Apa yang kita saksikan saat ini mengenai ojek sangat luar biasa. Dulunya, ojek hanya melayani rute yang sudah tidak mungkin dijangkau angkutan umum. Mulai menggusur colt, delman, dan beberapa angkutan umum pedesaan lainnya. Kini, kota bahkan ibukota pun dipenuhi dengan ojek. Awalnya masih ojek pangkalan, dengan penumpang mendatangi beberapa pangkalan, biasanya di mulut gang atau jalan agak besar.
Jalanan makin macet dan sesak dengan kendaraan pribadi, alternatif ojek dari pinggiran bahkan pelosok itupun mendesak kota bahkan ibukota. Dulunya ojek hanya penghantar pilihan terakhir kini malah seolah menjadi prioritas. Tidak heran aplikasi ojek menjadi salah satu menu wajib yang setara dengan medsos di gadget mulai dari karyawan hingga pelajar sekalipun.
Ojek Tradisional vs Ojek Modern
Ini bukan soal onlineatau bukan namun pola pikir. Bagaimana aplikasi banyak membantu memberikan terobosan sarana transportasi murah meriah, cepat, handal, dan jaminan. Bandingkan saja dengan yang biasa mangkal, pola pikir sama, asal cepat soal selamat belakangan. Biasanya relatif lebih mahal, dengan jarak tempuh yang sama bisa dua hingga empat kali lipat.Â
Biasanya dikuasai preman dan pengamanan tidak resmi itu yang membuat makin mahal. Tradisional karena pola pikir bukan alat yang dipakai. Apakah ini bisa bersinergi? Ternyata bisa ada pengalaman yang dikatakan driver,pengojek juga sebenarnya bahwa ada pengojek pangkalan yang "mendua" dengan menjadi driver ojek online.Saat tidak ada order,ia mangkal, jaket dan asesoris ia letakkan saja pada kemudi. Hanya soal sosialisasi dan kekuatan "suara".Â
Selama ini kekuatan "okol" pengojek pangkalan biasanya lebih keras dan lantang dengan penolakan. Toh kini ketika driverojek onlinemakin banyak, mereka diam seribu bahasa. Kedua, sikap mau berubah dan belajar yang sulit minta ampun. Selalu saja resisten dan menolak dulu. Lagu lama. Penyakit akut bangsa ini.
Ojek Murah, Meriah, dan Cepat
Solusi di antara kemacetan dan jumlah kendaraan umum dengan jalurnya memang bisa diatasi dengan ojek. Jauh lebih murah dan cepat, karena tidak perlu berpindah moda, menunggu lagi, dan tentu menjadi primadona baru. Apalagi dengan tambahan layanan tambahan untuk ini itu yang membuat lebih mudah. Seperti enggan keluar untuk beli makan dan minum, tinggal order, sambil tiduran, tunggu di rumah sampai. Konsumen sangat dimanjakan. Tidak perlu repot, mandi, ganti baju, transport lagi, dan jelas tidak akan ganti pilihan yang bisa menjadi lebih banyak.
Sikap tidak mau repot dan bergegas yang sering tidak pada tempatnya.
Menarik adalah apa yang kita saksikan di dalam berkendara di jalanan. Semua ingin cepat, antrian diserobot, lampu masih merah pun gas sudah meraung. Semua ingin cepat, namun ironisnya, cepat yang tidak bermanfaat. Etos kerja masih rendah. Cepat hanya untuk hal yang tidak bermanfaat, banyak bermedia sosial, bercanda yang tidak jarang bermuara pada pertengkaran, bukan hal yang produktif.Â
Entah harus dibangun dari mana sisi ini, ketika orang tergesa-gesa bukan karena ingin cepat bekerja atau belajar namun karena malas bangun lebih cepat.  Terrmasuk dengan aplikasi untuk berbelanja bukan karena tidak ada waktu untuk membeli makanan, namun karena enggan, malas, dan tidak mau repot. Tentu berbeda kalau karena sangat sibuk kemudian meminta bantuan untuk meringankan beban yang ada.
Mental priyayi
Entah bagaimana untuk mengubah model priyayi,yang mau dilayani, mau semua tersedia, tidak mau susah payah semua ada itu menjadi gaya gidup sebagian besar anak bangsa. Dulu, priyayi itu kelas yang dibentuk oleh pemerintahan kolonial untuk membuat bangsa ini tidak berdaya. Namun kini kolonial telah berhenti lebih dari tujuh puluh tahun namun sikap mental masih sama. Mau enak, mau dilayani abai untuk melayani, mudah menuding, dan enggan berefleksi. Orang yang enak karena mendapatkan privilege khusus namun emoh untuk berubah bagi negeri sendiri. Mereka telah nyaman dan aman, buat apa susah-susah.
Fasilitas, Kemudahan, dan Sarana untuk Membantu bukan Menggantikan
Kerja keras, usaha, dan proses itu harus dijalani. Ada alat bantu itu baik, namun bukan menggantikan dan membuat orang tidak melakukan apa-apa. Kemudahan itu meringankan bukan mengambil alih dan fungsi yang ada. Orang berjalan kaki sudah malas. Masak enggan, berinteraksi dengan muka ke muka sudah digantikan. Tidak ada yang salah dengan alat atau kemajuan, namun bagaimana kita memanfaatkan dan tetap sebagai manusia.
Ojek salah satu fenomena yang tercipta, namun manusia tetap saja memiliki kaki, tangan, mulut untuk melakukan banyak hal dan upaya. Jangan sampai nanti kaki menjadi sejarah masa lalu manusia, karena hilang hanya sebab jarang dipakai. Ketraampilan memasak hanya menjadi kekhususan rumah makan dan banyak orang tidak lagi tahu bedanya garam dan gula karena semua beli dan siap makan.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H