Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Poyuono, Laiskodat, Prestasi, Politik, Hukum, dan Kualitas Anggota Dewan

7 Agustus 2017   08:42 Diperbarui: 8 Agustus 2017   01:22 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik nir Etik

Susah memang berbicara partai mengenai etik dan ideologis, bagaimana tidak, partai bisa berkamuflase dalam segala hal. Kadang sangat radikalis di saat yang sama merasa demokrat sejati, sangat religius padahal maling tak malu, saat ini nasionalis bersamaan bertaut erat dengan antidemokrasi.  Mengapa terjadi? Karena ideologi saja tidak punya apalagi menghayati.

Partai Politik sebaiknya membangun budaya baru

Ideologi partai dikuatkan. Terapkan misalnya nasionalis ya jalani dengan baik, tekun, setia, jika ada partai yang tidak nasionalis jangan  bekerja sama. Di mana nasionalismenya jika demikian? lucu dan aneh dan itu terjadi di Indonesia

Kekuasaan itu sarana bukan tujuan. Hal ini menjadi salah kaprah karena kekuasaan, kursi, dan jabatan saja yang ada di benak para politikus. Padahal kekuasaan itu adalah buah, bonus, dan hasil kerja keras yang bernama politik bukan politik berhenti dan berorientasi pada kursi semata. Seni mendapatkan kepercayaan dan mengelola kota konteks awali itu telah jauh melebar yang tidak terjembatani apalagi bagi bangsa ini.

Ekonomi biaya tinggi politik. Polling kompas menjadi sah dan jalan tebaik menyiasati mahalnya politik yang ada di sini, sekaligus kesempatan mendapatkan banyak hal yang lebih banyak negatif, seperti kolutif, koruptif, dan nepotis itu. Partai politik dan  dewan masih berkutat dengan hal itu. Masih jauh dari harapan untuk berubah.

Kaderisasi mendesak. Bagaimana tingkah polah politikus kelihatan mereka tidak berpendidikan, konteks politik lho, sehingga mana yang patut dan tidak, mereka tidak paham. Lebih banyak omong ngawur daripada teratur, lebih banyak kontroversi daripada prestasi. Orang berpendidikan tentu akan bisa menakar, mengukur, dan memilah, serta memilih, tidak akan asal ucap yang bisa menjadi bumerang.

Partai politik harus dibangun dengan modern,  modern  dalam banyak hal. Pengelolaan, ideologi, etis, manajemen, terutama sumber finalisial, sehingga kementrian dan lembaga negara bukan menjadi atm bagi mesin partai.

Penegakan hukum yang baik, bukan karena kekuasaan dan kekuatan menjadi pemenang di dalam kasus hukum. Pemisahan antara kasus hukum dan politik, bukan malah dibuat makin sumir.

Kritik itu membangun dan ada solusi atau tawaran jalan keluar. Jika hanya mengatakan keburukan dan kegagalan tanpa adanya sebentuk alternatif, namanya waton sulaya, asal njeplak, dan nyinyir. Perlu belajar membedakan dan membudayakan bukan malah menambhak keruh suasana.

Sikap bertanggung jawab bagian utuh hidup bersama, berpolitik, dan bernegara, bukan malah meninggalkan itu semua demi kepentingan sesaat dan sendiri.  Masih jauh dari harapan apa yang ditampilkan elit bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun