Swastanisasi DPR
Salah satu pimpinan dewan menyatakan akan membangun gedung dewan dengan anggaran dari swasta. Tidak lama pihak rumah tangga dewan menyatakan bahwa anggarannya pasti dari APBN, karena yang akan membangun tentunya pemerintah. Menarik apa yang dinyatakan pimpinan independent itu.
Anggaran Swasta
Soal benar dan tidak, tentu semua akan paham. Bagaimana  konsekuensi atas "permintaan" atau "penawaran" dari pihak swasta untuk membangun gedung baru. Apa yang terjadi selama ini, pihak swasta ketemu anggota dewan yang ada adalah korupsi, suap, dan mainkan anggaran. Bagaimana jika anggota dewan yang terjerat "hutang budi" seperti ini? Artinya pihak swasta bisa menjadi  atasan yang jauh lebih berkuasa dari pihak dewan. Dengan pemerintah yang "menghidupi" mereka tidak kenal takut, beda jika swasta yang menghidupi mereka.
Swasta itu Tentu Ambil Untung
Tidak ada yang gratis jika berbicara dengan pihak swasta. Artinya akan ada imbal balik, apakah bisa dewan yang doyang uang itu berkata tegas dan keras? Lihat bagaimana sikap mereka selama ini. mereka sangat tidak tahu diri, beraninya justru pada pemerintah, mana mereka pernah tegas jika berhadapan dengan swasta yang berkaitan dengan uang dan suap yang bisa mereka dapatkan. Apakah mereka-pihak swasta itu bisa juga memberikan begitu saja? Mana ada sekarang makan siang yang gratis? Ini maaf bodoh atau memang  naif, atau pura-pura bloon, sehingga tidak kentara kalau memang mau cari proyek?
Gedung Miring, Bobrok, dan Sejenisnya.
Keluhan mereka dari tahun ke tahun sama saja. Minta ini dan itu, kapan mereka menjanjikan akan memberikan, misalnya tahun depan akan merampungkan dua saja UU, naiknya angka kehadiran, dan berkurangnya korupsi yang terjadi dari pihak pemerintah, atas pengawasan mereka. Selama ini mana mereka pernah mikir kalau yang miring itu perilaku, pilihan, dna pikiran mereka. Yang bobrok itu disiplin mereka untuk datang ke kantor. Dengan dalih turun ke lapangan, padahal ada waktunya sendiri. Lucunya gaji dan insentif selalu full mengalir dari kas negara. Ide membangun gedung kog tidak pernah habis. Heran, kreatifitas dari sisi ini luar biasa.
Mengada-Ada dan Cari Proyek
Beberapa lembaga swadaya masyarakat dan Mahfud MD menyatakan kesan mengada-ada dan mencari proyek ada benarnya. Bagaimana tiba-tiba gedung miring menjelang pidato kenegaraan. Â Selama September hingga Juli masih baik, mengapa tiba-tiba miring. Ngobyek proyek sangat bisa dipahami karena memang selama ini pencoleng berkedok dewan jauh lebih kuat. Sama sekali mereka tidak pernah berkaca atas kualitas mereka. Motivasi dasarnya mencari proyek jelas lebih mendekati kebenaran.
Apartemen vs Rumah Dinas
Alasan kendaraan tidak diperlukan jika "rumah" dekat. Alasan yang jelas mengada-ada. Bagaimana tidak, nyatanya mobil dinas ada, rumah dinas tidak pernah ditempati, ke kantor juga jarang. Moralitas juga masih rendah, apakah malah tidak menjadi sarang penyamun plus rumah maksit jika demikian. Selama ini  gedung dewan jadi sarang maling dan perampok, apakah mau ditambah dengan tempat maksiat  lainnya? fakta, menyaksikan bokep di runag sidang, ciuman di lift oleh anggota dewan, tentu menjadi data dan fakta yang bisa menjadi perhatian soal persyahwatan bisa berbahaya jika demikian.
Prestasi akan Melahirkan Hadiah
Buktikan kinerja apik, jangan kaget akan banjir hadiah. Lha ini, salah saja kinerjanya, kontroversi demi kontroversi yang dipampangkan, eh malah minta hadiah yang tidak masuk akal kadang. Â Bagaimana mereka selama ini hasil nol besar, namun malah selalu minta hadiah yang jauh lebih menesak untuk negara ini dari pada mereka. Susahnya kalau pola pikir dibolak balik tidak karuan. Alasan kantor bobrok dan sempit sedang mereka sendiri yang bebal dan tidak cerdas.
Bagaimana staff ahli harus sampai lima, sedangkan settingnya ruang itu memang untuk satu person, anggota dewan.  Kebodohan mereka harus ditanggung oleh negara dengan pembeayaan  berlipat-lipat yang jelas membebani negara. Staff ahli kan yang membutuhkan mereka mengapa negara yang membayar. Sama juga ibu di rumah yang meminta bantuan asisten rumah tangga, masak negara yang membayar? Tentu jelas tidak akan cukup ruangnya, karena pola pikir lama dan tidak cerdas tersebut.
Atau sekalian saja dewan diswastanisasi sekalian?
Jelas akan dibuang yang tidak kompeten. Mana ada perusahaan swasta mempekerjakan pribadi yang tidak menghasilkan dalam beberapa waktu. Target dan ukuran yang jelas bisa diterapkan bagi kinerja mereka. Lha ini ada anggota dewan selama lima tahun, belum pernah mengeluarkan pernyataan apapun dan bisa jadi lagi. Mana ada model demikian di perusahaan misalnya.
Bayaran dipotong jika mangkir. Hal ini bisa menjadi pembelajaran pemalas di dewan. Bagaimana mereka bukan seperti pekerja malah seperti orang kenduri, tidak hadir pun dapat satu dus nasi yang sama. Â Swasta sabgat cocok.
PHK dan pemecatan bagi yang malas dan tidak pernah hadir. Selama ini tidak ada. Mana ada perusahaan sebaik dewan, bahkan maling pun masih digaji penuh.
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI