Kritik itu bermuara pada solusi atau minimal ada dukungan, bangsa ini lebih banyak orang yang asal berbeda bukan kritik yang kontributif. Apa yang diambil pejabat yang berkepentingan tentu dengan pertimbangan masak, bukan asal semata, tentu berbeda orang yang kecewa, sering tidak berdasar fakta dan rasio namun rasa yang tidak berimbang. Hal ini yang sering membuat banyak masalah baru karena mengesampingkan rasio dan logika karena hanya mengikuti intuisi. Pada manusia dibekali akal budi untuk itu. Jika semata instingtif seperti kemarahan tidak proporsional, apa bedanya dengan hewan coba.
Ketegasan sangat diperlukan untuk menunjukkan bahwa bangsa ini berdaulat. Dikte dan semaunya pihak investor, produsen, dan yang berkepentingan semata ekonomi sudah saatnya dihentikan. Negara memiliki visi misi sendiri, jika apa yang dimaui asing, dimaui investor mentah-mentah dituruti, jangan heran jika hanya jadi pasar yang besar tanpa pernah maju dan beranjak dari ketergunan dan gumunan.
Bangsa ini kaya termasuk potensinya. Kembangkan bangsa sendiri, mandiri, mampu berbuat banyak, bukan semata hanya satu soal kemudian malah menyalahkan pemimpin sendiri. Salah satu tabiat kurang baik adalah ini, selalu membela yang berbau asing dan malah menilai ringan bangsa sendiri, termasuk kepada pemimpinnya.
Berikan waktu, toh pihak Telegram juga sudah mengatakan akan menaati apa yang disarankan pemerintah Indonesia, coba, mereka pun akhirnya tahu dan sadar bahwa mereka juga butuh pasar besar ini. Potensi ini jangan malah kalah.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H