Entah apa mau memberi nama dan julukan untuk dewan yang katanya terhormat itu. Bagaimana lembaga negara yang memiliki peran penting di dalam tata negara modern ini namun perilakunya memalukan. Â "Menuduh" lembaga lain sebagai "tukang nguping"melalui media sosial lagi. Dua kekanak-kanakannya dewan, sebagai lembaga yang mengoperasikan media sosial ini tentunya.
Media Sosial
Tentu sebagai media alternatif untuk menjalin komunikasi, melebarkan sayap untuk pertemanan, bersosialitas, dan memperkenalkan diri atau brand,dan seterusnya. Manfaat yang dipetik adalah adanya jaringan, komunikasi makin intens satu sama lain, saling bertukar informasi dan banyak lainnya. Komunikasi menggunakan media sosial tentu ada jarak.Â
Jarak yaitu media itu sendiri. Karena tidak bertatap muka, ada gap yang memang tidak akan interaksi secara langsung, namanya juga maya, apapun bisa terjadi. Semua bisa memiliki interpretasi masing-masing. Diskusi tidak akan terjadi dengan sebagaimana berhadapan muka, karena ada jarak yang tidak terjembatani apapun canggihnya alat itu. Alat itu sendiri saja sudah jarak.
Kedewasaan
Pribadi yang mantab, dewasa, dan bijaksana karena lembaga terhormat tentunya akan menimbang segala sesuatu sebelum menekan tombol enter untuk publish.Apa yang akan terjadi, menyinggung pihak lain tidak, bagaimana penilaian terhadap isi, kualitas, dan keseluruhan apa yang kita tayangkan. Berbeda dengan anak-anak baru gede yang penting eksis, tenar, soal baik buruk, benar salah, menyinggung atau tidak bukan pertimbangan.
Komunikasi antarlembaga, terutama yang sudah matang, dihuni oleh anggota-anggota berkualitas tentunya akan dilakukan dengan dua arah yang setara, saling mendengarkan dan saling mengeluarkan pendapat. Perbedaan persepsi akan diketemukan titik temu ataupun tidak akan disepakati dengan dewasa dan bijaksana.
Kualitas Dewan atau KPK yang Kekanak-kanakan?
Rakyat diberi paparan yang terpampang dengan jelas dan terbuka dengan gamblang siapa yang dewasa dan siapa yang kanak-kanak. Media sosial, meskipun resmi, toh namanya media sosial. Ada ruang untuk dengarpendapat,bahkan pansus dagelan sedang dibuat, eh malah mempermalukan diri dengan postingan di media sosial. Reaksi berlebihan yang dipertontonkan dewan sangat tidak proporsional, lihat bagaimana reaksi KPK bayi kemarin sore yang tetap bekerja tidak terpengaruh oleh ulah bocah tua yang namanya dewan itu.
Media sosial tidak salah, sepanjang saluran itu mampet, lha ini dewan lho, sama lucu, atau maaf goblog yang mengancam mau ada parlemen jalanan beberapa waktu lalu. Ini sangat-sangat bodoh karena mereka itu diberi kuasa oleh UU untuk menjadi lembaga negara kog malah main medsos seperti abg, isinya juga memalukan lagi. Tuduhan yang sangat tidak patut pada lembaga negara lain yang posisinya independen. Penyadapan yang dikatakan nguping juga sangat memalukan, kecuali penyadapan itu bukan bagian hukum, misalnya, anggota dewan menyadap pemerintah, itu nguping.
Pembentukan Opini
Apa yang dilakukan dewan jelas kekanak-kanakan dan sangat memalukan, mereka tidak berdaya menghadapi fakta-fakta yang makin mengarah ke diri mereka, akhirnya membabi buta. Seperti ayam yang sudah tersudut, akhirnya segala cara dipakai, termasuk yang sangat memalukan diri dengan keinginan mempermalukan pihak lain.
Minim Prestasi, Media Sosial alangkah baiknya untuk sosialisasi program dan capaian, eh malah cacian bagi lembaga lain. semua juga sudah paham kog mereka selama ini tidak menghasilkan prestasi yang membanggakan, selain kontroversi demi kontriversi yang tidak bermutu itu. Mau menuliskan apa karena memang tidak ada yang dibanggakan, gampang mencela pihak lain kan?
MK menyebutkan DPR sebagai legislator selama 2017 baru satu kali menghadiri persidangan MK. Gugatan terhadap UU yang mereka teken sendiri pun tidak mau hadir. Mengapa mereka tidak datang? Pihak-pihak lain menduga mereka khawatir dicecar dan tidak bisa mempertanggungjawabkan apa yang mereka teken. Mereka tidak bisa melarikan diri atas tanggung jawab moral jika UU itu mendapatkan gugatan. Pemerintah dan dewan kan bersama-sama membuatnya, siapapun yang memberikan ide dan gagasan. Toh juga dewan sangat minim punya ide untuk membuat UU. Mereka hanya datang yang berkaitan dengan UU yang bernuansa puitis.
Dua hal yang disampaikan, baik tudingan dewan atau keluhan MK itu menunjukkan memang dewan sangat tidak bermutu. Besar komentar yang tidak proporsional, berlebihan, dan ikut campur ke mana-mana namun masalah sepele di dalam mereka sendiri tidak pernah dibahas.
Masalah di dewan yang sangat mendesak,
Masalah absensi.Mereka bukan pejabat makan gaji buta, namun presensi kehadiran mereka sangat rendah. Padahal gaji dan tunjangan lain lancar-lancar saja. Coba berapa kebocoran hanya dari segi gaji dan kinerja mereka. Absensi ini sangat mendasar dan sepele.
Masalah produktifitas. Hal ini berkaitan dengan kualitas, mereka banyak yang tidak mampu, namun karena uang dan kepentingan bisnisnya untuk bisa mengeruk uang, membeli suara untuk jadi anggota dewan.
Masalah beli suara.Ekonomi beaya tinggi politik demokrasi akal-akalan sangat tinggi karena kualitasnya rendah. Mereka tidak mampu, maka produktifitas rendah, malas karena tidak mampu untuk berbuat apa kalau datang.
Masalah wakil rakyat dan wakil parpol yang tidak jelas.Mereka sama sekali tidak pernah berpikir soal rakyat, partai nomor satu. Entah bagaimana mereka harus diubah paradigmanya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H