Menakar Yusril, Usai P3 Djan Faridz Mendukungnya
Harapan cerah bagi Pak Yusri mulai ada titik terang. Salah satu parpol yang memiliki kursi telah menyatakan dukungannya. P3 kubu Pak Djan F telah menetapkan cagub DKI. Â Tentu tidak bisa dinyatakan bahwa ini telah jadi, karena mau tidak mau, toh P3 belum ada kesatuan organisasi. Meskipun MA telah menetapkan, kubu Romi juga belum menerima itu sebagai bagian utuh, demikian juga kubu satunya. Meski titik terang masih juga gelap.
Konsekuensi selanjutnya adalah, siapa wakil yang pantas digandeng, selain itu suara P3 juga belum cukup untuk menjadi kendaraan. Â Jelas tidak mungkin dari P3 sendiri, dengan demikian mengecewakan Pak Lulung. Ada friksi baru bisa tercipta. Potensi perpecahan bisa timbul, meskipun tidak begitu besar sebagaimana adanya kubu Romi dan Djan. Â
P3, usai, bagaimana partai lain, misalnya Gerindra juga mau berkolaborasi menjadi kendaraan pak Yusril, kira-kira siapa yang akan menjadi DKI-2? M. Sanusi, telah teranulir, apakah abangnya? Jika Taufik mudah dihancur leburkan dengan isu M. Sanusi dan masa lalunya. Jelas tidak menguntungkan. Sandiaga Uno yang getol juga menjadi DKI-1, apakah dengan rela hati mau menjadi wakil Profesor Yusril? Jika ada kesamaan ide dan mau, jelas Gerindra  dan P3, bisa ada PKS yang akan mau dengan suka rela membantu.
Golkar masih adem-adem saja, pasca Tantowi Yahya yang lebih memilih realistis bertarung di Banten, belum lagi ada suara yang jelas mengusung siapa. Penjaringan atau pendaftaran sih semua juga melakukan, keputusan bisa saja jauh berbeda. Konsolidasi ke dalam lebih mengemuka, energi elit Golkar hari-hari ini. kelihatannya menunggu PDI-P mau mengarah ke mana dan di sanalah ramai-ramai didukung. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, mau mepet untuk dapat kursi menteri dan DKI-1 tentu jauh lebih realistis bagi Jakarta.
Demokrat, paling banyak calon yang diungkap, ada Ibas, ada Roy, ada Bu Any, Nara sudah mengatakan tidak. Â Bisa saja Demokrat mengusungnya dengan menyandingkan dengan Ibas agar belajar mengelola pemerintahan. Sangat realistis. Kalau Bu Any tentu tidak akan mungkin dua gubernur tanpa ada wakil. Dua kandidat yang mau mengarah istana dengan melompat dari DKI-1. Masih ada peluang.
PDI-P sudah artikel lalu membahas panjang lebar mengenai PDI-P yang lebih dirugikan jika mengusung Pak Yusril, setelah menyatakan Pak Ganjar dan Bu Risma dibutuhkan daerah masing-masing, lebih realistis mengusung Pak Jarot, jika bukan kembali ke selera asal Pak Ahok.
Politik memang cair, tidak bisa ditebak, apalagi demokrasi kita yang masih trial and error, dan banyak error-nya, bisa dunia berbalik pun terjadi. Yang kemarin musuh besar kaliini bisa jadu sobat kental, dan usai itu berkelahi lagi.
Semua parpol  yang melakukan penjaringan dilamar semua oleh Pak Yusril. Sangat wajar bagi politikus. Apalagi memang di Indonesia, tidak ada aturan baik tertulis atau pun tidak ketua parpol bisa nyantrik di parpol lain. Kalau membahas ini bisa artikel lain.
Parpol sudah, bagaimana wakil?
Ada orang yang telah lantang bicara banyak, namun belum ada partai yang melirik, dan kelihatannya partai pun enggan. Prijanto. Wakil Pak Foke ini  tentu telah hafal cara main dan liku-liku pemerintahan DKI dan dengan kubu sebelah. Melihat komentar-komentar selama ini patut dicoba. Tidak ada salahnya.
Pak Lulung, wah susah kalau P3 main sendirian. Bukan soal Pak Lulungnya, tentu partai yang diajak enggan lah kalau semua P3. Pakk Djan Faridz juga terganjal dengan persoalan yang sama. Partai lain enggan lah.
Pak Ibas. Jika Demokrat mau mengajarkan kepada kader muda terbaiknya ini langkah paling bagus dan realistis, meskipun susah untuk menarik massa. Leih banyak masalah yang membelit daripada menjanjikan suara.
Bu Any, Pak Beye dengan mantan wakilnya ini bisa berembug mau apa dengan posisi masing-masing, namun apa ada yang mau jadi nomor dua di antara keduanya.
Pak Jarot, rugi di PDI-P. Mengapa mengusung orang luar yang kecil, sedang orang dalam gede diparkir, begitulah kira-kira.
Adakah alternatif lain? Pak  Ahmad Dhani? Kan sudah ke mana-mana, safari, menohok siapa saja, pantas diajak untuk kolaborasi tentunya. Bisa dicoba, namun rentan akan dihantam di pernikahan keduanya. Sangat empuk untuk mengutik-utik ini, tentu sangat berat.
Pak Adyaksa Dault, untuk golongan tertentu sangat laris dan tentu laku keras. Namun susah di partai dan basis massa Jakarta yang lebih ke arah sebaliknya. Selain itu soal parpol, Pak Dault meskipun PKS toh bukan lagi elit dan dukungan lebih minim, mau jalur lain juga susah.
Catatan besar Pak Yusril adalah soal parpol pengusung yang masih remang-remang, karena memang demikian adanya. Parpol masih mikir berat di ongkos belum tentu ada jaminan. Jikapun parpol ada yang klik dan oke mampu mengusung, soal wakil yang mumpuni. Jelas wakil akan jadi ban serep model tipikal Pak Yusril ini, ada kah tokoh yang mau dan bisa begitu? Â Mungkin banyak yang akan mau dijadikan ban serep, namun memiliki elektabilitas yang bisa menaikan pamor Pak Yusril yang suka atau tidak tetap rendah diperparah keadaan beberapa hari ini dengan berbagai hal yang justru merugikan.
Semua masih bisa terjadi. Semua buat DKI dan juga Indonesia tentunya, Indonesia yang lebih baik dan beradab, bukan biadab dan lebih jelek tentunya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H