Bakal calon gubernur Sandiaga Uno perlu sebuah tim komunikasi yang jelas. Mengapa tim komunikasi? Selama ini politik kita lebih mengenal pembisik. Konotasi yang sangat buruk ketika kebijakan pejabat, politik, atau tokoh itu salah, orang langsung berasumsi pembisiknya yang salah atau buruk. Namun tidak ada yang bertanggung jawab karena memang tidak ada yang bisa diminta pertanggungjawaban, tinggalah si tokoh menjadi bulan-bulanan. Akan berbeda jika memang tim komunikasi itu ada, bisa dikatakan timnya yang jelek dan buruk.
Sandiaga Uno dan Blunder Politik.
Sejak awal semua juga tahu bahkan paham, kalau bakal calon ini sangat minim pengalaman dan kelihatannya juga pemahaman soal politik. Bagaimana dinamika politik, cara kerja politik, dan model relasional politikus kita. Â Kecerdasannya dalam bidang ekonomi dan bisnis tidak perlu diragukan lagi, namun ada perbedaan signifikan terutama bagi perpolitikan di sini yang masih cenderung akal-akalan.
Bagaimana selama ini belum ada visi yang jelas mau membawa Jakarta ke depan seperti apa. Persoalan di  Jakarta itu sangat klasik dan sudah terbuka seperti bayi telanjang sama sekali tidak tertutup, banjir, macet, hunian liar, dan yang jelas yang jelas gamblang dan terbuka. Apa yang disampaikan hanya masalah mengritisi gubernur yang kebetulan juga calon rival dalam pilkada mendatang. Beberapa kali berkomentar sama sekali tidak memberikan solusi atau kebaruan bagi Jakarta, namun malah menyerang kebijakan yang sedang coba dilakukan oleh pejabat.
Menjadi menarik adalah apa yang disampaikan itu tidak makin menaikan nilai tawar dan meyakinkan pemilih, cenderung menjadi tertawaan. Soal kerakyatan yang sangat tidak ia mengerti esensinya, selain memungut sampah, lari keliling Jakarta, dan bersalaman dengan rakyat. Padahal jelas saja selama ini tidak melakukan itu. Sangat tidak original penemuan diri, mengekor banyak pihak yang sudah melakukan, dan banyak cacat yang mendasar tidak dikelola oleh para pendukungnya.
Beberapa komentar terhadap calon rival yang malah merugikan diri sendiri, mengenai cara PDI-P menjari calon, dukungan dari parpolnya sendiri yang dibantah oleh elit yang lain, Â soal gugatan ke MK, crisis center, hingga soal pengawal Ahok, hal yang tidak penting namun malah ditonjolkan dan itu menjadi bulan-bulanan terutama para pendukung gubernur. Ini bukan soal suka atau tidak suka, namun mengenai cara berkomunikasi yang buruk, mana ada coba berjualan dengan mencela dagangan pihak lain, padahal jelas banyak orang sudah suka dan itu dianggap sebagai perbuatan yang buruk. Tidak akan laku jualan sendiri, ingat ini Jakarta, beda dengan dua puluh tahun lalu.
Sandiaga Uno Berjuang Sendirian
Menyimak apa yang ia lakukan selama ini cenderung sendirian. Mana ada pembelaan jika ia salah ucap, atau salah membuat pernyataan. Sepertinya malah dibiarkan dalam deritanya sendiri. Soal brimob inipun akan didiamkan dan dia masuk dalam kemaluan sendiri yang tidak akan ada yang membantu. Belum pernah terbantu dan dibantu, padahal kalau menang, semua merasa berjasa. Bagaimana soal brimob 200 ini jika brimob merasa difitnah bisa berabe dan pasti akan ditinggalkan, soal yang beri info lari, entah ke mana.
Berpikir negatif dan mungkin berlebihan, sepertinya Sandi hanya dijadikan mainan oleh politikus yang ada di sekitarnya. Perlu orang yang mendampingi dan tahu peta politik dan politikus mana yang serius dan mana yang cuma mau ndompleng enak. Kasihan masih lugu eh malah dijadikan bahan lucu-lucuan, seperti ospek zaman dulu, kalau ada anak lugu dijadikan bahan lucu-lucuan.
Pemerintahan, jika Sandi Jadi Gubernur
Melihat pola relasinya selama menawarkan dirinya, tidak berlebihan jika pesimis ia bisa menjaga jarak dengan dewan. Lebih cenderung bisa diyakini akan lebih menjadi mainan dewan, dan dijadikan sapi perahan, namun aman dari ancaman diinterpelasi dan teman-temannya, karena apa? menguntungkan mereka, tidak lama pasti sudah akan didukung untuk dua periode.
Pendekatan kepada rakyat dan pembangunan daerah, tidak akan jauh dari model pemikiran dewan. Artinya, ia akan menjadi pemimpin yang menyenangkan dewan namun jangan harap bagi rakyat, selama ini, mana ada dewan mikirkan rakyat? Mungkin ini berlebihan, namun rekam jejaknya susah menjawab sebaliknya, relasinya dengan dewan akan efektif, atau baik dalam artian tidak dikadalin.
Apakah ada harapan untuk perubahan Jakarta? Susah bisa mengatakan ada perubahan, jika melihat apa yang dilontarkan selama ini. Visi dan misinya sama sekali tidak ada yang luar biasa, bahkan belum ada apa yang mau dilakukan. Mungkin soal pembangunan dan investasi bisa lancar berkaitan dengan pengalamannya, namun apakah menguntungkan DKI, itu perlu dibuktikan. Pesimis soal ini.
Masih ada waktu, melihat semakin dekat masih saja belepotan, lebih baik uangnya untuk menyewa tim profesional, membangun citra diri tanpa menyerang Ahok, dan belajar mendengar info secara menyeluruh, sehingga tidak malah menjadi bahan tertawaan. Anak muda yang perlu juga berpikir dan memiliki paradigma muda, bukan pola politikus lama yang tidak keren itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H