nilai korupsinya, namun kesulitan untuk mengakui, alotnya dia untuk menerima kenyataan, apalagi menyesal jelas jauh, sekali lagi dia mantan menteri hukum dan hakim konstitusi aktif lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun