Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Kelas Masyarakat Era Penjajahan dan Masa Kini

20 Juli 2017   12:05 Diperbarui: 20 Juli 2017   14:10 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masa penjajahan kelas di dalam masyarakat sangat penting bagi pemerintahan penjajah, bukan jajahan tentunya. Ironisnya kini, hari ini, kelas itu masih terasa. Kelas yang sama dengan tampilan yang berbeda sesuai dengan perkembangan zaman tentunya.

Kelas Era Penjajahan

Kelas pertama, jelas Eropa Totok, baik itu Belanda ataupun bule yang lain. Asal Eropa dan barat adalah nomor satu. Tidak pernah salah dan selalu memang kalau di depan sidang. Nyawa mereka jauh lebih berharga, termasuk martabat mereka.

Kelas kedua, keturunan. Orang Eropa atau barat yang beristri atau suami pribumi atau asli Indonesia, peranakan ini memiliki hak di bawah kelas pertama namun  juga di atas kelas ketiga, pribumi. Level yang sama dihuni oleh bangsa asing, seperti Arab dan Thionghoa. Soal hukum dan martabat sama kelasnya, memang masih rendah dari peranakan Eropa, namun di atas pribumi. Beberapa orang dan keluarga bangsawan yang bisa naik ke level ini, biasa dikenal priyayi.

Kelas ketiga, pribumi. Jelas ini siapa. Semua saja yang tidak memiliki apapun, bahkan nyawanyapun bisa dibuang oleh kelas pertama dan kadang kelas kedua. Pendidikan, pengetahuan, kadang juga kekayaan sama sekali, tidak mereka miliki. Apa daya mereka?

Kini, hampir 71 tahun usia kemerdekaan itu, namun "penjajah" negeri sendiri itu jauh lebih kejam dan sadis. Tentu bukan karena memihak penjajah, namun sebagai sesama anak negeri mereka malah berlaku bak pemerintah penjajah. Korup, maling, sadis dengan sesama, hukum yang tidak adil, berlaku sewenang-wenang, minta dilayani, birokrasi berbelit, itu ciri penjajah, bukan pemerintahan bangsa sendiri.

Kelas masyarakat masa kini

Kelas pertama, pejabat dan politikus dengan seluruh jaringannya. Mengapa disebut jaringannya? Sesama elit, namun kalau pilihan politiknya berseberangan bisa habis dibantai oleh mereka. Apakah itu penguasa pemerintahan atau bukan? Tidak soal di mana posisi mereka, asal satu level, satu pemikiran, dan satu kehendak mereka menjadi kelas yang sama. Memutarbalikan fakta, persidangan yang terbeli, opini publik yang ditunggangbalikkan, dan penguasaan media menjadi ciri kelas mereka ini. 

Bedanya dengan kelas pertama era penjajah, kelas pertama ini banyak faksi yang saling bersaing. Masa penjajahan tidak ada, karena semua takut dengan sang penguasa besar. Semua tunduk, kini bisa berbeda dan bisa melemparkan ke kelas terbawah jika mengusik kepentingan mereka. Pemersatu mereka kepentingan sesaat. Isi kelas ini,pejabat, politikus, pengusaha yang berpolitik atau memiliki jaringan politik, orang kaya yang berkecimpung dalam politik untuk cari proyek dan aman.

Kelas kedua. Orang cukup kuat namun tidak memiliki jaringan. Berisi pengusaha menengah dan warga terdidik namun tidak memiliki pengaruh. Kelihatan jika berhadapan dengan kasus hukum kelas ini akan kehabisan banyak hal, materi, tenaga, dan hampir dipastikan kekalahan ada di   pihaknya apalagi berhadapan dengan kelas pertama. Dalam pergaulan akan kelihatan apa yang menjadi kendaraan mereka, tempat mereka makan dan berinteraksi.

Kelas ketiga, ini paling banyak penghuninya. Siapapun yang tidak memiiliki koneksi, memiliki materi, sepintar apapun akan tergilas, oleh tamaknya kelas pertama dan kedua. Beda dengan masa penjajahan, mereka bisa saja pintar, pendidikan tinggi, dan berpengalaman, namun karena minim koneksi, akhirnya jadi biasa saja. Bukan siapa-siapa. Apalagi jika berhadapan dengan hukum. Penjara menanti. Tidak memiliki akses yang banyak untuk menunjang kehidupan mereka.

Fakta kelas yang ada:

Peradilan. Paling nampak kalau ada peradilan. Di mana kelas-kelas itu akan jelas terlihat, meskipun akan disangkal dengan berbagai cara. Kelas mana mereka akan terpampang dengan gamblang. Termasuk ketika masuk penjara, lebih jelas lagi.

Hidup sehari-hari, alat transportasi akan menunjukkan mereka. Meskipun tidak akan bisa sejelas dan seketat zaman pra kemerdekaan. Namun sedikit banyak kelas itu terlihat. Kelas ketiga akan mengendari angkutan umum. Apa yang mereka tuju ketika makan di luar, pilihan tempat belanja, dan banyak hal.

Sarana kesehatan. Pilihan berobat dan mencari perawatan juga memperlihatkan hal ini. Memang tidak akan segila era penjajahan, namun kelas ini nampak jelas. Kelas ciptaan penjajah yang masih dilestarikan dan dirasakan dengan nyaman bagi level atas.

Pendidikan, beberapa waktu terakhir, pendidikan berkelas ini pun mulai terasa sangat kuat. Mau bagus dan berprestasi berarti masuk sekolah favorit, dan itu mahal.

Perbedaan yang mencolok dengan era dulu adalah pasti gengsi dan malu jika turun kelas, namun sekarang malah bangga dan tidak akan malu sepanjang itu menguntungkan. Lihat saja kala ada BLT dulu, orang mampu pun memilih mendapatkan itu, meskipun untuk kelas paling bawah. Atau rumah megah bertingkat, memiliki mobil, toh tidak malu membeli gas bersubsidi.

Orang mampu pun tidak malu mendaftarkan anaknya sekolah dengan keterangan tidak mampu,  sepanjang  bisa berhemat dan bisa mentereng dengan kemewahan pada sisi lain. Ini jamak terjadi di mana-mana dan kasus apapun.

Penghormatan akan materi dan kekayaan, pangkat dan golongan, jabatan dan kekuasaan melestarikan budaya feodalisme ini. Penjajahan yang diusir hanya pemerintahan dan orangnya. Sistem dan perilakunya tetap dipakai dan dipertahankan.

Salam 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun