Mental priyayi
Entah bagaimana untuk mengubah model priyayi,yang mau dilayani, mau semua tersedia, tidak mau susah payah semua ada itu menjadi gaya gidup sebagian besar anak bangsa. Dulu, priyayi itu kelas yang dibentuk oleh pemerintahan kolonial untuk membuat bangsa ini tidak berdaya. Namun kini kolonial telah berhenti lebih dari tujuh puluh tahun namun sikap mental masih sama. Mau enak, mau dilayani abai untuk melayani, mudah menuding, dan enggan berefleksi. Orang yang enak karena mendapatkan privilege khusus namun emoh untuk berubah bagi negeri sendiri. Mereka telah nyaman dan aman, buat apa susah-susah.
Fasilitas, Kemudahan, dan Sarana untuk Membantu bukan Menggantikan
Kerja keras, usaha, dan proses itu harus dijalani. Ada alat bantu itu baik, namun bukan menggantikan dan membuat orang tidak melakukan apa-apa. Kemudahan itu meringankan bukan mengambil alih dan fungsi yang ada. Orang berjalan kaki sudah malas. Masak enggan, berinteraksi dengan muka ke muka sudah digantikan. Tidak ada yang salah dengan alat atau kemajuan, namun bagaimana kita memanfaatkan dan tetap sebagai manusia.
Ojek salah satu fenomena yang tercipta, namun manusia tetap saja memiliki kaki, tangan, mulut untuk melakukan banyak hal dan upaya. Jangan sampai nanti kaki menjadi sejarah masa lalu manusia, karena hilang hanya sebab jarang dipakai. Ketraampilan memasak hanya menjadi kekhususan rumah makan dan banyak orang tidak lagi tahu bedanya garam dan gula karena semua beli dan siap makan.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H