Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Tiji Tibeh dan Politik Kambing Hitam Karena Ahok, dari Mahasiswa hingga SBY

11 November 2016   19:19 Diperbarui: 11 November 2016   19:26 5006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik jatuh satu jatuh semua dan politik kambing hitam atau korban.

Baru kali  ini nampaknya model tiji tibeh dipakai, selama ini yang biasanya tersaji adalah pengorbanan dan pencarian kambing hitam. Beberapa contoh kasus demikian, seperti soal surat sakti untuk anggota dewan yang membuat terjungkalnya salah satu hakim MK, si pemakain dasar surat itu masih aman menjadi pejabat di partai. Artinya kasus tidak diselesaikan menyeluruh, cukup pada level tertentu.

Kasus video porno artis, hanya satu pelaku yang dipidana, ini film porno bukan onani, mosok sendiri? Identik dengan RA yang dipidana karena mucikari, kog yang dijual dan bertransaksi gak diusut dan dihukum? Hukum hanya pada level tertentu saja.

Suap, korupsi, atau sejenisnya, sama sekali tidak diusut tuntas, namun mengorbankan beberapa pihak saja, belum bisa berlaku menyeluruh semua yang  terlibat dihukum sesuai dengan tanggung jawab dan pelanggarannya, jika demikian negara ini bisa menglaim negara hukum itu benar bukan seolah-olah negar hukum. Susah memahami dengan logika sehat, korupsi hanya dua atau tiga orang, penyuap dan yang disuap saja yang dikenai hukuman.

Mana soal penjara sebagai sarang narkoba itu? Juga hanya heboh tanpa ada tindak lanjut, atau pesta seks di pejara lalu. Ke mana semua itu? Proyek mangkrak, kenapa? Uangnya sudah diserahkan kog? Mengapa tidak jadi?  Atau lembaga memeriksa yang sudah memberi stempel namun kenyataannya sebaliknya, mana akhirnya? BPK yang memberikan label bagus-bagus nyatanya nol? Ke mana mereka? Pensiun dengan kaya raya, dan mengambil uang negara lho?

Pola tijitibeh baru akan terjadi, semoga saja tidak ada yang masuk angin dan nggembos di tengah jalan. Dimulai dengan kasus yang sedang terjadi pada Ahok, merembet ke mana-mana. Ada yang melaporkan Ahok sehingga bareskrim bergerak, kemudian menjadi catatan juga tentunya, siapa yang menyebarkan video yang  menjadikan Ahok disematkan menista agama. Minimal bisa ada penegakan hukum yang seideal mungkin bagi negara hukum yang dicita-citakan.

Demo yang idenya adalan demo damai, berujung adanya kerusuhan. Polisi yang bergerak cepat menangkap dan kemudian melepas beberapa mahasiswa yang diduga melakukan kekerasan dan merusak beberapa kendaraan milik negara. Ternyata mereka mengaku melakukan hal demikian karena pengaruh oleh suara dari orasi yang ada dalam mobil. Sudah ada pelaporan akan orang-orang yang berbicara di atas mobil itu, artinya tidak hanya pelaku lapangan yang memang memukul, namun mengapa mereka melakukan itu pun dimintakan pertanggungjawaban. Pokoknya yang terlibat perlu untuk dilakukan pemeriksaan dan dimintai pertanggungjawaban untuk minimal kerusakan fisik yang ada.

Lebih jauh lagi ternyata ada yang melaporkan orang yang dalam hal ini melakukan konpres yang dinilai bernada menghasut atau membuat keadaan kembali memanas. Meskipun ada tarik ulur soal siapa orang-orang ini, namun menggembirakan bahwa siapapun yang berkaitan dengan keadaan yang membuat tidak benar, kacau, merugikan perlu untuk diusut dengan tuntas.

Mengapa demikian? Dengan cara semua diminta mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan bisa menegakan hukum yang ada. Selama ini hukum rimba saja yang ada, siapa kuat, bisa soal suara, massa, uang, atau opini bisa memenangkan apapun. Bukan itu, kebenaran, keadilan, dan hukumlah yang harus menjadi rujukan untuk memutuskan banyak hal.

Sikap demikian akan membawa negara menjadi negara yang tertib hukum, tidak semau-maunya sendiri menerjemahkan arti yang jelas-jelas ada tafsirannya demi kepentingan sendiri dan kelompok. Dengan demikian negara ini negara yang bermartabat dan memiliki kebanggan sebagai negara hukum dan beradab.

Model kambing hitam, mencari dalih telah menjadi karakter yang sangat kuat. Amuk massa, sikap memaksakan kehendak, dan  keinginan pperlu diakhiri dan bukannya dijadikan budaya dan menjadi-jadi. Penegakan hukum akan membantu sikap bertanggung jawab dan tidak mencari kambing hitam.

Siapa saja mendapatkan hukuman dan siapa berprestasi memperoleh hadiah perlu menjadi gaya hidup. Selama ini, bisa saja manusia bejat, jelas-jelas salah karena kemampuan untuk membuat seolah-olah benar itu bisa berjaya dan malah mendapatkan semuanya. Orang baik, benar, dan saleh karena jujur malah terlempar ke dalam tubir paling dalam.

Prestasi itu akan menjadi monumen dan akan dibaca, apakah kita hanya bangga dengan keributan, iri, dengki, dan mengganggu, serta merusak saja, dan dunia tertawa karena kita bertikai sendiri, sedangkan kekayaan alam dan sumber daya manusia dinikmati mereka yang menggunakan kaki tangan di dalma negeri.

Sikap tamak dan rakus, merasa tidak puas dan cukup membuat orang gila jabatan, merasa kekuasaan dan kursi itu segalanya, tidak heran kalau kursi menjadi tujuan dan rakyat adalah sarana mencapai itu. Kesejahteraan rakyat dan negara berjaya hanya slogan di bibir dan di atas mimbar, namun hati dan perilakunya kebalikan itu semua.

Jayalah Indonesia!

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun