KPK memang berani. Kali ini ketua DPR aktif dinyatakan tersangka. Lengkap sudah "pemerintahan" ala KPK, usai ketua MK, DPD, kali ini DPR. Memang masih panjang untuk ke bui. Menarik apa yang akan terjadi pada lembaga dewan dan juga Golkar sebagai parpol yang memiliki ketua Setnov.
Si Belut sangat Licin
Luar biasa memang politikus yang satu ini, bagaimana suara yang menyebutnya berkali-kali, tetap saja lepas dan lepas lagi. Akhir tahun yang lalu, media sudah habis-habisan mengupas kala ia menjadi tema soal papa minta saham.Eh dia hanya jatuh sementara dari jabatan ketua dewan, namun masih kokoh sebagai ketua fraksi. Pun begitu malah ia dapatkan jabatan ketum Golkar usai berpanjang kali lebar di peradilan dua kepemimpinan. Tidak lama kemudian ia bisa kembali naik dengan "mengudeta" Akom dari kursi pimpinan dewan.
Golkar Lowong
Jauh lebih panas kursi ini karena banyaknya faksi dan kepentingan yang berkaitan dengan 2019. Tentu Ical masih juga penasaran, demikian juga dengan Agung Laksana, Jusuf Kalla, dengan para gerbong masing-masing. Bukan tidak mungkin mereka kembali bergairah untuk kembali berebut Golkar-1. Suara kuat belum juga nampak menonjol karena perkembangan yang tiba-tiba ini. beberapa nama kuat pun tidak juah antrean dari kasus KTP-el yang sama. Mereka tentu berhitung.
Dewan Tentu Lowong juga
Jika demikian, potensi Akom naik kembali terbuka. Hanya sejenak turun untuk kembali ke posisi semula. Rekor juga dalam satu periode ada tiga kali ganti ketua dengan nama yang sama. Malah seperti ingus anak kecil saja, naik turun.Lebih akan menarik jika PDI-P memainkan perannya. Sangat strategis posisi ketua dengan banyak isu sensitif yang perlu tangan ketua yang tepat dan benar. Salah memilih ketua bisa banyak masalah timbul di kemudian hari.
Langkah yang mungkin diambil
Jelas pertama pra peradilan. Â Langkah yang biasa ditempuh oleh pejabat negeri ini, meskipun jauh lebih banyak yang gagal daripada bisa lolos dari lubang jarum tersangka KPK. Jika tidak, Setnov memberikan pembelajaran baru.
Pembelaan dari kolega di pimpinan dewan yang memang seperti trio itu, demikian juga dari Gokar dengan gerbong yang biasa loyal buta pada Setnov. Perang opini dan pembentukan opini akan makin gencar.
Implikasi Politis
Jika kali ini KPK kalah, habis sudah, pansus mendapatkan momentum. Pemerintah juga bisa dipastikan terkena imbas yang tidak mudah. Sebaliknya, jika KPK tidak gentar dan berani maju terus dengan segala risiko, tentu KPK makin mendapatkan dukungan rakyat, secara tidak langsung pemerintah memperoleh dukungan lebih baik di kemudian hari.
Dukungan Golkar kepada Jokowi bisa berubah, sejalan dengan apa yang akan terjadi jika ganti ketua umum. Pemilu memang masih cukup jauh namun tentu membuka banyak peluang bagi calon potensial. Dukungan Golkar menjadi kembali terbuka bagi calon lain.
Golongan Karya berpotensi kembali terombang-ambing di dalam perebutan kekuasaan lagi. Faksi di dalam tubuh Golkar masih tetap sama kuat, banyak, dan tentu penuh dengan kepentingan. Waktu dua tahun kurang bisa menjadi waktu untuk menentukan siapa mau jadi presiden. Ketua umum dengan kepiawaian bisa membuat warna bisa berbeda, bisa juga menjadi calon presiden atau wakill presiden yang potensial.
Pansus KPK makin keras melakukan perlawanan karena "orang" kuat saja kena, apalagi yang hanya pengikut dan orang biasa-biasa saja. Semua tentu paham siapa saja yang sudah tersebut dalam kasus ini. Padahal mereka juga ada di dalam pansus.
KPK makin tersudut apalagi jika berkaitan dengan dewan. Kinerja mereka yang berani memang disukai rakyat, namun tentu tidak menjadi populer di mata anggota dewan. KPK harus siap sedia dalam segala kondisi baik hukum, hukum jalanan seperti di alami Novel atau Tama S. Langkun, ataupun ewes-ewes irasional yang terjadi.
Biarkan proses hukum berjalan, jangan ada intervensi politik, apalagi jika jalanan seperti demo berjilid-jilid. Saatnya negara dengan seluruh jajarannya bebersih. Sudah terlalu lama negara ini dikelola oleh bandit-bandit demokrasi yang tidak pernah peduli dengan keadaan bangsa dan negara.
Politikus tamak perlu dihentikan apapun risikonya. Hal ini tentu tidak mudah, memalukan, dan sangat berat bagi KPK untuk memutuskan. Reaksi berlebihan, tidak patut akan terjadi sebagaimana kemarin kala akhirnya terbentuk pansus angket KPK. Hampir dimungkinkan potensi "keriuhan" lebih besar dan hebat akan terjadi.
Pemiskinan maling berdasi sangat mendesak dilakukan, agar pejabat tidak lagi main anggaran demi kepentingan sendiri. Berapa saja uang negara yang harusnya untuk membangun bangsa dan negara habis untuk kepentingan diri dan kelompok.
Apakah ini masih juga akan menjadi pembenaran pelemahan KPK? KPK gegabah, KPK sewenang-wenang, dan seterusnya seperti biasanya?
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H