Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Olimpiade Olahraga dan TOFI Arti Sebuah Proses

16 Agustus 2016   12:36 Diperbarui: 16 Agustus 2016   12:41 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Olimpiade 2016 sudah berlangsung dan hampir usai. Target yang ada adalah tradisi emas kembali dengan andalan dari cabor bulutangkis. Menyaksikan perjuangan sepanjang turnamen akbar ini, kita patut belajar banyak, karena negara-negara ASEAN mulai memanen proses mereka, Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, belum lagi negara Timur Tengah dan Timur Jauh seperti Jepang, Korsel dan China.

Mendengar wawancara Prof. Yohanes Surya di televisi, ada beberapa hal yang bisa dijadikan cermin bagi pemangku kebijakan dari menpora hingga jajarannya. Tidak ada prestasi yang tidak melalui proses panjang. TOFI merasakan dan menyadari hal itu. Proses panjang perjuangan yang membawa prestasi kali ini.

Dulu, Prof. Yohanes mengatakan bahwa negara-negara lain tidak pernah akan mengangap tim dari Indonesia. Wajar karena memang belum bisa bersaing karena masih awal-awal. Kini mereka respek dan bertanya target kali ini berapa emas. Lihat betapa jauh perbedaan sikapnya.

Kesadaran bahwa luas Indonesia itu dari Sabang sampai Merauke, sangat luas, dan itu potensi. Maka TOFI jemput bola untuk menemukan talenta yang masih terpendam yang terbatas oleh akses yang terbatas. Anak cerdas bukan hanya milik kota besar saja, dan itu terbukti.

Keterbatasan pendamping, TOFI mengadakan pelatihan untuk ibu-ibu dan tentara yang ada di daerah. Dengan demikian, banyak orang pintar yang menyiapkan calon anak pintar ke depannya. Terobosan yang baik sehingga tidak menantikan talenta dan bakat luar biasa itu datang namun dibina di tempat masing-masing.

Olimpiade Olah Raga

Jauh lebih berpengalaman dan berkiprah, namun maaf, pembinaan sangat rendah. Lebih sering terdengar kisruh dan rebutan pengurus daripada seleksi atlet atau pembicaran pengembangan bakat-bakat muda, atau hasil gemilang dari sebuag turnamen atau kejuaraan.

Fokus pada tradisi namun lupa pembinaan. Menggaungkan lanjutkan tradisi emas, namun bulutangkis yang pernah menjanjikan itu, kembali  ke masa lalu, malah kalah dengan negara tetangga seperti Vietnam. Negara lain bergerak maju, Indonesia hanya bangga akan masa lalu. Ini hampir pada semua bidang olah raga.

Salah fokus,sepak bola menghabiskan energi, namun sekelas AFF saja belum bicara, apalagi piala Asia, apalagi dunia, Sea Games saja baru beberapa kali, apalagi Asian Games, dan Olimpiade. Coba berapa energi, dana, dan perhatian untuk cabang ini, biarkan saja untuk hobi, dan genjot yang telah membuktikan. Angkat besi, dayung, panahan, dan kembalikan bulu tangkis.

Jemput bola, di pelosok itu banyak atlet alam. Atletik, renang, dayung, dan bisa pula panahan itu terbentuk karena kebutuhan di daerahnya. Dan itu tidak salah, hanya perlu pembenahan teknik dan taktik yang berbuah prestasi. Peran pemerintah itu mencarikan sponsor. Ini menjadi persoalan untuk cabor yang tidak tenar, namun dengan pendekatan oleh pemerintah tentu bisa, apalagi kalau menjanjikan prestasi.

Seleksi rutin dan berjenjang,dulu masa Orba, kegiatan olah raga itu rutin ada, sekarang hanya ramai pas dekat ada kegiatan sekelas PON, Sea Games, dan seterusnya. Hal ini tidak bisa dilakan, model belajar SKS, dan itu identik di dalam olah raga.

Bakat alam melimpah tanpa pembinaan percuma,bakat alam semua cabor tidak kurang, mengapa tidak bisa beranjak? Kompetisi yang kurang atau tidak baik. Belum disinergikan dengan teknologi, dan karakter cepat puas yang perlu diubah. Inilah fungsi pembinaan.

Sumber dana, tidak ada prestasi yang gratis atau murah. Negara tentu dananya terbatas. Bagaimana negara dalam hal ini pemerintah bisa menggerakan pihak swasta untuk bekerja sama. Namun bukan hanya meminta dananya tanpa mau mendampingi dan meninggalkannya kala gagal dalam kejuaraan. Hal ini sering terjadi.

Sama-sama olimpiade, sama-sama berkompetisi, dan sama-sama mengharumkan bangsa dan negara, satunya bisa meningkat, dan sisi olah raga terkesan mundur, hal ini perlu dilihat lagi. Potensi sama nyatanya kemarin pemanah Indonesia bisa mengalahkan juara dunia, namun tidak mampu mendapatkan kemenangan selanjutnya.

Perlu mengubah tabiat untuk cepat puas. Hal ini sering membuat gagal atlet lebih jauh, sepak bola di level yunior sering jawara dulu Piala Coca Cola atau kini Gothia, eh di senior sama sekali tidak ada. Mulai cari uang dan lalai latihan sering terjadi. Bisa juga sebatas hobi karena takut masa depan suram. Ini perlu sosialisasi, olah raga bisa menjamin hidup. Tidak lagi masanya usia emas lewat akhirnya jadi tukang becak, tidak lagi.

Disiplin, Ronaldo itu menambah jam latihan sendiri, demikian juga Becham yang memiliki akurasi tendangan bagus itu. Kemauan keras untuk berlatih yang perlu ditingkatkan. Fokus untuk main dan uang akan datang itu menjadi penting, bukan uang dulu baru main.

Pisahkan politik dari olah raga,TOFI sama sekali tidak seksi untuk politikus, maka bisa dibangun secara obyektif, lepas tekanan. Olah raga ini sudah terlalu banyak politikus masuk cari nama, cari uang, dan sejenisnya yang merusak olah raga.

Pengurus yang punya hati, bukan cari uang.Selama ini masih mendua, atau bahkan mencari uang dari cabor ini, tidak heran tidak maju-maju. Tidak jarang sama sekali tidak tahu olah raga yang bersangkutan, hanya cari kerja.

Talenta itu melimpah dan ada potensi yang luar biasa. Teknologi dan  pembinaan bisa membantu untuk memaksimalkan potensi untuk menjadi aktual.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun