Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cara Berpakaian Pasha Menambah Daftar Kesalahan Parpol

16 April 2016   19:24 Diperbarui: 16 April 2016   19:35 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara Berpakaian Pasha Menambah Daftar Kesalahan Parpol

Artikel ini hanya menggunakan kisah pakaian salah satu wakil walikota ini yang menjadi bahan lelucon. Sebenarnya tidak salah bagi pemakai atribut itu, namun yang salah adalah parpol yang menggaetnya. Apakah memikirkan kedewasaan pemilih, kepentingan bangsa dan negara serta masyarakat atau demi kursi yang akan dimenangkan?

Parpol abai akan pendidikan politik bagi kader dan masyarakat. persoalan ini adalah kali kedua (meskipun yang ini belum terklarifikasi apakah benar?), pas hari pertama bertugas (walikota juga salah yang sudah berpengalaman malah meminta wakilnya yang sama sekali tidak tahu apa-apa), ditertawakan saat menjadi inspektur upacara, padahal bisa saja dibuat candaan, namun bisa juga merasa tersinggung. Tugas parpol memberikan pembekalan bagi calonnya yang sama sekali tidak tahu akan tradisi birokrasi, sehingga tidak memperbesar kemaluan di depan anak buah. Pemilih Indonesia suka atau tidak, bukan soal meremehkan namun masih berfikir soal ketenaran yang menjadi utama.

Parpol masih berkutat akan kekuasaan menepikan pertanggungjawaban etis. Pejabat ditertawakan merupakan kerugian amat sangat. Bagaimana kewibaan bisa dijaga kalau di dalam hati meremehkan? Setelah menerima perlakuan yang tidak seharusnya dua kali, beberapa kader lainnya juga tidak banyak berbuat, main iklan, masih kerja yang lama, maling juga gak kurang-kurang, apakah bukan menjadi sarana belajar lebih baik lagi?

Pribadi yang bersangkutan tidak belajar. Banyak sarana belajar sekarang ini, di internet semua ada, mau apa lagi, guru atau instruktur juga tidak kurang-kurang untuk bisa memberikan pengajaran dan pembelajaran. Memang pribadinya yang tidak mengembangkan diri dengan baik. Terpilih ya sudah dan begitu saja.

Peran parah lain parpol. Baru-baru ini, selain kasus pakaian ini, juga menghasilkan produk salah satunya BPK, pimpinan BPK ini jelas saja produk mereka, apa yang terjadi? Mereka diam saja. Tidak merasakan apapun sebagai beban moral mereka. Hal ini bukan hanya sekali dua kali, ratusan kali produk, perbuatan, dan pilihan mereka sangat merugikan bangsa dan negara ini. Bagaimana parpol memberikan tarif untuk bisa menggunakan jasa mereka untuk mengusung jadi pejabat daerah, yang biasa dikenal dengan mahar politik.

Meskipun parpol ramai-ramai membantah, toh semua juga paham kebenarannya. Yang penting bukan si X, apapun dilakukan untuk membendung si X untuk menjaid pejabat, alasannya yuridis, formal, namun sejatinya adalah keganggu kepentingannya. Lihat saja bagaimana DPR/DPRD I-II itu kong kalikong demi uang. M Sanusi itu hanya satu saja yang menjadi operasi KPK, yang masih aman sejahtera, jauh lebih banyak. Mana sikap menyesal mereka? Sama sekali tidak ada, selain menyatakan bahwa mereka tidak terlibat, mereka bersih, atau menyatakan hal itu hanya oknum, dilepaskan dari kesatuan parpol selama ini. Berderet-deret lebih panjang lagi daftar produk gagal parpol.

Apa yang bisa dibuat?

Penyederhanaan parpol. Parpol terlalu banyak, padahal secara ideologis sama sekali tidak ada yang berbeda. Identik, karena sakit hati dari parpol satu mendirikan parpol lain, dengan dasar yang sama juga. Lucu bin ajaib nantinya bisa mengusung dari ideologi yang berbeda sekalipun. Tiga hingga lima parpol cukup, sehingga petualang politik menjadi berkurang.

Penguatan dasar ideologi, sehingga menekan kutu loncat politik. Perpindahan bukan karena perbedaan pandangan, namun hanya karena kecewa, tidak didukung menjadi pejabat, atau karena persaingan yang lain. Beda ideologi namun masih saja saling dukung, bahkan parpol yang tidak didengar didukung pemenang demi kursi jabatan.

Kader bisa diajari dulu dengan berbagai cara. Banyak hal bisa dilakukan asal ada kemauan. Kemauan belajar itu menjadi kata kunci. Sarana dan prasarana lengkap kalau kemauan tidak ada yang sama juga bohong. Pengaderan juga memegang peran penting, bukan hanya mengambil orang tenar namun tidak menguasai politik birokrasi, jika demikian buat apa parpol? Apa tidak aneh jika kader potensialnya banyak malah dikalahkan oleh kader partai lain yang dari pemilu ke pemilu selalu saja gagal membawa dirinya ke kursi terhormat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun