Yasonna Laoly, antara Prestasi dan Kontroversi
Menyimak kinerja kabinet, paling ramai kali ini adalah Menkum Ham Yasonna Laoly. Bagaimana “pembelaannya” soal kewarganegaraan Pak Arcandra dan adanya remisi terutama untuk Gayus dan Nazarudin. Tidak heran banyak tuntutan untuk mengganti menteri yang satu ini. Pendukung tuntutan ini menilai Pak Yasonna lbih banyak kontroversi daripada prestasi. Ada pula yang menilainya sebagai menteri KW-3.
Sejak menjadi menteri, memang sering membuat “ulah” dengan keputusan-keputusannya.
Paling fenomenal, namun bisa dikatakan menjadi prestasi karena akhirnya Golkar mendukung pemerintah dengan pasti dan P3 yang jelas tidak berseberangan dengan pemerintah. Jasa yang cukup besar bagi stabilnya pemerintah, dengan “kengawurannya” yang mengesahkan satu di antara dua pengurus. Paling tidak mengarahkan yang berkonflik itu untuk ke mana. Dan akhir yang baik bagi pemerintah.
Yasonna orang parpol. Parpol pun PDI-P lagi, mau tidak mau, suka atau tidak, menteri dari parpol relatif lebih aman. Prestasi bukan di kabinet namun waktu merintis karir hingga masuk ke kabinet. Posisinya relatif kuat dan aman dibandingkan orang profesional.
Kegesitannya menyelesaikan RUU dengan dewan, tentu patut menjadi catatan baik bagi menteri yang satu ini. Bagaimana susahnya diskusi dengan “anak-anak TK” yang banyak maunya itu, eh menteri yang satu ini bisa. Tentu bukan kerja dia sendiri, namun baguslah.
Kontroversi...
Pertikaian Golkar dan P3, meskipun bisa dijadikan patokan “kesuksesan” Menteri Yasonna, bisa pula dipandang sebagai noda terutama bagi Golkar dan P3. Mereka melihat perbuatan menteri inilah yang membuat persoalan mereka berlarut-larut. Padahal pokok masalah ada di kedua parpol itu, dan ditambah dengan pendekatan yang khas Yasonna, sebagai politikus tentu punya agenda sendiri. Bagaimana persidangan bisa menang dan kalah, dan SK-nya dicabut. Tentu buruk bahwa keputusan menteri dinilai salah oleh peradilan.
Ide dan wacana revisi PP mengenai remisi bagi maling berdasi. Dan akhirnya berujung ke pemberian remisi ke narapidana maling berdasi pada peringatan kemerdekaan. Tentu masih segar bagi anak bangsa ini bagaimana perilaku Gayus dan Nazarudin. Dengan alasan penjara penuh lebih baik ada remisi.
“Pembelaan” soal kewarganegaraan ganda Pak Arcandra. Ini jauh lebih bijak jika kalimatnya bukan seperti yang dilontarkan. Dengan diberhentikannya menteri ESDM, pernyataannya tidak relevan atau dengan kata yang lugas dan kasar, dia salah bicara.
Tentu jauh lebih baik sebagai menteri itu bisa bijak dalam berbicara, mengeluarkan wacana dan ide. Apa yang menjadi blunder dan susah itu hanya kurang bijak dan cerdas dalam memilih dan memilah pernyataan.
Penjara penuh itu fakta, namun apakah remisi jalan terbaik dan satu-satunya untuk mengurangi penuhnya kapasitas? Tentu tidak. Bagaimana ada yang jauh lebih baik dan bijak. Pemiskinan maling berdasi, tanpa adanya pidana penjara. Tanpa dikurung namun semua harta disita. Dengan demikian penjara tidak penuh bukan? Bukan seperti sekarang, sudah dipenjarapun masih bisa ke mana-mana, suap sana-sini.
Hukum mati maling berdasi, segera lakukan hukuman mati yang sudah divonis lama. Ini juga memenuhi penjara lho. Ide pemberian remisi itu tidak signifikan selain kecurigaan membantu kolega sendiri.
Pemberian hak atas narapidana,coba direnungkan bagaimana mereka itu telah merampas jutaan kesempatan bagi rakyat. Bagaimana sekolah ambrol karena uangnya dimaling, rumah sakit buruk fasilitasnya karena dimaling dana untuk membeli alat-alatnya. Hak rakyat dilupakan sedang hak maling diprioritaskan.
Remisi itu hak, sepakat, namun apakah pemberian itu telah obyektif, adil, dan penilaian yang benar dan bebas kepentingan. Jangan heran dan kaget kalau kecurigaan bermunculan, bahwa hal ini ada unsur jual beli.
Tekanan publik tahanan jangan menjadi penghalang bagi pembinaan tahanan. Mereka banyak yang punya uang dan kekuatan dengan berbagai bentuk. Kekuatan mereka bisa dipakai untuk mempengaruhi, mengintimidasi, dan menekan. Kekerasan di lapas, pembakaran, dan perusakan itu bisa terjadi dan sudah sering terdengar. Negara tidak boleh kalah oleh preman seperti ini. tegakan hukum dengan baik, lipat gandakan hukuman dan kerja sosial bagi perusak fasilitas negara.
Dukung ide RUU Pembuktian terbalik, jika demikian akan dikenang sebagai menteri pemberani dan hebat. Ide luar biasa bukan biasa saja. Ide cerdas untuk jangka panjang dna bukan hanya sesaat, namun tentu akan banyak dimusuhi, namun jangan takut rakyat banyak yang mendukung.
Susah payah MA menjatuhi hukuman berat, melipatgandakan hukuman eh malah didiskon oleh menteri dalam bentuk remisi seperti ini. KPK kerja keras menangkap tangan, mengejar berbulan-bulan, dipotong hukumannya dengan alasan sebagai hak narapidana.
Apakah tanya dan asumsi pemmbelaan kolega tidak berlebihan? Jika nada yang sama keluar dari mulut para petinggi parpol dan dewan? Mereka sejatinya tahu namun mereka berpikir bagaimana jika mengalami. Artinya bahwa mereka mengerti maling itu akan dihukum, namun nafsu tamak dan serakah mengalahkan akal sehat mereka. Ada rezeki diembat, soal tahanan bisa diatur.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H