Salah satu capres atau cawapres yang gencar melakukan sosialisasi HT dengan Perindonya seolah menembus jalan buntu. Tiga televisi grupnya dan media di bawah kelompok MNC gencar mengampanyekan kegiatan HT dan Perindo. Mars Perindo malah jadi lagu wajib yang dihapal anak-anak mengalahkan lagu Indonesia Raya.
Ambang Batas di dalam UU Pemilu sudah diketuk, posisi sulit membuatnya bermanufer dengan mengatakan kondisi perpolitikan seperti ini Jokowi akan susah dikalahkan di 2019 dan menyatakan dukungan bagi Jokowi pada ungkapan berikutnya.
Beberapa elit partai politik beragam menyikapi hal ini. Ada yang mengatakan tidak signifikan  karena Perindo bukan partai berkursi di parlemen. Jika demikian toh PKPI, PBB tidak berkursi mereka juga diperbincangkan. Lebih jauh bukan soal dukungan ke Jokowi dan menghindarkan diri dari selama ini bertautan dengan calon lain.  Beberapa hal sangat menarik dilihat.
Kasus Hukum yang Membelit Ketua Umum
Kasus hukum yang bolak-balik membuat ketua umum HT ke kejaksaan tentu menyita perhatian, energi, dan beaya. Tidak hanya satu dan sekali selesai kasus yang harus dihadapi. Beberapa kasus yang belum ada ujung pangkalnya. Tidak heran beberapa pihak dan pengamat mengatakaan ada deal soal ini. Artinya bahwa dukungan kepada Jokowi akan menggugurkan kasus hukum HT. Apakah demikian? Waktu yang akan menjawab. Kebiasaan presiden juga tidak membuat kasus hukum sebagai sarana tawar menawar dalam politik. Kasus hukum di kejaksaan, bukan sebatas kasus politis. Meskipun tuduhan kriminalisasi menguar dalam kasus HT.
Aspek Bisnis dan Ekonomis
Sebagai penguasa media, media HT cenderung menyerang, memberitakan secara negatif pemerintahan. Dulu, sebelum pilpres masih lumayan ada kolega bersama Bakri Grup dengan corong utama TV One dan pendukung ANTV. Kecenderungan Bakri yang sudah tergeser jauh dari pusat perpolitikan, membuat TV One juga berpaling. Pilihan pragmatis mereka meninggalkan kesenangan mereka sebagai televisi berita. Artinya Grup MNC saja yang menjadi corong kelompok oposisi. Apa yang didapat? Tentu hitungan politis lagi, mereka tidak dapat apa-apa secara signifikan. Ditinggalkan pemirsa dan iklan jelas mereka rugi. Belum lagi media cetak mereka juga banyak menghadapi kasus tuntutan dari eks karyawan.
Aspek Politis
Soal politik memang tidak berpengaruh banyak, hanya soal kenyamanan dan rasa tenang di dalam  kebersamaan dan ramai-ramai. Mereka toh belum terbukti bisa meyakinkan untuk menambah kekuatan dan amunisi di Senayan atau kabinet. Nuansa uang di dalam pilkada DKI jauh lebih kuat daripada politis dan tindakan politik lainnya. Mereka juga belum menyajikan tampilan politik yang baru, elok, menjanjikan, dan memberikan harapan. Apa yang ditampilkan Hary Tanu sebagai representasi Perindo masih sangat lemah. Tidak jauh dari apa yang sudah dicapai bersama Wiranto-Hanura di masa lalu. Apa yang disajikan malah jadi olok-olokan soal etnis, soa agama, soal kebersamaan dengan radikalis. Bukan soal rasis namun betapa ras dan agama itu bagi pribadi Tanu malah bermain dalam ranah politis.
Keuntungan dan Kerugian bagi Joko Widodo
Hampir tidak banyak bagi pencalonan Joko Widodo, karena selama ini dan ke depan Perindo belum bisa menjanjikan apa-apa. siginifikasinya sangat lemah. Kurang masuk akal jika kasus hukum HT dipetieskan demi dukungan kepada Jokowi. Merugikan secara politik jelas iya.