Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kemewahan dan Hambatan Pembangunan dalam Pandangan Koentjaraningrat

20 April 2016   06:23 Diperbarui: 20 April 2016   06:32 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, kekayaan itu diperlihatkan melalui rumah, perabot, pesta, karena masih juga banyak hartanya, akan menjadi,

Ketiga, meningkatkan lagi apa yang ada di nomor dua tersebut dengan kelas yang meningkat, merk keluaran Eropa, desainer iternasional, rumah di kawasan elit, bukan hanya satu atau dua, apartemen, pesta-pesta yang dil luar kebiasaan, dan juga kendaraan yang berkelas-kelas itu. Dengan demikian bisa mengakibatkan,

Keempat, kekosongan hidup akibat terisolasi individu, atau karena tidak ada keselarasan hidup, dan arti hidup. Jelas tampak dari perilaku orang kaya, pejabat, dan juga kelompok elit bangsa ini yang masuk pada gaya hidup hedonis, menyalahgunakan narkoba, dan hal-hal negatof lainnya. istilah Jawa, kere munggah bale.

Tidak ada yang salah dengan kemewahan atau kekayaan. Hal itu wajar dan sangat manusiawi asal diperoleh dengan kerja keras dan kerja cerdas, namun menjadi masalah adalah ketika itu dengan didapat dan dikumpulkan dengan merugikan masyarakat. tidak heran banyak orang berlomba-lomba menduduki jabatan strategis bukan untuk pengabdian, namun untuk meningkatkan gengsi dan akhirnya juga mencari uang dengan mudah. Betapa mahalnya ongkos politik untuk masuk ke gedung dewan baik Kura-Kura Hijau, ataupun daerah, belum lagi menduduki jabatan eksekutif. Lingkaran setan tercipta juga di kalangan birokrasi, dari yang terendah dari seleksi masuk, hingga kenaikan pangkat dan promosi jabatan tidak pernah lepas dari isu miring soal suap dan nepotisme.

Kemawahan sebagai hasil atau konsekuensi logis atas prestasi juga tidak berdosa. Kesalahan ialah cara mendapatkannya. Bagaimana kalai gaji sebulan lima juta rupiah, tanpa kerja sampingan namun memiiki rumah mewah, kendaraan mewah, dan bisa punya simpanan pasangan di mana-mana. Ironisnya lagi, tidak malu-malu ketikan ketahuan, eh malah cengengesan, dan mengatakan sebagai kehendak Tuhan. Lha parah lagi, malah memfitnah Tuhan.

Kalangan atas atau elit banyak peluang, bagiamana menengah ke bawah? Jual beli narkoba dan tipu-tipu. Gaya hidup mewah yang dipertontonkan dengan gamblang, mau tidak mau membuat orang yang tergoda ikut serta menciptakan peluangnya sendiri. Jangan heran banyak calo dan penjual narkoba karena ingin bisa ikut merasakan “gengsi itu.” Narkoba sangat menggiurkan meskipun menghancurkan sesama, bukan lagi pertimbangan. Tidak heran dipakai banyak orang yang tidak mau kerja keras namun ingin cepat naik kelas itu.

Jangan dikira di pedalaman atau pedesaan tidak terkena imbas itu. Bagaimana orang pinggir hutan mau menjadi pelaku pembakaran hutan, pembalakan hutan, atau kerja-kerja semacamnya. Awalnya mereka nrimo, dengan sediaan alam, sekarang juga terpengaruh. Jika punya lahan lebih baik djual saja dan beralih menjadi buruh. Tidak perlu kaget kalau susah menemukan buruh tani, buruh cangkul, dan semacamnya.

Salam

Sumber: Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun