Budaya Feodal  Masih Kuat
Apa yang ebrbau asing, baik Barat atau Timur Tengah, atau kini Korea dianggap sebagai lebih baik. Tidak lantas menjadi antiasing, namun memiliki karakter dan kekhasan bangsa yang eolah terlupakan. Jangan harap suatu saat nanti, jonggan, wayang, ludruk, ketoprak, srimpi, pendet,dan banyak lainnya hilang kalah dengan K-Popdan kawan-kawannya.Â
Peninggalan kolonialisme sangat mengakar justru yang buruk, bukan yang baiknya. Kedisiplinan Eropa tidak nampak di sini, namun gila yang berbau asing sangat melekat bahkan hingga 72 tahun bangsa ini merdeka.  Suap, kolusi, dan nepotis gaya kolonial apalagi, masih merongrong hingga detik ini. Orientasi pejabat bukan sebagai pelayan, namun sebagai  birokrat, priyayi,yang memiliki banyak privilegi khusus lebih dominan.
Kemerdekaan sebagai Bangsa
Elit apapun bisa tercipta sepanjang masih ada diskriminasi dan pembedaan dengan mudah diterapkan. Bangsa ini makin mundur justru di dalam hidup bersama. Dulu tidak akan ada yang sensi dan marah dengan China, Arab, atau kalimat candaan agama dan ras, mengapa  kini menjadi mudah marah dan ngamuk hanya karena hal sepele? Diciptakan. Politikus adu domba, hasil politikus malas yang merajalela. Kekuasaan sebagai tujuan, membuat orang yang berkecimpung dalam politik mendapat kelas tinggi, sehingga menggunakan segala cara untuk itu. Kita pernah tidak peduli dengan mayoritas dan minoritas, mengapa hal itu diungkit dan dipakai untuk saling serang?
Reorientasi Pendidikan
Pendidikan yang mengantarkan generasi muda untuk penjadi priyayigaya baru perlu diganti. Terutama dalam pendidikan kedinasan di Indonesia seperti Akademi TNI, Akpol, STPDN, dan kawan-kawannya. Pendidikan ala STOVIA,masih begitu kuat. Berjarak dengan masyarakatnya. Ini bangsa merdeka, bukan bangsa jajahan. Ironis jika malah penjajahnya bangsa sendiri. Pendidikan elitis mulai tercipta dengan seragam khusus, seperti kedokteran, atau militer. Ini sebenarnya hal kecil, namun pengaruh negeri jajahan dan mental kuli sangat terasa.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H