Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maaf, Makamnya Masyarakat Menghendaki Tanpa Salib

19 Agustus 2017   19:50 Diperbarui: 20 Agustus 2017   07:27 1469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuh Puluh Dua Tahun Malah Mundur

Entah apa yang salah, dulu, soal agama, ras, suku, dan perbedaan itu baik-baik saja, entah mengapa kini bisa begitu heboh dan sangat sensitif. Kebebasan yang dibawa era reformasi malah membawa angin radikalis, pemecah belah, dan kebencian lebih mengemuka daripada sebaliknya. Tidak kaget jika banyak yang lebih memilih apatis dan tidak peduli dengan keadaan yang terjadi.

Kisah di atas begitu miris dan mengarah ke sikap pesimis di dalam hidup bersama. Sikap memaksakan kehendak, yang kecil akan selalu tertindas, ternyata tidak sepenuhnya demikian. Harapan baik selalu ada. Kehidupan dan kebersamaan masih ada, perbedaan bukan halangan, namun memupuk kebersamaan.

Kisah positif ini dikisahkan imam yang menceritakan mengenai bagaimana Salib AYD, Asian Youth Day, Salib yang diarak di seluruh Asia untuk acara temu kaum muda Katolik Asia yang berpuncak di Keuskupan Agung Semarang yang dilakukan di Yogyakarta awal Agustus lalu ketika singgah di Paroki Babadan, Yogayakarta diminta singgah di sebuah pesantren. Paroki dan pesantren di lereng selatan Merapi ini mengadakan dialog, diskusi, dan pembicaraan di depan salib AYD yang sudah melanglang Asia.  Toh Pak Kyai di sana, para santri di sana tetap Muslim yang baik, tidak ada yang jadi Katolik. Jelas ini di luar jadwal ada  salib yang harus "mampir" di pesantren.

Harapan dan kegembiraan ini sebenarnya bisa terjadi jika saling terbuka bukan saling curiga yang lebih besar. Mau mempelajari agama lain, sebagai pengetahuan bukan pada ranah yang dogmatis, sehingga paham ekspresi kehidupan beragama lain sebagai hal yang wajar. Paranoid karena pengetahuan akan agama sendiri lemah lebih terasa.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun