Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presiden: SBY Lebay, Prabowo Mengapa Ribut Sekarang

28 Juli 2017   17:58 Diperbarui: 30 Juli 2017   14:20 3151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden: SBY Lebay, Prabowo Mengapa Ribut Sekarang

Pertemuan SBY dan Prabowo dinilai presiden sebagai berlebihan atas ucapan soal totaliter dan mengapa baru ribut, padahal sudah dua kali menggunakan PT. Dulu diam saja. Judul lebay meminjam istilah anak baru gede, mirip Pak Beye. Tentu jawaban yang "sengak" ke Pak Beye bisa dipahami, bagaimana "ributnya" Pak Mantan, lebih halus ke Pak Bowo karena relasinya memang relatif lebih baik dan lunak.

Jawaban Normatif Presiden

Presiden sangat normatif, memperlihatkan kualitas sebagai seorang politisi yang matang, tidak mudah bereaksi dengan reaktif, berlebihan, dan meledak-ledak. Hal ini bisa dilihat bagaimana Pak Beye menyaksikan perjumpaan kuda di tahun lalu. Dengan senyum-senyum dan seolah  tidak peduli ketika didesak wartawan beliau mengatakan "berlebihan.." coba kalau tidak sebagai presiden beliau akan mengatakan Pak Beye lebay. Panjang lebar sebelum mengatakan berlebihan, beliau menjelaskan mekanisme UU Pemilu sebagai produk hukum yang bisa ditolak DPR. Jika DPR tidak setuju kan bisa gagal, kemudian bisa ke MK, bahkan bonus demo pun tidak masalah. Jawaban yang cukup menohok di mana cara menjawab pihak lain yang begitu menggebu di dalam menyatakannya, ditanggapi dengan tenang.

Mengenai pihak Pak Prabowo, yang menyoal soal lelucon PT, presiden menyatakan, lho sejak 2009 dan 2014 kan sudah ada PT, mengapa dulu diam dan tidak ribut, mengapa sekarang ribut. Jawaban telak, bukan soal ngotot mempertahankan gagasan sendiri, namun mengajak melihat sejarah. Lebih telak lagi paparan selanjutnya yang menelanjangi keinginan mereka untuk menggoyang pemerintahan jika orang yang sama sekali tidak memiliki kursi di dewan menjadi presiden. Presiden mengatakan bahwa mereka yang memiliki 38% saja digoyang tidak karuan, apalagi yang nol kursi bahkan. Artinya apa yang mereka rencanakan sudah dipatahkan sebelum dilakukan.

Negara demokratis sekaligus negara hukum, sebagai penegas presiden hendak menunjukkan di mana totaliter yang mau disasar sebagai sarana memperlemah pemerintah saat ini. aneh dan lucu apa yang disampaikan Pak Beye, di mana zaman beliau, DPR ada di dalam kekuasaan Demokrat, presiden sekaligus ketua umum Demokrat, sejenak, puternya sendiri sebagai sekjendnya. Coba lebih mengerikan mana, belum lagi semua ketua umum partai pendukung pasti menteri. Pak beye lupa apa abai sih?

Pembolakbalikan Fakta

Hati-hati mendekati 2019, makin banyak orang yang ahli memutarbalikan fakta, bahkan lebih parah membolakbalikan fakta. Tiap ada produk atau pernyataan dari pemerintah akan lahir ungkapan-ungkapan yang bertolak belakang. Lihat soal UU Ormas ini, memangnya ormas antipancasila ini sedang berdiri? Tentu tidak mereka sudah melakukan banyak hal di zaman siapa? Zaman Pak Beye? Apa yang dilakukan, prihatin. Jadi sudah mulai apa yang dibalik-balik itu dan akan lebih banyak lagi nanti datang dan timbul.

Rakyat sudah cerdas. Tidak perlu menggunakan dalih rakyat sebagai tameng. Siapa yang menggunakan rakyat sebagai sarana dan siapa yang memikirkan rakyat kog. Para pinisepuh sudahlah, istirahat, jadi negarawan dan madeg pandita.

PT seolah-olah ini harga mati dan pasti karena dibuat untuk kepentingan Jokowi. Mereka lupa Pak Beye juga pernah menggunakan itu untuk bisa menjadi presiden bukan? Dengan bersama-sama PKS dan kawan-kawannya masa lalu? Atau perlu diingatkan lagi? Atau Pak Prabowo marah karena merasa ditinggalkan janji PDI-P yang malah mendukung dan mengirim petugas partai? Ah masak sudah pada lupa?

Saatnya negara ini dipimpin kaum muda. Kaum muda yang penuh vitalitas, masih jernih tidak amnesia dengan masa lalu, bahkan masa kemarin. Kelompok tua membosankan dengan itu itu lagi, isu, trik politik kanak-kanak, mewek, tantrum, dan saling membelit karena masa lalu yang selalu saja terulang.

Siapapun jadi presiden perlu didukung asal:

Pejuang Pancasila bukan konsep dan wacana semata, dengan dikelilingi kelompok radikalis dan penuh kebencian rasis, suka kekerasan dari rekam jejak mereka. Rekam jejak dan lingkaran utama sangat menentukan jiwa mereka. Mengatakan atau melafalkan Pancasila namun hatinya busuk, apa beda dengan serigala berbulu domba. Tetap dia tidak doyan rumput selain daging.

Komitmen bagi bangsa dan negara di atas pribadi dan kelompok. Lihat saja selama ini bagaimana perilaku mereka itu. Rakyat diingat dan disebut hanya ketika menghadapi kesulitan dan dekat pemilu. Semua sudah terang dan bisa dilihat dari perilaku mereka selama ini. Jangan karena tiba-tiba makan di warung pasti merakyat atau panen di sawah sudah pasti memikirkan petani.

Tidak tersandera oleh masa lalu, baik kekerasan ataupun maling. Persoalan ini belum tersentuh sama sekali bagaimana maling makin menggila padahal kinerja penegak hukum makin membaik. Petinggi negeri maah antri masuk bui. Ke mana mereka selama ini?

Masalah terorisme, narkoba, dan maling berdasi sama sekali tidak menjadi pembicaraan elit negeri ini mengapa? Mereka tidak akan mampu memberikan solusi dan tidak seksi untuk pemilu mereka. Apakah mereka ini layak memimpin negeri? Jelas mereka mikir kursi sebagai tujuan, dan mencapai itu bingung.

Satu ton narkoba di depan pandangan, polisi mati di pelupuk mata karena teroris, dewan bancaan anggaran KTP-elsama sekali tidak mereka lihat. Mereka punya mata dan kuping namun buta dan budeg.

Salam

Artikel terkait: kompasiana.com/paulodenoven

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun