Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hiburan Televisi dari Waktu ke Waktu

18 September 2016   10:30 Diperbarui: 18 September 2016   11:03 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Hiburan Televisi dari Waktu ke Waktu

Menarik hiburan dalam hal ini sinetron televisi per dekadenya. Menjadi teringat ketika ada televisi yang menayangkan ulang, acara-acara masa itu.

Era 90-an hingga awal 2000-an

Dominasi acara dan sinetron mengenai dunia lain, roh halus yang “terjebak” dalam dunia manusia. Ada sosok roh halus yang baik dan masuk dunia manusia, dikejar oleh penguasa roh halus tersebut. Kegagalan demi kegagalan pasukan penguasa menghadapi roh yang masuk dunia orang. Acaranya didominasi, pakai seksi pemain puterinya. Masa di mana era hijab dan pakaian Muslim menjadi trend, tidak heran pakaian yang dikenakan pemain puteri mengeksploitasi dada, perut, dan paha perempuan.

Sosok roh halus itu nyata dalam diri tuyul dan Tuyul dan Mbak Yul, perempuan duyung dalam Puteri Duyung, sosok Jin dalam diri Jin dan Jun, atau Jinny sebagai manivestasi puteri kerang dalam Jinny oh Jinny. Lengkap sudah sinetron semacam ini, namun juga masih dipenuhi dengan acara mengejar hantu dengan berbagai jenis dan ragamnya.

Kembali ke sinetron masa ini, isi tidak menjadi pokok tuntunan, yang penting lucu, mengulang kisah perkelahian antara sosok makhluk halus yang masuk dunia manusia dan penguasa yang tidak rela, pengulangan yang tidak jauh berbeda. Hiburan atau tontonan bolehlah, soal  tuntunan nanti dulu. Porsi hanya pada hiburan saja.

Sinetron hanya seminggu sekali, sehingga masih ada variasi hiburan dan cerita, meskipun secara esensial sama saja. Paling tidak setiap hari seperti sekarang ini. Kelucuan yang tidak logis, yang penting menghibur dan meriah.

Menjual pemain puteri dengan pakaian seksi, menonjolkan beberapa bagian secara berlebihan, dan soal cerita mau nyambung atau tidak bukan menjadi prioritas. Kelucuan tanpa makna yang memberikan kembali tontonan bukan tuntunan.

Era kekinian

Pakaian dan isi cenderung menggunakan isu agama, namun jika dicermati tidak mencerminkan ajaran agama sama sekali.  Beberapa kali memasukkan isu kekinian dengan sudut pandang pemilik medianya. Model sinetron serial yang berkepanjangan, dan setiap hari. Jangan kaget kalau banyak serial akhirnya hilang tanpa adanya kejelasan apa akhirnya.

Jika tidak serial, bentuk lepas yang menjual percintaan yang menarik meskipun sangat sukar ada dalam kenyataan. Contoh, Pemuda Kaya  Naksir Penjual Bunga,dan semacam itu. Menarik dan menjual mungkin, kembali tontonan baik, bisa diterima, namun soal tuntunan kembali masih nol besar.

Menarik adalah sering demi menampilkan sisi dramatis, menarik, dan membuat cerita menjadi hebat, justru merendahkan beberapa profesi dan ketokohan, paling sering jelas saja guru, haji yang digambarkan secara berlebihan sifat buruknya, dan sejenis. Penggambaran hitam putih yang sangat kanak-kanak, padahal hiburan dewasa.

Menjual kemewahan dengan gaya berbusana, gaya hidup, dan kendaraan yang dikendarai. Sekolah, kerja, atau aktifitas lain menjadi tempelan, tanpa makna, sehingga orang yang sudah jenuh dengan hidup sehari-hari terpana bahwa hidup mereka saja yang susah, tidak heran banyak orang tertipu untuk menjadi artis. Kehidupan akting dianggap kehidupan nyata.

Apa yang ditampilkan televisi dari tahun ke tahun masih saja pada urusan rating dan fokus iklan karena penonton banyak. Soal isi bukan menjadi pertimbangan. Ini fokus pada hiburan terutama sinetronnya. Belum banyak sinetron yang memberikan pembelajaran, karena akan bisa dipastikan orang enggan menonton, dan kemudian tidak akan ada iklan.

Media, televisi khususnya telah membuat orang jauh lebih menyimaknya daripada buku, berkomunikasi dengan sesama, dan sumber ilmu lain, artinya memegang peran penting untuk memberikan pembelajaran positif di sana. Benar bahwa hiburan tidak perlu berat, namun bisa lho ringan, menghibur, dan memberikan pendidikan. Jelas saja acara televisi era lalu, milik TVRI, bisa disimak lagi.

Benar bahwa orang melihat televisi mencari hiburan dan malas untuk menonton yang berat-berat, namun bukan hanya menyajikan yang disenangi saja namun bukan kenyataan dan memberikan harapan baik selain meninabobokan dengan impian drama semata.

Karya sastra, novel-novel banyak yang bagus, menarik, dan menjanjikan, asal dikemas dengan baik tentu menjadi hiburan dalam bahasa gambar yang menarik. Asal dikerjakan orang yang berkompeten bukan untuk mengejar rating saja.

Sinetron dan hiburan religius tentu baik dan penting, namun selama ini justru hanya sebatas pakaian dan kata-kata, soal isi berolak belakang dengan itu semua. Hal ini tentu perlu perhatian agar tidak malah menodai ajaran agama demi dramatisasi cerita.

Pendidikan kita masih banyak keprihatinan, hiburan kita pun demikian, jangan heran kalau negara ini lebih banyak ironi daripada prestasi. Menampilkan tragedi daripada kisah kebanggaan dan cerita kisah inspiratif. Penonton sebagai konsumen sering menjadi korban semata, tanpa bisa berbuat untuk mengusahakan hak mendapatkan hiburan yang sehat.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun