Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Donor Darah Hingga 63 Kali

1 Juli 2016   19:55 Diperbarui: 1 Juli 2016   20:00 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman Donor Darah Hingga 63 Kali

Beberapa hari yang lalu saya melakukan donor ke-63 yang termasuk di dalam kartu pendonor. Beberapa kali tidak masuk daftar karena kekurangpahaman kala itu. Pas di asrama di Yogyakarta, kalau ada permintaan dan donor ke Rumah Sakit Panti Rapih untuk menggantikan orang secara langsung, tidak saya masukkan di kartu, setelah beberapa lama, ternyata termasuk suka rela dan dihitung di dalam  kartu donor darah.

Pengalaman unik dan indah.

Pertama.Pertama kali ikut donor di kampus pada tahun 1996. Waktu kuliah, ada yang lucu adalah rekan yang setiap hari olah raga, ikut UKM taek kwon do, kalah deras darahnya. Petugas itu bercanda dengan teman,”Gak pernah olahraga ya Mas, kog lama?” Teman saya langsung bangun dan menyatakan bahwa saya yang tidak pernah berolah raga, he...he....padahal cepat saya darahnya itu.

Kedua. Paling miris. Donor pengganti di RS Panti Rapih Yogja harus diambil kedua darah sampel untuk pendonor dan penerima untuk dicrooscek apa ada penolakan. Yang mau saya bantu darah ini mengidap kanker tulang dan untuk mengambil darah untuk cek saja setengah jam belum cukup. Padahal masa ujian semesteran, belum lagi menanti hasilnya antara cocok dan tidak juga setengah jam paling cepat, kalau cocok masih lumayan, kalau tidak cocok kan sia-sia. Syukur bahwa itu cocok dan bisa membantu.

Ketiga. Penolakan dan judesnya petugas. Duh heran saya dengan sikap petugas sosial kog begitu. Saya ini mau nyumbang, gratis, bahkan saya memelihara kesehatan, eh malah disadisi. Jarang sih memang tapi pernah, juga tidak mau di salah satu cabang karena selalu dikatakan tensi tinggi, padahal di rumah normal, tidak bilang kalau punya alat tensi sendiri, he...he....

Keempat. Paling tidak pernah mendonorkan darah di delapan kota yang berbeda. Di mana saya hidup aktif di sana. Lah repot pas mau menerima penghargaan donor darah ke lima puluh kali. Donor kelima puluh ini pas di kota Palembang. Mereka ragu memberikan penghargaan karena hadiahnya naik haji. Saya juga tidak mungkin naik haji dan bukan minta hadiah kog, he...he...alasannya karena berpindah-pindah.

Kelima,akhirnya penghargaan kelima puluh dapat saya peroleh dari kantor cabang Surakarta. Penghargaan yang tinggi ketika pemberian penghargaan bersama se- Jawa Tengah diberikan di kota Purwokerto, dari cabang Solo didahului piknik ke Purwokerto dan menginap semalam di hotel di mana penyelenggaraan acara di selenggarakan. Kota-kota yang lain berangkat dini hari, jadi menginap di mobil pas jalan.

Keenam. Darah memburai. Dua kali usai diambil darah, pembuluh darah masih terbuka dan keluar lagi. Ada orang yang mau membantu karena panik salah pencet malah seperti memompa.

Ketujuh, pengalaman terbaru, ada anak praktek, saya katakan tidak usah khawatir, grogi, atau takut, lakukan, kapan bisanya kalau tidak boleh ada yang dijadikan latihan. Ternyata ada orang lain yang tidak mau diambil oleh anak praktek. Prinsip saya, kapan mereka bisa terampil kalau tidak mau ada yang jadi “percobaannya”

Kedelapan,anak pratek banyak meminta maaf, eh petugas asli melakukan kesalahan diam saja dan pura-pura tidak ada masalah. ketika memberikan sejenis saleb, kog aneh saya tanya mengapa tadi salah  masuk kemungkinan akan bengkak, dan juga tidak ada maaf. Mentalitas merasa tidak melakukan kesalahan,dan memang akhirnya beberapa saat bengkak cukup besar bekas tempat jarum masuk, eh diam-diam

Kesembilan, perhatian macam-macam menurut pimpinan setempat. Ada ucapan terima kasih lewat pesan SMS, ucapan ultah di sms,ada pula yang tidak ada interaksi.

Kesepuluh. Ada petugas itu yang mengambil sangat nyaman, seperti tidak terasa sudah mengalir darahnya.   Memang sudah sangat senior, namun yang anak praktek pun bisa melakukan yang sama.

Pengalaman yang begitu panjang menjadikan beberapa hal yang bisa saya usulkan.

  • PMIsebagai lembaga nasional memang ada cabang-cabang, namun selama masih di Indonesia, kebijakannya minimal sama, seperti penghargaan bisa diperoleh di mana saja bukan soal tempat. Bagaimana orang yang memang berpindah-pindah tugas.
  • Pelayananyang belum merata, masih menurut pemimpin setempat. 
  • Ini berarti belum sebuah sistem yang bekerja namun karena pelaku. Perlu diperbaiki sehingga di mana-mana akan sama seperti pelayanan Telkomsel, Indosat, dan pelayanan yang telah baik lainnya, belum sama, masih ada yang seenaknya, ada yang sudah serius, macam-macam pokoknya, belum seragam, melihat rupa PMI.
  • Bukan soal penghargaan dan hadiah,namun itu adalah pemberian tidak usah meminta, pernah pas penghargaan berupa sertifikat donor 10 kali tidak perlu meminta, langsung diberi. Hanya sekali  itu.
  • Kami pendonor itu harus sehat, jika tidak sehat itu sama sekali tidak boleh menyumbangkan darah, apakah ada pemikiran dari PMI untuk ikut terlibat bagi kesehatan bagi pendonor?

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun