Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Poyuono, Laiskodat, Prestasi, Politik, Hukum, dan Kualitas Anggota Dewan

7 Agustus 2017   08:42 Diperbarui: 8 Agustus 2017   01:22 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua pejabat teras partai politik mendapat  sorotan tajam dari rivali politik mereka. Menjelang 2019, semua hal memang seksi untuk dijadikan bahan gunjingan politik. Dua-duanya salah komentar pada pihak yang berseberangan. Apa yang disampaikan itu tentu akan jauh tidak bergaung, ketika itu kisaran 1-2 tahun lalu.

Poyuono

Mengatakan PDI-P sebagai mirip PKI. Nasibnya jauh lebih buruk karena partainya sendiri Gerindra menyatakan itu sebagai sebuah pelanggaran. Dia sendirian dalam kasus ini padahal pihak PDI-P sudah mengarah ke pelaporan kasus ini. menarik.

Laiskodat

Salah seorang elit partai Nasdem mengatakan adanya  empat partai yag menjadi pendukung khilafah karena sikapnya yang menolak UU ormas. Reaksi yang muncul jelas saja seperti kasus di atas, hanya lebih lumayan karena partai dan partai pendukung tidak ikut membully-nya.

Kasus Hukum atau Politis

Jelas keduanya sedang jualan kecap, isu seksi tidak akan pernah ditinggalkan, sayangnya mereka lupa ini sudah menjelang 2019. Jika iklan yang disampaikan memang sangat seksi, pihak lawan tentu akan menggunakannya sebagai bahan untuk menyerang balik. Di sinilah hukum bisa ditunggangbalikan jika tidak bisa berdiri sebagi dewi buta. Ke mana arahnya? Jelas politik dan hukum akan tarik menarik. sejatinya bagus untuk pembelajaran bersama sebagai negara hukum, asal bisa bersikap adil, obyektif, dan mendukung kebenaran, bukan kekuasaan dan kekuatan otot apalagi.

Prestasi

He...he...kontroversi iya, mana sih prestasi dari dewan dan partai politik. Untuk urusan mereka pinter, cepat, dan kilat, menggalahkan kecepatan Gundala Putera Petir, masalah rakyat? Nol besar bagi kepentingan bangsa dan negara. Mana coba yang pernah kita dengar pertimbangan  mereka itu, rakyat, bangsa dan negara, sama sekali belum pernah kecuali atas nama dan mewakili rakyat.

Cara Berjualan....

Bagaimana negara ini dibangun oleh pribadi, kelompok, dan partai politik untuk berjualan harus menjelekan pihak lain. Perlu diubah bahwa menjual itu tidak perlu menistakan, menjelekan, dan mengupas sisi buruk pihak lain. Jualan tentu  ada rivalitas. Di sana yang perlu dilakukan adalah menjual kebaikan, faktor pembeda, dan bukan asal lawan jatuh.

Politik nir Etik

Susah memang berbicara partai mengenai etik dan ideologis, bagaimana tidak, partai bisa berkamuflase dalam segala hal. Kadang sangat radikalis di saat yang sama merasa demokrat sejati, sangat religius padahal maling tak malu, saat ini nasionalis bersamaan bertaut erat dengan antidemokrasi.  Mengapa terjadi? Karena ideologi saja tidak punya apalagi menghayati.

Partai Politik sebaiknya membangun budaya baru

Ideologi partai dikuatkan. Terapkan misalnya nasionalis ya jalani dengan baik, tekun, setia, jika ada partai yang tidak nasionalis jangan  bekerja sama. Di mana nasionalismenya jika demikian? lucu dan aneh dan itu terjadi di Indonesia

Kekuasaan itu sarana bukan tujuan. Hal ini menjadi salah kaprah karena kekuasaan, kursi, dan jabatan saja yang ada di benak para politikus. Padahal kekuasaan itu adalah buah, bonus, dan hasil kerja keras yang bernama politik bukan politik berhenti dan berorientasi pada kursi semata. Seni mendapatkan kepercayaan dan mengelola kota konteks awali itu telah jauh melebar yang tidak terjembatani apalagi bagi bangsa ini.

Ekonomi biaya tinggi politik. Polling kompas menjadi sah dan jalan tebaik menyiasati mahalnya politik yang ada di sini, sekaligus kesempatan mendapatkan banyak hal yang lebih banyak negatif, seperti kolutif, koruptif, dan nepotis itu. Partai politik dan  dewan masih berkutat dengan hal itu. Masih jauh dari harapan untuk berubah.

Kaderisasi mendesak. Bagaimana tingkah polah politikus kelihatan mereka tidak berpendidikan, konteks politik lho, sehingga mana yang patut dan tidak, mereka tidak paham. Lebih banyak omong ngawur daripada teratur, lebih banyak kontroversi daripada prestasi. Orang berpendidikan tentu akan bisa menakar, mengukur, dan memilah, serta memilih, tidak akan asal ucap yang bisa menjadi bumerang.

Partai politik harus dibangun dengan modern,  modern  dalam banyak hal. Pengelolaan, ideologi, etis, manajemen, terutama sumber finalisial, sehingga kementrian dan lembaga negara bukan menjadi atm bagi mesin partai.

Penegakan hukum yang baik, bukan karena kekuasaan dan kekuatan menjadi pemenang di dalam kasus hukum. Pemisahan antara kasus hukum dan politik, bukan malah dibuat makin sumir.

Kritik itu membangun dan ada solusi atau tawaran jalan keluar. Jika hanya mengatakan keburukan dan kegagalan tanpa adanya sebentuk alternatif, namanya waton sulaya, asal njeplak, dan nyinyir. Perlu belajar membedakan dan membudayakan bukan malah menambhak keruh suasana.

Sikap bertanggung jawab bagian utuh hidup bersama, berpolitik, dan bernegara, bukan malah meninggalkan itu semua demi kepentingan sesaat dan sendiri.  Masih jauh dari harapan apa yang ditampilkan elit bangsa ini.

Apakah akan terus demikian hidup bersama sebagai bangsa ini? Ada di tangan kita.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun