Menarik adalah sering demi menampilkan sisi dramatis, menarik, dan membuat cerita menjadi hebat, justru merendahkan beberapa profesi dan ketokohan, paling sering jelas saja guru, haji yang digambarkan secara berlebihan sifat buruknya, dan sejenis. Penggambaran hitam putih yang sangat kanak-kanak, padahal hiburan dewasa.
Menjual kemewahan dengan gaya berbusana, gaya hidup, dan kendaraan yang dikendarai. Sekolah, kerja, atau aktifitas lain menjadi tempelan, tanpa makna, sehingga orang yang sudah jenuh dengan hidup sehari-hari terpana bahwa hidup mereka saja yang susah, tidak heran banyak orang tertipu untuk menjadi artis. Kehidupan akting dianggap kehidupan nyata.
Apa yang ditampilkan televisi dari tahun ke tahun masih saja pada urusan rating dan fokus iklan karena penonton banyak. Soal isi bukan menjadi pertimbangan. Ini fokus pada hiburan terutama sinetronnya. Belum banyak sinetron yang memberikan pembelajaran, karena akan bisa dipastikan orang enggan menonton, dan kemudian tidak akan ada iklan.
Media, televisi khususnya telah membuat orang jauh lebih menyimaknya daripada buku, berkomunikasi dengan sesama, dan sumber ilmu lain, artinya memegang peran penting untuk memberikan pembelajaran positif di sana. Benar bahwa hiburan tidak perlu berat, namun bisa lho ringan, menghibur, dan memberikan pendidikan. Jelas saja acara televisi era lalu, milik TVRI, bisa disimak lagi.
Benar bahwa orang melihat televisi mencari hiburan dan malas untuk menonton yang berat-berat, namun bukan hanya menyajikan yang disenangi saja namun bukan kenyataan dan memberikan harapan baik selain meninabobokan dengan impian drama semata.
Karya sastra, novel-novel banyak yang bagus, menarik, dan menjanjikan, asal dikemas dengan baik tentu menjadi hiburan dalam bahasa gambar yang menarik. Asal dikerjakan orang yang berkompeten bukan untuk mengejar rating saja.
Sinetron dan hiburan religius tentu baik dan penting, namun selama ini justru hanya sebatas pakaian dan kata-kata, soal isi berolak belakang dengan itu semua. Hal ini tentu perlu perhatian agar tidak malah menodai ajaran agama demi dramatisasi cerita.
Pendidikan kita masih banyak keprihatinan, hiburan kita pun demikian, jangan heran kalau negara ini lebih banyak ironi daripada prestasi. Menampilkan tragedi daripada kisah kebanggaan dan cerita kisah inspiratif. Penonton sebagai konsumen sering menjadi korban semata, tanpa bisa berbuat untuk mengusahakan hak mendapatkan hiburan yang sehat.
Salam