Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hak Angket DPR, Kinerja Kilat ala Dewan

19 April 2017   07:57 Diperbarui: 19 April 2017   08:32 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kembali wacana hak ini dan itu digulirkan dewan. Kali ini hak angket berkaitan dengan KPK yang keberatan membuka BAP sebuah kasus. Menarik adalah apa yang dilakukan dewan kali ini masih juga sama dengan dewan yang sudah-sudah.

Kejadian, peristiwa, pekerjaan rumah masih sangat banyak, seperti terorisme yang sepertinya tidak pernah berhenti, maling berdasi alias korupsi yang masih merajalela, dan begitu banyak masalah besar lainnya eh malah mengurusi yang ada kaitannya dengan diri mereka sendiri. Hak ini, “memaksa KPK” membuka BAP soal kesaksian palsu oleh pihak lain yang ditengarai menyebut kolega mereka.

Luar biasa gerak cepat mereka, berbeda ketika menghadapi Century, Lapindo, dan juga soal Tama S Langkun dan Novel Baswedan yang masih belum beranjak. Ketika berkaitan dengan mereka responsif, cepat, bahkan mendesak, namun berbeda kalau berkaitan dengan keburuhan masyarakat.

Mengapa KPK, menarik adalah apa yang mereka perjuangkan, lakukan, dan kesigapan mereka kalau berkaitan dengan kelompok mereka dan juga KPK. Berbeda sikap jika itu pihak lain, apalagi tidak berhadapan dengan KPK.

Pemaksaan kehendak dan kekuasaan jelas terlihat karena KPK mengatakan ini soal berbeda, sedang di BAP belum saatnya dibuka. Berarti mereka ingin tahu lebih dulu daripada penegak hukum lainnya. mereka lupa tugas mereka tidak sejauh itu, berbeda jika KPK melanggar tugas mereka baru bisa menggunakan hak dan kuasanya.

KPK independen, presiden saja tidak boleh menekan, apalagi ini dewan. Coba presiden, kepolisan, atau lembaga lain yang melakukan hal yang sama, mereka akan berteriak lantang menyatakan melanggar hukum, intervensi, dan sejenisnya. Bagaimana KPK mau kerja jika selalu saja disiibukkan dengan rengekan anak kecil terus menerus seperti ini.

Pelemahan KPK makin nyata jika hak ini sukses dilakukan, dewan bisa ngobok-obok apapun di KPK dengan dalih berdasar hak dan hukum. Biarkan mereka bekerja dulu, jika waktunya toh akan diberikan juga laporannya.

Menuduh KPK sebagai superbody,lha mereka sendiri merasa seolah paling baik dan benar. Persoalan itu ada di dewan dan yang lain yang baik jadi korban kacamata buram mereka.

Tidak ada habis-habisnya KPK “dihajar” dengan berbagai cara, ada revisi UU, izin dari pengadilan, pembatasan masa lembaga negara ini dengan dalih ad hoc,padahal maling masih begitu banyak. Dewan bukan membantu malah meneror jika terus-terusan begini.

Dewan lebih baik konsentrasi ke dalam perbaiki kualitas diri dulu, minimal hadir sidang, tepat waktu sidang, laporan kinerja berjangka, bukan seenaknya sendiri, menuntut pihak lain sempurna padahal mereka sendiri yang bobrok.

Dewan sapu kotor namun mau membersihkan semua tempat, bukan menambah bersih namun menambah kotor, kacau, dan rusak iya. Lihat saja pejabat yang dipilih atas frekomendasi dewan, lebih banyak kasus daripada prestasi.

Mengapa KPK terus, lihat MA dan peradilan yang selalu kacau dan kacau, masih juga didiamkan, atau karena membantu mereka berkelit, sedang KPK membantu mereka terlilit? Jika demikian, ya sudah bahasa Amien Rais bisa dipakai, Jika dewan begitu terus, akan ada pergerakan.....

Penguatan dewan sangat penting, namun kualitas anggotanya masih juga berkutat dengan maling dan maling, mau apa lagi? Kualitas pemilu sangat mendesak dilakukan.

Kehancuran bukan karena banyaknya orang jahat, namun orang baik, diam saja karena tersingkir, takut, atau memang secara sistemik dibuang. Hal ini yang terjadi. Tidak heran pejabat negeri ini didominasi bandit-bandit demokrasi yang menggarong demi diri sendiri dan kelompok, soal rakyat, peduli amat.

Revisi UU pemilu bukan soal ambang batas saja, namun juga kualitas calon legoislator yang lebih baik. Ini bukan soal kualifikasi ijazah saja karena toh banyak yang beli, namun rekam jejak moral. Bagaimana maling yang dibui keluar masih petentang-petenteng jadi calon lagi dan menang lagi karena uang dan intimidasi.

Ciptakan pemilu murah, bukan mahal, sehingga pencoleng beruang yang mahakaya bisa menggunakan uangnya untuk membeli pemilih. Orang baik, cerdas, moral baik tersisih karena uangnya terbatas. Hal ini sangat mendesak.

Minimal, dalam waktu dekat, kepemipinan dewan yang kuat, bersih, dan mampu. Lihat saja pimpinan dewan seperti itu, banyak kontroversi daripada prestasi. Frebutan kursi saja tanpa isi.

Benahi parpol dengan penyederhanaan parpol, multi partai bukan membantu malah menolong maling lompat pagar. Dipecat partai A malah diterima dengan pelukan di partai B, padahal rampok, bukan soal beda ideologi.

Hampir tiga tahun mana kinerja fenomenal mereka yang langsung dirasakan rakyat? Ini realistis bukan pesimis. Mereka lebih banyak menghamburkan uang daripada mengamankan uang yang seharusnya untuk pembangunan.

Wakil rakyat hanya mewakili sejahteranya, mewakili mudahnya menggoda pejabat dengan kuasa mereka, mana mau mereka mendengar suara rakyat yang seharusnya adalah juragan mereka.

Jayalah Indonesia

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun