Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pansus KPK dan Penemuannya, Bak Cacing dan Kotoran Kesayangannya

4 September 2017   06:50 Diperbarui: 4 September 2017   18:46 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mencermati kisah pansus KPK jadi ingat buku inspirasi Budhis yang salah satu artikelnya mengenai Cacing dan Kotoran Kesayangannya. Ingat ini ilustrasi, gak perlu sensi apalagi lepas konteks, kalau gak paham konteks, lebih baik gak usah ribut apalagi nanti mewek dan menangkis yang malah mempermalukan diri sendiri.

Di kisahkan dua biksu saling bersahabat, mereka sangat akrab, suatu hari mereka meninggal dan lahir kembali. Seorang biksu terlahir kembali di alam surga. Dia cari-cari sahabatnya, ternyata di surga tidak ada. Karena keakraban mereka, dicari di alam manusia tidak ada juga. Ia berpikir mosok dia sampai lahir di dunia hewan, ternyata tidak ada pula. Entah kenapa dia tidak juga ada di sana. Ia cari di dunia jasad renik dan ada sebagai cacing. Si cacing yang temannya itu ternyata sedang bersenang-senang dengan (maaf) tahi. Ia keluar masuk dengan riang gembira.

Merasa sebagai karib, ia tawari untuk ke surga. Ia gambarkan enaknya suasana surga itu, siapa tahu rekannya mau dengan rela. Malah dia bertanya, "Memang di sana ada tahi?"tanyanya melecehkan dan nampak melupakan kekariban mereka.

"Tentu saja tidak ada...."jawab biksu nelangsa.

"Ya sudah buat apa..."si  cacing masuk ke tahi yang bau, busuk, dan menjijikan itu.

Karena kasihan temannya ia tarik kembali cacing, sambil menahan nafas dan jijik ia masukkan tangannya untuk membantu sahabatnya. Cacing tetap saja meronta dan tidak mau keluar dari sana. Hingga 108 kali usahanya mengeluarkan cacing dari sana yang tidak membuahkan hasil.

Pansus KPK dan Penemuannya

Entah apa yang menjadi dasar pertimbangan pansus ini, jika mau memperkuat, kog nyatanya yang ditemui, diketemukan, dan didapat, semua bermuara pada "kejelekan, kegagalan, dan bentuk KPK yang salah prosedur," dan sejenis. Menemui tahanan KPK,jelas saja mereka akan menilai KPK buruk, salah, dan membuat mereka sengsara. Coba mana ada yang merasa dengan rela ditahan meskipun atas  pertanggungjawaban perbuatannya. Apalagi lebih banyak mana yang merasa menyesal dan minta maaf. Dominan merasa dijebak, dijadikan sasaran, dan jadi korban, bukan pelaku kejahatan. Jelas saja mereka menuduh KPK yang jahat. 

Ada indikasi KPK melanggar HAM atau prosedur.Menarik adalah ungkapan ini, sekarang jernih sedikit saja, mana ada sih koruptor itu yang tidak melanggar HAM, coba tengok jika jembatan dengan anggaran 50 M, dibelanjakan hanya 35 M dan yang 15 M untuk bancaan, saat dipakai patah dan banyak korban. Ke mana dewan saat ada kejadian demikian, tidak ada yang teriak HAM. 

Ide pembekuan aggaran.Jelas indikasi berbahaya karena akan membuat KPK mati suri, siapa yang berbahagia, jelas saja para maling berdasi, jika demikian, buat apa namanya wacana pemerintahan bersih, apalagi ketika justru dewan sebagai pengawasnya saja masih berkutat dengan maaf tahi yang sama. Merasa KPK gagal karena bukan hanya penindakan, harusnya pencegahan juga.Ini lucunya dewan, mencegah bukan hanya kerja KPK mereka juga pengawas kog, nyatanya malah pengawasnya yang ngajak maling yang diawasi. Susah kalau menuding pihak lain padahal dia inisiatornya. 

Ada desas-desus, KPK pernah berhutang untuk menjebak. Jika pansus percaya ini dan menilai KPK wajib dibubarkan, lucu sekali, lebih mendengarkan pihak lain, yang dibela pun pernah berurusan soal korupsi. Mereka ini sesama lembaga negara atau malah mau membunuh lembaga negara yang mau memberantas maling? KPK biang gaduh,menarik adalah mereka memang kerjanya menangkap pelanggar hukum. Hukum alam akan bereaksi mempertahankan diri. Mereka yang ditangkap tentu akan merasa tidak bersalah dan membuat kisah yang menghebohan. Hal ini berkaitan juga dengan sikap tanggung jawab yang sangat lemah diterapkan dalam kebiasaan bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun