Makin mendekati hari pendaftaran calon DKI-1 dan 2, calon penantang Ahok masih menjadi tarik ulur. Parpol di posisi tiga yang telah ada di belakang Gubernur Ahok dan tujuh lainnya masih menggodok calonnya dan strategi terbaik mereka. Pasti telah “terbentuk” yang namanya “koalisi kekeluargaan”. Semuanya belum jelas mau apa dan siapa yang mau diajukan. Skenario demi skenario bisa terjadi.
Skenario Pertama
PDI-P merapat ke tiga parpol lain mengusung Ahok dengan wakil Jarot, AROT terbentuk, dan jelas yang enam kelimpungan dengan calon yang serba tidak pasti. Hanya punya calon yang susah bersaing dan mau jadi apa pun belum ada keputusan pasti, Sandiaga Uno masih serba canggung dan tanggung mau dijadikan apa dan dengan siapa. Ini yang paling realistis dan banyak indikasi demikian.
Skenario Kedua
Lagi-lagi PDI-P main sendiri dengan paket mereka. Hal ini sangat riskan, di mana-mana di Indonesia meskipun banyak kursi tetap saja tidak pede, main sendirian, masih saja ngajak-ngajak lain, apalagi jika kedua dari PDI-P tidak sangat menjual banget. Siapa pun yang mau diajukan, misalnya MAROT ataupun di balik DJARIS, baik di balik Risma dengan Djarot dan Risma siapa pun yang menjadi DKI-1 dan 2 belum cukup mumpuni. Mau memakai calon lain seperti Yoyok, Edi Marsudi, Boy Sadikin atau siapa pun tetap susah, jika menang, siap-siap saja dikeroyok juga di dewan.
Skenario Ketiga
Identik dengan skenario pertama, apa yang bisa dan akan dilakukan oleh gerombolan kekeluargaan, minus PDI-P. Sebagaimana kata Eko Patrio, yang menyatakan Risma tergantung Risma sendiri bukan parpol. Jika PAN mengajukan Risma dengan dukungan PKS, dan Gerindra cukup oke, P3 juga tidak terlalu menolak, bisa terjadi, namun Demokrat pasti tidak mau, ada bau-bau PDI-P. Ini juga membuat terlalu berat bisa terlaksana, dengan asumsi bahwa Sandiaga Uno pasti wagub.
Skenario Keempat
Kembali pakai skenario satu dan dua, ada enam parpol yang akan menggodok masing-masing ide. Ada PKB yang mengajukan Sandiaga Uno dan Saefullah. Respons selama ini masih adem-ayem, kelima parpol lain kelihatannya belum begitu puas dan yakin dengan duet ini. Bagaimana mau maju jika cuma PKB dan Gerindra, dan Gerindra pun masih belum yakin dengan cara bereaksi kok.
Skenario Kelima
Ada ide P3 Djan Fariz yang mau mengusahakan H. Lulung, dan ribet lagi berarti karena ada empat kandidat dengan dua slot saja yang harus disepakati: ada Lulung, Risma, jelas satu slot milik Sandiaga, dan Saefullah. Bagaimana Demokrat? Belum sama sekali menyatakan suara, bisa lagi nambah orang. P3 pun masih ragu dengan adanya ide Yusuf Mansur, Yusril juga, makin berat saja makin ke sini. Pilihan ini sangat berat bagi koalisi lemah ini.
Skenario Keenam
Nasdem menyatakan ke depan akan ada dua parpol yang mau bergabung, bisa PDI-P dan Demokrat. Selama ini tidak ada masalah dengan duet AROT. Jika demikian, lima parpol yang akan menggodok siapa dan apa jadi apa dan itu masih banyak berseliweran nama. Merumuskan satu nama lagi bagi pendamping mantap Sandiaga U, dan mau dijadikan apa, sangat susah. Apa mau Gerindra cuma wakil jika bukan karena PDI-P? Selama ini mereka mau Uno jadi wakli karena merayu PDI-P, bukan karena dengan parpol lain.
Skenario Ketujuh
Jika skenario satu dan dua dengan asumsi bahwa PDI-P tidak di dalam kekeluargaan ini, ada lima hingga enam yang akan menggodok wagub bagi gubernur Uno, Gerindra akan menempatkan calonnya di DKI-1 bukan wakil. Jika demikian, apa Yusril mau? Jelas tidak, berarti bisa tereliminasi, tidak ada kesempatan Yusril. Artinya Saefullah ala PKB, atau Lulung dan Yusuf M ala P3. Bagaimana Demokrat, PKS, dan PAN? Tidak akan terjadi. sangat kecil kemungkinan.
Skenario Kedelapan
Bagaimana ide PAN soal Risma yang lepas dari PDI-P? Dengan demikian, banyak parpol yang sepakat dan Gerindra pun bisa menerima, dan asumsi Demokrat tidak mengajukan, mereka sangat minim kursi. Jika PDI-P ada di belakang Ahok atau nyalon sendiri dengan calon selain Risma, tentu sangat lemah. Bagaimanapun PDI-P tidak akan mau dikerjain, siap-siap di dewan dikeroyok dan akan kampanye mati-matian dengan gigih untuk menjatuhkan Risma dengan siapa pun pasangannya.
Masih ada nama Rizal Ramli, Budi Waseso, Anies Baswedan, dan itu bukan perkara mudah untuk saling mengalah. Riskan ketika semua demi kelompokku, dan asal bukan Ahok. Tidak lama lagi rontok gerombolan ini. Apalagi yang menjadi pengikat itu tidak mendasar selain kesamaan kepentingan ABA.
Mirisnya adalah dominan asal bukan Ahok, tidak berpikir bagi Jakarta dan kepentingan nasional di mana DI adalah wajah Indonesia. Ini bukan soal membela Ahok. Namun, selama ini semua muaranya soal Ahok bukan soal Jakarta lebih baik. Idenya cuma antitesis Ahok bukan soal visi dan misi yang memberikan gambaran konkret demi Jakarta yang jauh lebih baik. Coba sejenak saja bukan fokusnya ke Ahok, namun ke Jakarta dengan seluruh persoalannya.
Apa Jakarta itu hanya Ahok? Jelas bukan, apa yang mau dibangun itu DKI bukan soal Ahok dengan segala dinamikanya. Jangan-jangan calon-calon dan parpol ini tidak punya visi selain mengalahkan Ahok. Wah sayang dan repot kalau menang, malah bingung, karena bukan demi Jakarta, namun demi mengalahkan Ahok saja.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H