Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jakmania vs Bobotoh, Bonek vs Siapa Saja, Model Memalukan yang Dibanggakan

4 Agustus 2017   12:35 Diperbarui: 9 Agustus 2017   08:09 2117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa model dan budaya di sini, sepak bola hanya mengekor, seperti inisial di kaos, menggunakan perempuan cantik, mengekor klub dan timnas di Eropa, bukan yang fundamental.  Pola permainan pun menjiplak bukan sesuai dengan karakter dan kemampuan pemain. Trasfer pemain yang tidak rasional, tanpa mengingat kemampuan finansial

Bekerja pribadi bukan sistem

Bongkar pasang pemain dan pelatih bukan hal aneh di sini. Tidak heran prestasi bisa naik turun seperti ingus anak-anak. Kemarin juara besok hilang dari peredaran. Sistem dan industri yang mau dibangun namun dikelola dengan manajemen asal-asalan.

Hukum Positf diterapkan

Selama ini hukum sepak bola bak macan ompong pembekuan apalagi hanya denda yang berulang direvisi, tidak ada gunanya. Hukum positif sebagai pidana bukan tebang pilih, namun juga denda kerusakan yang ditanggung oleh pelaku dan klub. Efek jera bukan balas dendam. Sikap tanggung jawab yang lemah.

Pengurus dan jajarannya harus tegas

Pengurus PSSI, klub, suporter, dan pemerintah bahu membahu mendidik menjadi penonton modern yang bisa menjadi kekuatan klb bukan merusak dan merusak saja yang ada. Berapa kerugian yang mereka hasilkan apa sebanding dengan tiket misalnya atau dukungan? Belum menguntungkan secara ekonomis. Ketegasan pengurus dan seluruh pemangku kepentingan membantu industrialisasi sepak bola Indonesia

Tontonan dan tuntunan dari bola belum menjadi  hiburan yang menyenangkan

Beli tiket mahal, namun tim yang didukung belum menjanjikan, permainan masih begitu-begitu saja. Padahal membayar mahal untu hiburan, kalau jelek uang mana kembali. Logis, pelampisan jelas melakukan kekerasan dan perusakan.

Tayangan langsung makin membuat jurang makin dalam

Susah juga menggugat hal ini, semua soal ekonomi, uang yang berputar dari iklan. Soal membuat gemas pemirsa betapa jauh jurang yang ada tidak menjadi pertimbangan. Bagaimana tidak melihat cara main Messi dibandingkan dengan striker Persinga Ngawi, mereka menonton bayar, padahal di teve mereka gratis, jauh lebih baik, coba apa tidak emosi? Bayar jelek, gratis bagus lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun