Keenam, penghargaan akan materi bukan kualitas diri. Pakaian montereng, bermerk, hapebanyak dan mahal, tunggangan keren dan berganti menjadi idola kaum muda, padahal mereka bisa membeli dari mana tidak menjadi perhatian.
Ketujuh. Media menyajikan hiburan tidak sehat secara masif. Susah menemukan hiburan sehat di media, baik elektronik ataupun cetak. Pola pikir kritis belum terbangun dalam pendidikan di Indonesia.
Solusi yang bisa ditempuh.
Satu, pendidikan agama ditekankan bukan hanya ranah kognisi namun masuk menjadi gaya hidup dan sebagai pedoan bukan semata hapalan dan tahu. Mengerti dan menjalankan, tugas sekolah dan lembaga keagamaan tentunya.
Dua, pendidikan budi pekerti, seperti PMP dan sejenisnya, yang mengajarkan nilai-nilai humaniora. Materi itu penting namun bukan segalanya. Kualitas diri manusia itu ada di dalam jiwa bukan asesoris yang dimiliki.
Tiga, peran revolusi mental untuk pejabat negeri agar bisa memberikan keteladanan bukan hanya wacana, ide, atau malah memberi contoh ma limasecara kasat mata, tanpa merasa bersalah apalagi berdosa.
Empat, pendidikan yang memberikan porsi ranah hati, rasa, dan evaluasi diri secara lebih besar, selama ini hanya berfokus pada ranah kognisi semata. Otak penting namun perlu keseimbangan hati dan budi tentunya.
Lima, pendampingan dalam hal karakter, sehingga anak didik mampu melihat dunia secara obyektif dan menyeluruh, bukan hanya sebatas kesenangan, kemegahan, kemewahan semata. Ada sesuatu di balik itu semua. Pemaknaan ini sering lepas dari dunia pendidikan karena banyaknya beban kurikulum yang perlu dikuasai siswa.
Enam, kepintaran saja tidak cukup, ketika itu dipakai untuk mengelabui sesama. Hal ini menjadi gaya hidup dari atas hingga bawah, tidak heran anak sekolah pun telah berlaku demikian. Tugas sekolah dan lembaga agama untuk memberikan pencerhan kepada generasi muda yang cerdas secara emosional dan spiritual.
Ketujuh, hukuman yang setimpal dan berat bagi pelaku kejahatan anak di bawah umur. Selama ini hal yang terang benderang di depan mata saja masih bisa diatur di lingkup peradilan. Lha bagaimana tidak ketika pejabat negara pun pesan “model” demikian jika kunjungan kerja.
Akankah generasi muda bangsa ini hanya mengejar kesenangan duniawi tanpa bekal yang berkaitan dengan alam baka? Kesenangan dunia bukan kesalahan namun perlu juga batasan secukupnya.