Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Licik atau Cantik Politik Ahok

20 Agustus 2016   11:45 Diperbarui: 20 Agustus 2016   20:28 3281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pecinta bola masih ingat bagaimana aksi Messy ngolongiBoateng di LC edisi lalu, dan Boateng tidak perlu merasa malu karena memang dia merasa kalah level dan cerdik pas permainan itu. Pemain yang tidak dewasa akan mencari kambing hitam dan menyalahkan lawan yang tidak respeks dan sebagainya. Ini yang sedang terjadi menilai Ahok itu licik atau cantik. Bagaimana mengakui kelihaiannya memanfaatkan kelemahan “lawan” politiknya untuk keluar karakter aslinya.

Risma. Semua tahu rival terberat ada pada Risma. Ia tidak menyerang apapun kalau mau jernih dan obyektif menilai, hanya membalik apa yang pernah dikatakan Risma di waktu lampau. Namun reaksi berlebihan dari Risma yang justru membuat Risma kelihatan terpancing. Momentum yang tepat sehingga reaksi yang tidak seharusnya itu timbul. Ahok tahu persis bahwa Risma sedang bingung dengan dukungan yang sama kuat. Dukung berangkat dan tidak berangkat. Itu tentu membuat orang sekuaat apapun tetap terpengaruh, dan sukses.

Rustam Effendi. Ahok mengatakan dengan enteng bahwa ia hanya becanda. Siapa yang tahu soal “tuduhan” itu sungguhan atau becanda yang jelas bawa Rustam Effendi akhirnya mundur dan tidak lagi jadi walikota. Ia tahu dengan baik bahwa ada masalah di sana dan susah untuk diajak bergerak, disentak dengan yang sebenarnya sepele malah reaksinya berlebihan begitu. Soal ini Ahok sudah tahu dan dia nantikan, dan ganti, tanpa ia peduli reaksinya apa.

Ahmad Dhani. Orang biasa, yang tidak tahu komunikasi politik, atau politikus kebanyakan akan ketakutan dengan gaya Dhani dengan bahasa beringas soal jegal dan pokoknya Ahok kalah itu, eh maah ia katakan, seharusnya Dhani bersyukur dia bisa upacara di sana. Malah akan setara dengan amphiteater segala. Ia tahu Dhani seniman yang perlu panggung. Ia mau dijatuhkan dengan cerdik di balik dan kena sodokan yang telak.

PDI-P, faksi yang sangat tidak suka bisa terpetakan dengan cara dia semobil dengan Mega dan kemudian dia datang di waktu sedang  bergembira karena hari Kemerdekaan. Ia katakan bukan soal dukungan namun meminta izin soal Djarot. Dengan kalimat yang ia susun dengan sengaja, Mega sudah mendukung, ia memetakan secara langsung bagaimana elit PDI-P pusat, Jakarta, dan gerombolan kekeluargaan. Langsung ada video Ahok pasti tumbang, test Ahok berhasil.

Dukungan Golkar dan pilihan parpol. Dia tahu dengan baik Golkar yang akan mendapat keuntungan besar dan PDI-P yang akan rugi. Pilihan jitu yang membuat beberapa orang  di Jakarta termasuk PDI-P membentuk koalisi atau gerombolan kekeluargaan. Toh malah membuat makin gonjang-ganjing.

Sandiaga datang ke balaikota, seperti sudah pasti menang, eh malah oleh Ahok dicurhati soal SARA dan kembali malah Gerindra ada yang tersulut. Apa artinya sukses memancing reaksi mereka. Pusat mereka bukan pada kader tapi pada Ahoknya. Maunya menjatuhkan malah mendukung makin kuat. Sandiaga tidak terekspose malah Ahok yang dibicarakan.

Soal Jalan Parpol atau Independen. Semua ramai bicara soal kutu loncatlah, soal tidak konsistenlah, atau bagaimana jika satu lompat, menanti PDI-P. Lha untung kan dibicarakan lagi, dan ada negatif yang disulut. Keuntungan lagi dan lagi bagi Ahok. Politisi yang masih hijau cuma dimain-mainkan Ahok. Ingat bagaimana dulu ia memilih wagub? Siapa disodorkan ia iyakan.

Independen. Gertakan yang sangat manjur, maka KTP dengan relatif cepat terkumpul, bagaimana kira-kira jalannya, dan memang benar, DPR langsung ketok soal verifikasi, TA diteror dengan berbagai macam, dan panas, dia tahu persis itulah yang membuat TA  rela kolaborasi dengan parpol. Reaksi berlebihan sehingga ada kata-kata deparpolisasi, lha memang Cuma Ahok yang pertama independen?  Mengapa berbeda untuk Ahok?

Orang bisa membaca sebagai licik dan bisa pula cerdik atau cantik. Sesuai sudut pandang masing-masing, dan itu sah-sah saja. Tidak ada yang salah atau benar. Sesuai dengan konteks dan cara melihat tentunya.

Jika mau obyektif, apa yang dilakukan Ahok ini, sebenarnya siapa yang diuntungkan? Jelas dia sendiri. Orang enggan memujinya akhirnya mencari kejelekannya, padahal karena gemes melihat trik-triknya yang selalu tepat. Ia main sendiri dengan berbagai gaya yang sangat tepat kena pada orang-orang yang telah ia sasar. Sebenarnya bukan hanya berkaitan dengan pilkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun